1. News
  2. Internasional

Citra Satelit Tunjukkan Sebagian Besar Warga Sipil el-Fasher Kemungkinan Masih Terjebak

Zarah Amala
Selasa, 4 November 2025 / 13 Jumadil awal 1447 11:30
Citra Satelit Tunjukkan Sebagian Besar Warga Sipil el-Fasher Kemungkinan Masih Terjebak
Citra satelit handout Vantor yang diambil pada 30 Oktober 2025 menunjukkan orang-orang berkumpul di pinggiran desa yang terletak di barat laut el-Fasher (AFP/Handout/2025 Vantor)

DARFUR (Arrahmah.id) – Kurang dari sepekan setelah Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF) merebut kota el-Fasher di Sudan, pembunuhan massal terus berlanjut, sementara ratusan ribu warga sipil dikhawatirkan telah “terjebak atau tewas”.

Laboratorium Riset Kemanusiaan Universitas Yale (Yale Humanitarian Research Lab/HRL) pada Jumat lalu (31/10/2025) merilis laporan ketiganya, menganalisis citra satelit sejak pasukan paramiliter itu mengambil alih el-Fasher di wilayah Darfur lima hari sebelumnya.

Analisis itu menemukan tidak ada pergerakan besar-besaran penduduk keluar dari kota, sesuatu yang biasanya terlihat saat warga sipil melarikan diri dari wilayah yang baru direbut.

“Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa mayoritas warga sipil telah tewas, ditangkap, atau bersembunyi,” demikian bunyi laporan tersebut.

Yale HRL membandingkan situasi itu dengan peristiwa perebutan kamp pengungsian Zamzam, sekitar 15 km di selatan el-Fasher, pada April lalu. Saat itu, sekitar 500.000 pengungsi melarikan diri dengan berjalan kaki dan menggunakan kereta keledai sebelum kamp mereka akhirnya dibumihanguskan RSF.

Namun, dalam kasus el-Fasher, tidak ada tanda-tanda perpindahan penduduk dalam skala besar yang tampak di citra satelit dalam beberapa hari terakhir.

Sebelum direbut, diperkirakan 260.000 orang masih tinggal di el-Fasher, yang merupakan kota terakhir di Darfur yang jatuh ke tangan pasukan RSF setelah dikepung lebih dari 500 hari.

Pembantaian Massal dan Bukti dari Citra Satelit

RSF dilaporkan melakukan pembunuhan massal dan kekejaman saat menyerbu kota. Beberapa tindakan itu bahkan direkam oleh para pejuang RSF sendiri dan kini telah dikonfirmasi melalui citra satelit.

Pada Jumat, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) melaporkan bahwa 36.000 orang telah melarikan diri, sebagian besar menuju kota Tawila dengan berjalan kaki, hanya sekitar 14 persen dari total penduduk el-Fasher.

Nasib sebagian besar warga lainnya tidak diketahui.

Pada 28 Oktober, Yale HRL menganalisis citra satelit di daerah Daraja Oula, yang sebelumnya menjadi tempat perlindungan utama warga sipil di el-Fasher, dan menemukan sekumpulan objek menyerupai tubuh manusia serta perubahan warna tanah kemerahan, konsisten dengan laporan tentang pembantaian dari rumah ke rumah oleh RSF.

Objek dan perubahan warna itu tidak tampak sebelum kota jatuh ke tangan paramiliter.

Citra satelit juga menunjukkan keberadaan kendaraan lapis baja yang diasosiasikan dengan RSF di lokasi tersebut, menandakan operasi militer dari rumah ke rumah.

Namun, pada akhir pekan, jumlah kendaraan itu berkurang drastis, kemungkinan besar karena hampir tak ada lagi orang yang tersisa untuk ditangkap atau dibunuh, menurut laporan HRL.

Citra satelit dan video yang diverifikasi oleh Middle East Eye menunjukkan warga sipil yang ditembak saat berusaha kabur di dekat dinding tanah besar, penghalang sementara yang dibangun mengelilingi kota.

Seorang saksi mata di Tawila mengatakan bahwa RSF memisahkan laki-laki dan perempuan saat mereka mencoba melarikan diri. Beberapa laki-laki ditembak di depan para perempuan, sementara yang lain dibawa dengan truk dan tak pernah terlihat lagi.

Rekaman di media sosial memperlihatkan milisi RSF mengejar dan menembak orang-orang yang mencoba kabur dari el-Fasher.

Laporan HRL tertanggal 31 Oktober juga menemukan 28 kendaraan hancur di dekat dinding tanah tersebut, dengan benda menyerupai mayat di sekitar lokasi.

Mayat di Universitas dan Basis Militer

Citra satelit terbaru menunjukkan pembunuhan massal yang berlanjut di berbagai lokasi.

Sebuah video yang beredar pada Rabu malam (29/10) memperlihatkan pejuang pro-RSF menembak orang yang terluka di gedung laboratorium Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas el-Fasher, dikelilingi oleh mayat.

Yale HRL mengonfirmasi adanya lima kelompok objek menyerupai mayat di luar gedung tersebut, yang sebelumnya tidak ada dua hari sebelum video muncul.

Bukti lain juga ditemukan di markas Brigade Pertahanan Udara ke-271, di mana tampak benda hangus seukuran tubuh manusia di lokasi yang sebelumnya berisi kerumunan orang.

Di wilayah Daraja Oula, tim HRL juga mendeteksi banyak kumpulan objek yang menyerupai tubuh manusia, termasuk di sekitar kantor beberapa LSM lokal dan internasional.

Dalam beberapa area, objek-objek yang sebelumnya menyerupai mayat kini telah hilang atau dipindahkan, dan noda kemerahan di tanah tampak memudar.

“Perubahan ini konsisten dengan proses pembuangan jenazah,” tulis HRL, sambil menambahkan bahwa sebagian perubahan bisa juga disebabkan oleh hewan liar yang mencari bangkai.

Fakta bahwa warna merah dari genangan darah memudar seiring waktu menguatkan penilaian bahwa objek-objek itu memang mayat.

Citra satelit menunjukkan sebagian orang melarikan diri ke kota Garni, sekitar 11 km dari el-Fasher, dan mendirikan tempat tinggal darurat di sana.

Namun sejak Juli, RSF diketahui telah menggunakan Garni sebagai pusat untuk mengusir warga dari el-Fasher.

Sumber Reuters menyebutkan bahwa RSF memisahkan perempuan dan anak-anak dari para laki-laki di Garni, dan para laki-laki itu belum ditemukan hingga kini.

Perang yang Didukung Asing

Perang Sudan meletus pada April 2023, setelah ketegangan panjang antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) yang dipimpin Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan RSF yang dipimpin Mohamed Hamdan Dagalo (Hemedti) berubah menjadi konflik terbuka.

Pertikaian awalnya dipicu oleh rencana integrasi RSF ke dalam militer reguler, namun dengan cepat berkembang menjadi perang nasional yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan mengungsikan lebih dari 13 juta.

Pada Januari 2024, Middle East Eye melaporkan bahwa Uni Emirat Arab (UEA) memasok senjata kepada RSF melalui jaringan pasokan rahasia yang melibatkan Libya, Chad, Uganda, dan wilayah Somalia yang memisahkan diri.

Sejak itu, RSF dituduh melakukan pembantaian massal dan genosida di Darfur, sementara SAF juga dituduh melakukan kejahatan perang. (zarahamala/arrahmah.id)