1. Opini

Program Magang Nasional, Solusi Pengangguran?

Oleh Marlina Pegiat Literasi
Kamis, 30 Oktober 2025 / 8 Jumadil awal 1447 18:44
Program Magang Nasional, Solusi Pengangguran?
Ilustrasi magang. (Foto: Istimewa/ Unsplash.com)

Bulan Oktober tepatnya tanggal 15 tahun 2025, sebanyak 451 perusahaan mengajukan diri menjadi penyelenggara pemagangan untuk 1300 posisi dengan 6000-an calon pemagang. Pada tahap pertama, lulusan perguruan tinggi akan mengikuti magang selama 6 bulan dengan jumlah pemagang sebanyak 20 ribu lulusan. Menurut Cris Kuntadi program Magang Nasional merupakan bagian dari paket 8+4+5 2025 atas arahan Presiden Prabowo Subianto yang telah diluncurkan oleh Kemenko Perekonomian. Target sasaran program ini untuk Diploma ( D1-D4) dan Sarjana (S1) maksimum lulus dalam 1 tahun terakhir (Kemenaker.go.id).

Masih dari penjelasan Cris program ini mempunyai tujuan untuk mengenalkan dunia kerja serta memberikan pengalaman kerja yang berkaitan dengan kompetensi bidang dan keilmuannya. Tidak hanya itu, peserta magang akan mendapatkan fasilitas dengan diberikan uang saku melalui bank Himbara yang langsung diterima oleh pemagang. Di samping itu, pemagang juga mendapatkan jaminan sosial berupa jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JM) dari pemerintah. Perusahaan diwajibkan untuk melaporkan setiap bulannya terkait kemajuan magang kepada Kemnaker.

Di Indonesia ada sekitar 7,28 juta pengangguran pada tahun 2025, sekitar satu juta orang dari mereka adalah lulusan dari Universitas (Ekonomi.bisnis.com). Ironi di negeri kaya sumber daya alam, tetapi tingkat pengangguran masih tinggi. Bukan soal adanya kemalasan dari sisi individu, namun ada faktor sistemik yang menjadikan individu sulit mendapatkan pekerjaan. Di luar negeri selama usia mereka mampu untuk bekerja, mereka masih diberikan kesempatan untuk produktif. Lain halnya di negeri ini segudang persyaratan menyulitkan para pelamar kerja, dari batasan usia sampai standar fisik menjadi syarat utama. Tidak heran para pencari kerja rela berdesak-desakan mengikuti job fair atau antre disebuah pembukaan warung seblak berharap diterima kerja. Sementara ketimpangan begitu menonjol ada pada segelintir orang kekayaan itu menumpuk. Seorang komisaris PT Pertamina setiap bulan bisa mendapatkan gaji Rp 2,9miliar  (RMOL.id).

Angka yang begitu tinggi tentu bukan sekadar pengangguran itu tidak mencari kerja, tapi lapangan pekerjaan yang sulit dicari. Pengangguran juga diakibatkan karena sistem yang tidak adil. Sistem Kapitalisme menciptakan ketidakadilan ditengah rakyat. Rakyat miskin sering kali kesulitan untuk mendapatkan akses pekerjaan karena kurang modal, penampilan tidak menarik, bahkan privilege pun menentukkan. Kondisi ini diperparah dengan regulasi outsourcing dari tiap perusahaan sehingga pekerja bisa diputus kerja sewaktu-waktu tanpa pesangon. Hal ini menjadi faktor ketidakstabilan dunia kerja serta makin meningkatnya jumlah pengangguran.

Sistem Kapitalisme Biang Pengangguran

Dengan jumlah pengangguran tinggi berakibat buruk pada kesejahteraan masyarakat. Karena tidak bekerja masyarakat akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Problem mendasar karena penerapan sistem Kapitalisme dengan berbabagai kerusakannya.

Pertama, negara tidak mampu menyediakan lapangan kerja. Adanya penggunaan teknologi dan otomatisasi tenaga kerja manusia menjadi tergeser. Karena perannya digantikan dengan mesin atau robot yang serba digital. Ini akan berdampak pada perusahaan yang mengurangi para pekerja. Pada aspek lain program sekolah kejuruan dengan jurusan vokasi tidak menjadikannya mudah mendapatakan kerja. Lulusan dari level SMK atau perguruan tinggi sama-sama sulit mendapatkan kerja.

Kedua, dalam Kapitalisme muncul ketimpangan ekonomi. Kekayaan dikuasai oleh sekelompok orang yang mempunyai modal dan kekuasaan. Di Indonesia tercatat 50 orang terkaya setara dengan 50 juta orang (celios, 2024). Padahal sebagian masyarakat untuk bertahan hidup saja sulit. Jangankan memenuhi kebutuhan tersier untuk primer saja masih belum mencukupi. Hal ini menunjukkan jika kalangan tertentu saja mampu menikmati kesempatan ekonomi.

Sistem Kapitalisme menciptakan SDM siap untuk ditempatkan kerja bukan pencipta kerja. Karena setiap lulusan dari  perguruan tinggi terkemukan menjadi pekerja dengan bosnya orang asing. Penguasaan sumber daya alam dikuasai  orang bermodal sehingga lahan kerja yang harusnya hak rakyat menjadi sulit diakses. Seperti lahan pertanian yang digusur karena pembangunan swasta berakibat pada hilangnya lahan pekerjaan. Masyarakat juga didorong untuk mandiri dan kreatif sehingga bisa menciptakan lapangan kerja. Rakyat disuruh membuka lapangan kerja tapi regulasi tidak adil dari pemerintah. Rakyat punya usaha pakaian tapi pemerintah impor pakaian dari luar, bagaimana mau maju jika pemerintah mengeluarkan kebijakan seperti itu.

Sistem Islam Memberikan Jaminan Kerja

Dalam Islam pemerintah adalah pelayan rakyat, akan memudahkan rakyat dalam memenuhui kebutuhan dasar yakni dengan memberikan lapangan kerja dengan mudah. Negara akan menghilangkan ketimpangan ekonomi di tengah masyarakat.

Negara akan menjamin pendidikan untuk rakyat secara merata dari level dasar sampai perguruan tinggi dengan cuma-cuma. Sehingga tidak ada rakyat yang tidak mendapatkan kesempatan pendidikan. Karena pendidikan merupakan kebutuhan dasar. Pendidikan dalam Islam bukan hanya mencetak generasi agar siap kerja tapi mencetak individu mempunyai pola pikir dan sikap yang taat pada Allah dan Rasul-Nya tanpa mengesampingkan ilmu terapan lainnya.

Selain itu, negara menjamin setiap laki-laki dewasa untuk mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Setiap laki-laki yang sudah baligh mempunyai beban mencari nafkah, karena menjadi kewajibannya sehingga akan dimudahkan akses mendapatkan pekerjaan. Di samping itu, para perempuan tidak akan mengambil alih peran kerja karena pemenuhan nafkah sudah terjamin.

Negara juga tidak akan abai pada rakyat yang kesulitan mendapatkan modal untuk usaha. Bagi rakyat yang butuh modal usaha akan diberikan kepada mereka. Dalam Islam pemimpin berdosa jika rakyat tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar. Maka dari itu sistem Islam menjadikan sosok pemimpin yang bertanggungjawab bukan untuk pencitraan melainkan karena ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya.

Dalam negara Khilafah, Khalifah berkewajiban membuka lapangan pekerjaan kepada rakyat yang membutuhkan sebagai realisasi politik ekonomi Islam. Rasulullah ﷺ bersabda, “Imam/khalifah adalah pemelihara urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari Muslim).

Karena Islam aturan paripurna yang menjamin urusan rakyat dari hal kecil hingga urusan besar. Rakyat tidak akan dibiarkan sengsara karena pemimpin harus menjamin kesejahteraannya.

Wallahu ‘alam bishawab

Editor: Hanin Mazaya