KABUL (Arrahmah.id) – Imarah Islam Afghanistan telah menolak laporan terbaru dari Human Rights Watch (HRW), yang menuduh Imarah Islam melanggar hak-hak perempuan dan menghalangi akses pendidikan bagi gadis-gadis.
Hamdullah Fitrat, Juru Bicara Wakil Imarah Islam, menyatakan bahwa hak-hak semua warga Afghanistan dilindungi, dan bahwa masalah pendidikan perempuan merupakan urusan internal, lansir Tolo News (7/8/2025).
Dia mengatakan: “Tidak ada hak yang dilanggar di Afghanistan, dan hak setiap individu dijamin. Definisi hak bervariasi dari negara ke negara. Karena kita hidup dalam masyarakat Islam, kita mendefinisikan hak dalam kerangka Islam dan Syariah, dan menganggap perlindungan hak-hak tersebut sebagai kewajiban agama.”
Sebelumnya, Human Rights Watch telah mengekspresikan keprihatinan atas pelanggaran hak asasi manusia di Afghanistan, khususnya hak perempuan dan pembatasan akses pendidikan bagi gadis-gadis.
Organisasi tersebut juga mengklaim bahwa negara-negara anggota PBB belum mengambil tindakan berarti dalam empat tahun terakhir untuk menangani “pelanggaran hak asasi manusia” yang serius di Afghanistan. Mereka mendesak Uni Eropa untuk mengusulkan mekanisme pertanggungjawaban komprehensif selama pertemuan mendatang.
Elaine Pearson, Direktur Asia di Human Rights Watch, menyatakan: “Dalam hal pertanggungjawaban, kami meminta negara-negara anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk mendirikan mekanisme investigasi independen baru yang dapat mengumpulkan dan menyimpan bukti dengan tujuan untuk penuntutan di masa depan.”
Sementara itu, beberapa aktivis hak-hak perempuan telah menyerukan kepada Imarah Islam untuk menghormati tuntutan sah perempuan, termasuk hak mereka atas pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam masyarakat.
Tafsir Siyahpoush, seorang aktivis hak-hak perempuan, mengatakan: “Kami tidak ingin ucapan belasungkawa atau dukungan simbolis. Kami ingin Imarah Islam benar-benar memperjuangkan hak-hak perempuan, memberikan apa yang menjadi hak mereka, dan agar komunitas internasional mendukung kami.”
Hal ini terjadi saat Imarah Islam mendekati peringatan keempat kembalinya ke kekuasaan dan terus menegaskan bahwa masalah pendidikan perempuan adalah urusan dalam negeri. (haninmazaya/arrahmah.id)