GAZA (Arrahmah.id) – Sejumlah kelompok perlawanan Palestina mengeluarkan pernyataan bersama pada peringatan dua tahun Operasi Banjir Al-Aqsha, menegaskan bahwa perlawanan dalam segala bentuknya tetap jalan satu-satunya menghadapi apa yang mereka sebut pendudukan Zionis, dan menolak upaya pengosongan senjata rakyat Palestina.
Pernyataan itu menekankan bahwa senjata rakyat Palestina bersifat sah dan dijamin menurut hukum internasional, serta menuntut gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan ‘Israel’ dari Jalur Gaza. Kelompok-kelompok tersebut juga menggambarkan serangan ‘Israel’ sejak 7 Oktober 2023 sebagai “perang genosida” dan mengutuk apa yang mereka sebut pengkhianatan dan keheningan komunitas internasional.
Menurut data Kantor Media Pemerintah Gaza yang dikutip pernyataan itu, lebih dari 200.000 ton bahan peledak telah dijatuhkan ke Gaza dalam dua tahun terakhir, merusak hampir 90 persen infrastruktur dan menyebabkan lebih dari dua juta warga mengungsi. Meski demikian, para kelompok menilai ‘Israel’ gagal mencapai tujuannya menghancurkan perlawanan atau merebut tawanan secara paksa.
Pernyataan bersama itu menyatakan pula bahwa Peristiwa 7 Oktober dan operasi berikutnya merupakan titik bersejarah bagi perlawanan, yang menurut mereka memperlihatkan ketahanan rakyat Palestina dan menggagalkan narasi politik ‘Israel’ di panggung internasional. Mereka menyebut kekompakan internal dan keberlanjutan aksi perlawanan sebagai faktor utama yang menghambat target ‘Israel’.
Kelompok-kelompok perlawanan menyerukan kepada negara-negara Arab dan Islam untuk menunjukkan solidaritas nyata, mengisi jalan-jalan ibukota, meningkatkan tekanan politik dan ekonomi terhadap ‘Israel’, serta mendukung upaya pengakhiran blokade Gaza. Mereka juga menyampaikan penghormatan kepada sekutu regional yang mendukung perlawanan.
Pernyataan Terpisah Hamas
Dalam pernyataan terpisah, Hamas menyambut peringatan dua tahun itu sebagai bukti “keteguhan legendaris” rakyat Gaza. Gerakan itu menegaskan bahwa meski menghadapi serangan dan pemindahan paksa, rakyat Palestina tetap bertahan di tanah mereka dan mempertahankan hak nasionalnya.
Hamas juga memberikan penghormatan kepada sejumlah pemimpin perlawanan yang gugur dan menegaskan bahwa darah mereka akan terus mengilhami perjuangan hingga tercapainya pembebasan.
Menurut data yang dikutip dalam pernyataan Hamas, sejak Oktober 2023 lebih dari 67.100 orang di Gaza tewas, kebanyakan perempuan dan anak, sementara wilayah tersebut mengalami pengungsian massal, kelaparan, dan merebaknya penyakit.
Kelompok-kelompok perlawanan menutup pernyataan mereka dengan penegasan bahwa senjata rakyat Palestina tidak akan diletakkan sampai tercapainya kebebasan penuh dan hak-hak nasional, serta menyerukan langkah praktis dari komunitas Arab-Islam untuk menekan ‘Israel’ secara politik dan diplomatik. (zarahamala/arrahmah.id)