KABUL (Arrahmah.id) – Pernyataan terbaru Donald Trump, Presiden Amerika Serikat, tentang reklamasi pangkalan udara Bagram telah memicu reaksi di Timur, terutama dari Rusia dan Iran.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, menanggapi pernyataan Trump, mengatakan bahwa Amerika Serikat meninggalkan Afghanistan dengan cara yang memalukan.
Ia menambahkan bahwa meskipun pangkalan udara Bagram merupakan target yang menggiurkan, perjuangan rakyat Afghanistan melawan NATO menunjukkan bahwa mereka tidak akan menyerahkan kedaulatan nasional mereka.
Maria Zakharova menyatakan: “Pangkalan udara Bagram, yang terletak di dekat Kabul, telah direnovasi dan tidak diragukan lagi dianggap sebagai target yang menggiurkan. Namun Washington tahu betul bahwa rakyat Afghanistan, yang berjuang melawan pasukan NATO demi kebebasan mereka, tidak akan menyerahkan kedaulatan nasional mereka.”
Iran juga bereaksi terhadap komentar Trump. Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, mengutip pernyataan sebelumnya oleh Amir Khan Muttaqi, Menteri Luar Negeri Imarah Islam, mengatakan bahwa Imarah tidak bersedia menyerahkan wilayah Afghanistan kepada Amerika Serikat, lansir Tolo News (3/10/2025).
Ali Larijani menambahkan bahwa kehadiran AS di wilayah tersebut akan menghadapi perlawanan dan bahwa pengeboman serta kampanye militer di wilayah tersebut akan mematikan bagi tentara Amerika.
Ia berkata: “Mengapa mereka harus datang? Apa maksud mereka ingin merebut bandara Bagram? Menurut saya, masalah ini tidak akan mudah diselesaikan, dan juga akan merugikan rakyat Amerika sendiri. Rakyat Amerika harus memutuskan apakah mereka ingin terus-menerus mengadakan pemakaman untuk anak-anak mereka atau tidak. Jika mereka mau, biarkan mereka datang, menyerbu negara lain, dan berperang.”
Imarah Islam sejauh ini belum mengomentari pernyataan negara lain tentang pangkalan udara Bagram. Namun, sebelumnya, Fasihuddin Fitrat, Kepala Staf Kementerian Pertahanan, menanggapi pernyataan Trump, mengatakan bahwa kesepakatan apa pun atas “satu inci pun” tanah negara tidak dapat diterima.
Jamil Shirwani, seorang analis politik, juga mengatakan mengenai hal ini: “Mereka tidak akan datang dengan paksaan dan tekanan; mereka tidak memiliki kemampuan untuk datang, dan bahkan mereka sendiri tidak memiliki tuntutan untuk kembali memasuki Afghanistan secara militer.”
Sebelumnya, Cina juga bereaksi, menyatakan bahwa memicu ketegangan dan menciptakan konfrontasi di kawasan tidak mendapat dukungan publik. Lin Jian, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, menekankan bahwa negaranya menghormati kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas teritorial Afghanistan. (haninmazaya/arrahmah.id)