Maraknya penjualan air mineral dalam kemasan menyebabkan banyaknya mata air di berbagai daerah dikuasai oleh perusahaan air minum. Bahkan perusahaan tersebut mengambil air tanah di kedalaman mencapai 60-140 meter, sedangkan proses ini bisa mengakibatkan terjadinya penurunan permukaan tanah yang beresiko mengakibatkan banjir dan mengganggu struktur bangunan. Selain itu menurut Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq pemanfaatan air tanah dalam (akuifer) diperlukan waktu bisa mencapai ratusan tahun untuk recharge. (cnbcindonesia.com, 26/10/2025)
Dalam kontennya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) mengunjungi salah satu lokasi pengelolaan air mineral di Subang. Diduga air kemasan tersebut tidak sesuai dengan slogannya yakni “dari mata air pegunungan” tetapi fakta di lapangan berasal dari bawah tanah. Dalam video tersebut KDM menanyakan apakah air yang digunakan berasal dari sungai atau mata air permukaan. Kang Dedi kemudian memastikan bahwa air yang digunakan benar-benar berasal dari bawah tanah melalui proses pengeboran.
la juga sempat mempertanyakan potensi dampak lingkungan dari pengambilan air tanah termasuk kemungkinan pergeseran tanah. Setelah peristiwa itu pihak perusahaan mengeklaim bahwa air ini terlindungi secara alami dan juga tidak mengganggu sumber air masyarakat. Pengambilan air dilakukan secara terkendali dan tidak menyebabkan pergeseran tanah maupun longsor, hal ini telah melalui proses seleksi serta kajian ilmiah oleh para ahli dari UGM dan Unpad, selain itu proses tersebut telah mendapatkan izin dari pemerintah dan diawasi secara rutin oleh Badan Geologi Kementerian ESDM serta pemerintah setempat. (detik.com, 23/10/2025)
Dampak Akuifer bagi Lingkungan
Pengambilan akuifer jelas akan berdampak kepada lingkungan seperti penurunan muka air tanah atau amblas, dan juga akan mengakibatkan sumur menjadi kering sehingga tidak meratanya akses air di wilayah tersebut, bahkan masyarakat terdekat sulit untuk mendapatkan air bersih, begitu pula dengan tanaman dan hewan. Sedangkan jika akuifer berada di wilayah pantai, air laut bisa masuk ke akuifer dan mencemari air tanah dengan garam, begitu pula jika terletak di wilayah limbah industri.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh negara guna mengurangi pemanfaatan air memantau akuifer. Dari mulai perencanaan, pelaksanaan, operasi, serta pemeliharaan. Bahkan pihak PUPR berkolaborasi dalam program pembangunan terpadu pesisir ibu kota negara (PTPIN) guna mendorong mengurangi pengambilan air tanah yang berlebihan dan dialihkan ke sumber air dan rehabilitasi irigasi guna memastikan ketersediaan air bagi masyarakat dan petani.
Karena melihat dari akibat yang ditimbulkan dari akuifer sangat beresiko tinggi bahkan dapat mengancam bagi keberlangsungan kehidupan bagi manusia, tanaman, dan hewan. Akan tetapi justru kian hari AMDK ini terus bertambah dari mulai jenis dan merk yang beredar di masyarakat, ini menandakan lemahnya regulasi terkait batasan Sumber Daya Alam. Dalam sistem yang menganut kapitalis sekuler hal tersebut dianggap lumrah karena setiap kebijakan yang diambil negara berlandaskan untung dan rugi buka dari akibat yang akan ditimbulkan di masa depan. Dimana setiap orang yang memiliki modal banyak dapat menguasai kekayaan alam yang diperuntukan untuk umüm bukan hanya air tetapi termasuk gas, emas, nikel, hutan, dan lain sebagainya.
Dalam kasus di atas, pemerintah harusnya lebih tegas untuk memberikan peringatan dengan cara pemeriksaan ulang jika terbukti ada unsur pelanggaran. Negara juga harus berani memberikan sanki tegas yakni membekukan bahkan mencabut izin usahanya sebagaimana amanat UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Akan tetapi hal ini sangat mustahil untuk dilakukan dalam sistem kapitalis dimana kebijakan negara lebih pro pada pemilik modal meski berdampak merusak sekalipun.
Peran Hakiki Negara dalam Pengelolaan Milik Umum
Dalam Islam, air memiliki arti yang sangat penting karena terkait berbagai macam pelaksanaan hukum Islam, oleh karena itu negara akan benar-benar menjaga ketersediaan air bersih. Adapun sumber mata air yang dikelola oleh negara itu menandakan bahwa sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh orang banyak (komunitas) dan status kepemilikannya adalah harta milik umum dan atau milik negara. Air seperti ini jelas tidak bisa dimonopoli oleh pribadi atau kelompok karena sifatnya milik umum.
Adapun air milik individu adalah seperti sumur, mata air di tanah milik seseorang, atau padang rumput yang sengaja ditanam seseorang di tanahnya. Jika dikaji lebih jauh dalam masalah ini, ternyata Rasulullah saw. membolehkan sumur di Thaif dan Khaibar dimiliki oleh individu untuk menyirami kebun. Seandainya berserikatnya manusia itu karena zatnya, tentu Rasulullah saw. tidak akan membolehkan air sumur itu dimiliki oleh individu.
Dalam aturan Islam, air yang sifatnya dibutuhkan orang banyak adalah milik umum sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Kaum muslimin berserikat (memiliki bersama) dalam tiga hal: rumput (padang gembalaan), air, dan api.” (HR. Ibnu Majah no. 2472, Abu Dawud no. 3477, Ahmad 2/334 – dinilai sahih oleh sebagian ulama)
Hadis ini menunjukkan bahwa air, padang rumput, dan api (sumber energi) karena sifatnya dibutuhkan rakyat secara umum dan merupakan sumber daya alam tidak boleh dimonopoli oleh individu atau kelompok tertentu. Artinya, air di sini adalah hak bersama yang harus dikelola untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi semata, maka hak pengelolaannya dibebankan kepada negara.
Negara akan mengelola mata air agar semua rakyat bisa menikmatinya secara gratis, dan negara akan melarang perusahaan atau lembaga menguasai sumber air sehingga menyebabkan rakyat terhalang darinya.
Jika diperlukan, negara akan mendirikan industri sehingga kebutuhan air bersih setiap individu masyarakat akan terpenuhi kapan pun dan di mana pun. Negara juga akan memanfaatkan berbagai kemajuan sains dan teknologi, memberdayakan para pakar yang terkait berbagai upaya tersebut, seperti pakar ekologi, hidrologi, ilmu perairan, teknik kimia dan industri, juga ahli kesehatan lingkungan.
Pengaturan negara terkait hak umum ini pernah dicontohkan masa Rasulullah saw. tentang sumur Raumah di Madinah. Ketika kaum muslimin hijrah ke Madinah, satu-satunya sumber air yang masih mengalir dengan baik adalah sumur milik seorang Yahudi (disebut Raumah). Yahudi ini mengetahui bahwa sumurnya dibutuhkan masyarakat lain sehingga ia menjual air tersebut dengan harga yang mahal dan membuat penduduk Madinah kesulitan.
Rasulullah saw. kemudian bersabda: “Siapa yang membeli sumur Raumah lalu menjadikannya untuk kaum muslimin, maka baginya surga”. Utsman bin Affan RA, yang dikenal dermawan, segera membeli sumur tersebut dari pemiliknya dengan harga yang sangat mahal (beberapa riwayat menyebutkan 35.000 dirham, atau membelinya secara bertahap hingga menjadi miliknya sepenuhnya). Setelah sumur itu menjadi miliknya, Utsman mewakafkannya untuk kepentingan umum, sehingga kaum muslimin dapat mengambil air secara gratis.
Negara dalam pemerintahan Islam bukan hanya meriayah tentang kepemilikan umum tapi juga memberi edukasi dan sosialisasi pentingnya memahami hukum kepemilikan dan membangun kesadaran masyarakat agar berlaku jujur dalam bertransaksi bukan sekadar semata nilai materi. Oleh karenanya negara tidak akan segan-segan memberi sanksi berat kepada masyarakat yang melanggar aturan terkait hal tersebut atau pelanggan hak publik lainnya.
Maka, solusi yang tepat dalam setiap permasalahan umat akibat kapitalisme hari ini tidak lain adalah kembali kepada aturan Islam yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw, sahabat, dan para pemimpin Islam dalam bingkai khilafah rasyidah.
Wallahu’alam bis shawab
Editor: Hanin Mazaya