MOSKOW (Arrahmah.com) – Moskow pada Selasa (13/4/2021) menuduh Amerika Serikat dan negara-negara NATO lainnya mengubah Ukraina menjadi “tong mesiu,” setelah Barat membunyikan alarm atas tentara Rusia yang berkumpul di perbatasan.
“Amerika Serikat dan negara-negara NATO lainnya dengan sengaja mengubah Ukraina menjadi tong mesiu,” ungkap Wakil Menteri Luar Negeri Sergei Ryabkov seperti dikutip oleh kantor berita Rusia, menambahkan bahwa negara-negara tersebut meningkatkan pasokan senjata mereka ke Ukraina.
Bentrokan antara pasukan Ukraina dan separatis yang didukung Moskow di timur Ukraina telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir, meningkatkan gencatan senjata yang ditengahi tahun lalu.
Menyusul peningkatan kekerasan, Rusia telah membangun pasukan di sepanjang perbatasan, meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi besar-besaran dalam konflik berkepanjangan di timur Ukraina yang sebagian besar berbahasa Rusia.
“Jika ada kejengkelan, tentu kami akan melakukan segalanya untuk memastikan keamanan kami dan keselamatan warga negara kami, di mana pun mereka berada,” kata Ryabkov.
“Tapi Kiev dan sekutunya di Barat akan sepenuhnya bertanggung jawab atas segala konsekuensi,” tambahnya.
Pada Selasa pagi (13/4), seorang tentara Ukraina tewas dan dua lainnya terluka di dekat desa Mayorske sekitar 35 kilometer utara kubu separatis Donetsk ketika pesawat tak berawak menjatuhkan granat ke posisi pasukan Kiev, lapor militer.
Korban terbaru membuat jumlah tentara Ukraina yang tewas sejak awal tahun menjadi 29 jiwa, dibandingkan dengan 50 jiwa di seluruh tahun 2020.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba berada di Brussel pada Selasa (13/4), tempat dia bertemu dengan kepala NATO Jens Stoltenberg.
Kuleba juga akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di Brussel Selasa malam (13/4).
Menjelang kunjungan tersebut, dia mengatakan ingin membahas dukungan Barat untuk Ukraina.
“Sekarang kita perlu berbicara tentang dukungan praktis yang bisa didapat Ukraina jika terjadi eskalasi bersenjata skala besar,” kata Kuleba dalam pidato yang disiarkan televisi Senin malam (12/4).
Kremlin, yang tidak membantah pergerakan pasukan di sepanjang perbatasan, mengatakan tidak berencana untuk berperang dengan Ukraina, tetapi juga menambahkan bahwa pihaknya “tidak akan tetap acuh tak acuh” terhadap nasib penutur bahasa Rusia di timur. (Althaf/arrahmah.com)