1. News
  2. Internasional

Aljazair Bongkar Rencana Serangan “Israel” Saat Proklamasi Negara Palestina Tahun 1988

Samir Musa
Ahad, 12 Oktober 2025 / 20 Rabiul akhir 1447 10:54
Aljazair Bongkar Rencana Serangan “Israel” Saat Proklamasi Negara Palestina Tahun 1988
Tebboune berkata: “Di sini, di Aljazair, Negara Palestina diumumkan berdiri meskipun saat itu ada berbagai ancaman dan risiko besar.” (Associated Press)

ALJAZAIR (Arrahmah.id) — Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune mengungkapkan untuk pertama kalinya secara resmi bahwa pada tahun 1988 pernah ada rencana untuk menyerang Palace of Nations (Qasr al-Umam) di ibu kota Aljir, tempat berlangsungnya konferensi bersejarah yang memproklamasikan berdirinya Negara Palestina.

Pernyataan mengejutkan itu disampaikan Tebboune dalam pidatonya di hadapan para perwira tinggi militer di markas besar Kementerian Pertahanan Nasional, yang disiarkan televisi resmi Aljazair pada Jumat malam (11/10), sebagaimana dikutip dari Anadolu Agency.

“Di sini, di Aljazair, Negara Palestina diumumkan berdiri meski saat itu penuh dengan risiko. Dan kalian, para perwira tentara, tahu apa yang sedang direncanakan terhadap Aljazair — termasuk rencana pengeboman Palace of Nations,” ujar Tebboune tanpa menyebut pihak yang berada di balik rencana tersebut.

Konferensi yang dimaksud adalah sidang ke-9 Dewan Nasional Palestina yang digelar pada 15 November 1988, di mana pemimpin legendaris Palestina Yasser Arafat secara resmi memproklamasikan berdirinya Negara Palestina di pengasingan.

Untuk pertama kalinya, Aljazair secara resmi — dan langsung dari kepala negara — mengonfirmasi adanya rencana serangan terhadap tempat berlangsungnya konferensi tersebut. Menurut laporan yang dikutip dari Anadolu Agency, selama bertahun-tahun beredar kabar tidak resmi yang menyebut bahwa “Israel” sempat berencana menyerang Palace of Nations menggunakan jet tempur saat pengumuman negara Palestina dilakukan.

Namun, rencana itu berhasil digagalkan oleh militer Aljazair yang telah menyiagakan sistem pertahanan udara, radar canggih, dan pesawat tempur di perbatasan udara negara.

Dalam kesempatan yang sama, Tebboune menegaskan bahwa dukungan Aljazair terhadap perjuangan rakyat Palestina bukan karena kepentingan politik, melainkan karena panggilan nurani dan pembelaan terhadap kebenaran.

“Aljazair telah melakukan kewajibannya terhadap Palestina sejak lama. Kami menyambut para pemimpin Palestina, termasuk Yasser Arafat, ketika situasi mereka sangat sulit pada tahun 1982,” ujarnya, dikutip dari sumber yang sama.

Ia menambahkan, “Meski menghadapi ancaman serius saat itu, Aljazair tidak mundur dan tidak pernah tawar-menawar, karena nurani kami berpihak pada Palestina.”

Tebboune juga menegaskan kembali bahwa posisi negaranya terhadap Palestina “tidak akan pernah berubah”, meskipun Aljazair menjalin hubungan baik dengan beberapa negara yang memiliki kebijakan berlawanan.

Presiden Aljazair itu kemudian mengecam agresi brutal “Israel” terhadap Jalur Gaza, dengan menyebutnya sebagai “genosida yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah manusia, yang terjadi di depan mata dunia.”

Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa satu-satunya solusi atas konflik tersebut adalah “berdirinya Negara Palestina merdeka di perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya,”

(Samirmusa/arrahmah.id)