1. Opini
  2. Analisa

JK Soroti Sengketa Lahan Tanjung Bunga: “Ciri Lippo Memang Begitu, Jangan Main-Main di Makassar”

Ameera
Rabu, 5 November 2025 / 14 Jumadil awal 1447 19:35
JK Soroti Sengketa Lahan Tanjung Bunga: “Ciri Lippo Memang Begitu, Jangan Main-Main di Makassar”

MAKASSAR (Arrahmah.id) — Perselisihan antara PT Hadji Kalla dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) terkait kepemilikan lahan di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, kian memanas.

Setelah Pengadilan Negeri (PN) Makassar menetapkan eksekusi atas lahan seluas 16,41 hektare, Jusuf Kalla (JK) turun langsung meninjau lokasi pada Rabu (5/11/2025).

Pendiri PT Hadji Kalla yang juga Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 itu menyampaikan penolakan keras terhadap langkah hukum yang ditempuh GMTD.

Ia menyebut penetapan eksekusi tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan sarat rekayasa.

“Kami tidak ada hubungan hukum dengan GMTD. Tidak. Karena yang dituntut itu penjual ikan. Masa penjual ikan punya tanah seluas ini? Itu kebohongan dan rekayasa,” ujar JK di lokasi.

“Itu permainan Lippo. Ciri Lippo memang begitu. Jangan main-main di Makassar ini,” tegasnya.

JK bahkan menyebut langkah GMTD sebagai bentuk perampokan hukum, mengingat pihaknya memiliki dokumen kepemilikan resmi berupa sertifikat tanah yang sah.

“Kita punya surat, ada sertifikatnya. Itu perampokan namanya. Kalau Haji Kalla saja bisa diperlakukan seperti ini, bagaimana dengan rakyat kecil?” ujarnya dengan nada tinggi.

Ia menilai eksekusi yang dilakukan PN Makassar aneh karena tidak disertai pengukuran atau kehadiran Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Eksekusi harus didahului dengan pengukuran. Mana orang BPN-nya? Tidak ada. Itu aneh,” tegasnya lagi.

JK juga menduga adanya kekeliruan dalam penetapan objek perkara yang menjadi dasar eksekusi.

“Objeknya siapa? Lawannya siapa? Panggil saja Manyombalang, Solo, dan kawan-kawan. Mana tanahmu?” tambahnya.

Kuasa Hukum Hadji Kalla: Ada Kekeliruan Hukum dalam Eksekusi

Kuasa hukum PT Hadji Kalla, Azis Tika, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan ke PN Makassar untuk membatalkan atau menunda pelaksanaan eksekusi.

“Kami menilai ada kekeliruan hukum dalam proses ini. Klien kami bukan pihak dalam perkara sebelumnya,” ujar Azis.

Azis menjelaskan, lahan yang disengketakan memiliki empat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla, diterbitkan oleh BPN Makassar pada 8 Juli 1996 dan berlaku hingga 24 September 2036.

Menurutnya, lahan tersebut dibeli secara sah pada 1993 dari keluarga Karaeng Idjo, keturunan Pallawarukka, dan telah dikuasai sejak saat itu.

“Kepemilikan kami jelas, berdasar jual beli sah sejak 1993. Tidak ada unsur penyerobotan,” ujarnya.

Ia juga menilai langkah GMTD keliru karena perkara yang dijadikan dasar eksekusi — Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Mks — hanya melibatkan GMTD melawan Manyombalang Dg. Solong, bukan PT Hadji Kalla.

“Putusan itu hanya mengikat pihak yang berperkara. Hadji Kalla tidak pernah menjadi pihak dalam perkara itu. Kalau objeknya berbeda, jelas salah objek,” tegas Azis.

GMTD Klaim Eksekusi Sesuai Prosedur

Sementara itu, Presiden Direktur PT GMTD Tbk, Ali Said, menyatakan bahwa pelaksanaan eksekusi dilakukan sesuai dengan prosedur dan putusan hukum yang telah berkekuatan tetap (inkracht).

“Kami bersyukur proses hukum telah berjalan adil dan transparan. Pelaksanaan eksekusi ini menjadi bukti nyata kepastian hukum di Indonesia,” ujar Ali Said dalam keterangan resmi, Selasa (4/11/2025).

Ia menjelaskan, eksekusi dilakukan berdasarkan Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi Nomor 21 EKS/2012/PN.Mks jo Nomor 228/Pdt.G/2000/PN.Mks, dengan pengamanan ketat dari aparat kepolisian.

Kuasa hukum GMTD, Agustinus Bangun, menambahkan bahwa setelah eksekusi tuntas, lahan tersebut kini berada dalam penguasaan resmi GMTD.

“Proses sudah selesai sesuai hukum. Lahan kini berada dalam penguasaan GMTD,” ujarnya.

Sengketa Belum Usai

Meski GMTD mengklaim kemenangan hukum, langkah hukum lanjutan dari pihak Hadji Kalla membuat konflik ini diperkirakan belum berakhir. Publik kini menanti apakah Pengadilan akan meninjau kembali proses eksekusi yang disebut JK sebagai “perampokan hukum”.

(ameera/arrahmah.id)