Kita hidup dalam suatu masa ketika musuh-musuh Allah Subhaanahu Wa Ta’ala menempati tanah-tanah muslim dan orang-orang kafir mendeklarasikan perang salib secara terbuka, mengharapkan kehancuran cahaya tauhid dan menegakkan kegelapan dari kesyirikan.
Dari satu tanah ke tanah yang lain, banyak orang-orang muslim yang terpengaruh dalam jalan yang terburuk sebagai akibat dari perang salib ini. Terdapat orang-orang yang berintegrasi dengan jalan hidup kufur (non Islam) dan mengadopsi semua tingkah laku dan kebiasaan-kebiasaan orang-orang kafir. Orang-orang tersebut telah melupakan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan hari perhitungan kelak. Mereka melupakan bahwa Allah mengetahui setiap perbuatan yang diniatkan oleh manusia dan mereka melupakan bahwa Dia Subhaanahu Wa Ta’ala mengambil penuh retribusi atas amalan-amalan mereka di hari pengadilan nanti.
Banyak yang melupakan Ma’iyyah Allah Subhaanahu Wa Ta’ala, mereka telah lupa untuk memohon bantuan dan pertolongan Allah, mereka mengkompromikan agama mereka dan menyatukan identitas mereka dalam rangka meminta bantuan dan pertolongan dari orang-orang kafir.
Insya Allah, dalam artikel singkat ini kita akan mempelajari topik al-Ma’iyyah (bantuan dan pertolongan dari Allah Yang Maha Kuasa) dari perspektif Al-Qur’an dan sunnah sesuai dengan pemahaman salaf dari ummat ini. Kita akan menyoroti realita dari Ma’iyyah, perbedaan klasifikasinya, hikmah dari ilmu ini dan pandangan-pandangan dari golongan-golongan yang menyimpang berkaitan dengan al-Ma’iyyah.
Al-Ma’iyyah artinya menolong seseorang baik secara fisik atau dengan ilmu. Ma’iyyah dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala akan hadir pada seseorang dimanapun dia berada mungkin saja terjadi, dengan ilmu-Nya bukan dengan fisik-Nya sendiri.
Tidak ada satu perbuatan pun, perkataan maupun pemikiran yang tersembunyi dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala, semua ciptaan-Nya ada dalam pengetahuan-Nya dan mengetahui apa saja yang mereka lakukan baik secara terbuka maupun tersembunyi (rahasia).
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an :
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hadiid, 57:4)
Al-Ma’iyyah ada 2 macam :
1. Al-Ma’iyyah al-‘Aammah, Allah Subhaanahu Wa Ta’ala bersama kamu dalam segala hal. Ma’iyyah secara umum (menyeluruh/kebersamaan dan dukungan) Allah Subhaanahu Wa Ta’ala tidak dibatasi oleh apapun terhadap manusia. Al-Ma’iyyah al-‘Aammah adalah bagi orang-orang muslim maupun orang-orang kafir. Pengetahuan terhadap Al-Ma’iyyah al-‘Aammah akan menjadikan seseorang menyadari bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berkuasa untuk melihat setiap perbuatan manusia baik yang nampak maupun yang tersembunyi tanpa adanya kesulitan sama sekali dan tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.
Pengetahuan ini akan menjadi sebuah peringatan kapan saja seseorng meniatkan untuk berbuat yang buruk atau mengatakan kata-kata buruk, dia akan menahan diri dari melakukan perbuatan-perbuatan mungkar karena Allah Subhaanahu Wa Ta’ala melihatnya tanpa lelah dan Dia Subhaanahu Wa Ta’ala mendengarkan apa-apa yang nampak maupuan tersembunyi tanpa ada kesulitan :
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hadiid, 57:4)
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Mujaadilah, 58:7)
2. Al-Ma’iyyah al-Khaasah, Allah Subhaanahu Wa Ta’ala bersama kamu dalam keadaan yang khusus. Ma’iyyah khusus dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala terbatas pada manusia yang khusus diantaranya orang-orang muslim. Allah memberikan kepada mereka pertolongan yang khusus. Al-Ma’iyyah al-Khaasah adalah spesifik karena tertuju bagi orang yang khusus/spesial, mereka adalah al-Anbiya’ (para Nabi), Auliyaa’ (Wali-wali Allah), Shiddiqqin (orang-orang benar), Muhsinuun (orang-orang berbuat kebajikan), Muttaqin (orang-orang yang takut kepada Allah) dan Shaabiriin (orang-orang teguh dalam beragama dan bersabar terhadap cobaan dari Allah).
Pengetahuan terhadap Ma’iyyah khusus dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala akan menjadikan seseorang ingin dekat dengan Rab-Nya. Itulah sebabnya berbagai bantuan atau dukungan tidaklah bermakna apa-apa kecuali kalau bantuan itu berawal dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Pengetahuan ini juga akan membuat seorang hamba lebih yakin (mempunyai keyakinan yang teguh) ketika ia berada di garis terdepan dalam berselisih dengan kekuataan bathil. Dia mengetahui bahwa tidak akan ada seorang pun yang dapat membahayakannya secara fisik maupun secara intelektual karena dia memiliki Allah Subhaanahu Wa Ta’ala yang berada di sisinya.
“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhoi. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. An Nisaa’, 4:108)
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An Nahl, 16:128)
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” QS. At-Taubah, 9:40)
Telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi Salallahu Alaihi Wasallam bersabda,
“Allah berfirman: “Aku sebagaimana yang hamba-Ku pikirkan tentang Aku (yaitu Aku mampu melakukan apapun untuknya berdasarkan apa yang dia pikirkan Aku bisa melakukannya untuk dirinya) dan Aku bersamanya jika dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku tatkala sendiri, Aku juga mengingatnya bersama dengan Diriku, dan jika dia mengingat-Ku tatkala dalam sebuah jama’ah maka Aku mengingatnya bersama dengan sebuah jama’ah yang lebih baik daripada mereka, dan jika dia mendatangi-Ku satu jengkal untuk mendekat kepada-Ku maka Aku mendatanginya satu hasta mendekatinya dan jika dia mendatangi-Ku satu hasta mendekat pada-Ku maka aku mendatanginya hingga berjarak dua rentangan tangan dengannya, jika dia mendatangi-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” (diriwayatkan dalam Shohih Muslim dan al-Bukhori, Kitab Ut-Tauhid, Vol. 9,. Buku 93, No. 502)
Seperti pengobatan yang spesial bagi orang yang spesial, Allah Subhaanahu Wa Ta’ala turun hingga lapisan langit yang pertama. Hal ini didukung oleh hadits dimana Rasulullah Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam bersabda :
“Tuhan kita turun di setiap malam hingga langit yang terbawah ketika pada 1/3 malam terakhir dan berfirman : “Siapa yang memohon kepada-Ku maka Aku akan menjawabnya, siapa yang meminta ampunan dari-Ku maka Aku akan mengampuninya.” (Shohih Muslim dan al-Bukhori)
Ini tidak ditujukan bagi setiap orang. Orang-orang yang tidak mendapatkan ini adalah orang yang durhaka, pelaku dosa dan tersesat yaitu orang-orang yang tidak meminta bantuan, pertolongan, petunjuk dan rahmat dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala semata. Ma’iyyah spesifik ini juga untuk jama’ah yang spesifik yang terdiri dari orang-orang yang memiliki kualitas spesial yaitu orang-orang yang memohon ampunan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan menggunakan waktu malamnya untuk mengingat-Nya.
Bagaimana Pandangan-pandangan kelompok-kelompok yang menyimpang (Sesat) Berkaitan dengan Ma’iyyah Allah?
Membaca ayat ini (QS. Al-Hadid, 57:4), “Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.” Kelompok yang menyimpang seperti Jahamis dan Ash’aris menyimpulkan bahwa Allah ada dimana-mana. Mereka salah memahami arti dari Ma’iyyah dan mengklaim bahwa itu bersama dalam artian kebersamaan secara fisik bukan ilmu. Pemahaman salaf (yaitu shahabat) mereka kesampingkan dan sulit mereka terima, mereka lebih mengutamakan prinsip-prinsip rasional yang mereka tetapkan sendiri. Mereka percaya bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala ada dimana-mana kecuali di toilet (hanya wilayah ini yang mereka bersihkan, dimana Allah tidak berdiam di sana).
Kelompok Maturidis (golongan menyimpang/sesat dari jalan salaf), mengambil sebuah perbedaan dalam memahami ma’iyyah Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Tidak seperti Ash’aris dan Jahamis, mereka tidak berargumen berkaitan dengan ma’iyyah Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Mereka mengatakan bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala bersama kamu dimana saja kamu berada dengan jalan yang Dia Subhaanahu Wa Ta’ala inginkan. Bisa dengan diri-Nya atau dengan ilmu-Nya, akan tetapi tidak dengan fisik, adapun jika Dia Subhaanahu Wa Ta’ala memutuskan bersama dengan kamu secara fisik maka pasti Dia lakukan. Dalam referensi ayat, “Allah bersama kamu.” Golongan Maturidis berkomentar bahwa itu pilihan bagi Allah Subhaanahu Wa Ta’ala bagaimana Dia memutuskan bersama kita. Oleh karenanya, mereka dalam menggunakan Tauhid yaitu mereka tidak mengambil sebuah pendirian atas persoalan tersebut, jadi kesimpulannya mereka mencari jalan keluar tanpa mengambil pendirian yang definitif terhadap subyek masalah.
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah mengimani bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berkuasa untuk melakukan apa saja yang Dia sukai. Jika Allah memutuskan bersama dengan ciptaan-Nya secara fisik maka itu hal yang mudah bagi-Nya. Bagaimanapun Allah Subhaanahu Wa Ta’ala tidak bersama ciptaan-Nya dalam jalan ini, karena Dia Subhaanahu Wa Ta’ala berada di atas langit yang ke-7, di atas ‘Arsy-Nya, jauh dari ciptaan-ciptaan-Nya.
Jahm bin Safwaan tidak mengimani bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berada di atas langit dan di atas “Arsy-Nya. Ini disebabkan karena dia berkesimpulan bahwa keimanan ini akan memberikan pemikiran bahwa Allah berada di tempat yang spesifik/khusus dan terpaut oleh jarak. Karenanya alternatif bagi-Nya untuk diimani satu-satunya yaitu Allah Subhaanahu Wa Ta’ala ada dimana-mana. Pandangan seperti ini juga ditegakkan oleh golongan Mu’tazilah (rasionalis). Mu’tazilah juga memiliki sebuah problem dengan hadits dimana Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Tuhan kita turun di setiap malam ke langit yang terendah ketika 1/3 malam yang tersisa dan berfirman : “Siapa yang memohon kepada-Ku maka akan Aku jawab/kabulkan. Siapa yang meminta ampunan-Ku maka Aku akan mengampuni-Nya.” (Shohih Muslim dan Al-Bukhori))
Mu’tazilah mengklaim bahwa jika Allah Subhaanahu Wa Ta’ala turun ke langit yang terbawah pada malam hari pada satu wilayah maka tidak akan ada satu wilayah pun bagi manusia-manusia yang masih berada di siang hari, padahal di bumi ini jika malam datang pada satu bagian bumi, maka bagian bumi yang lain adalah siang hari. Ini adalah sebuah pemikiran yang sangat menyimpang dan kesimpulan rasional yang salah. Mu’tazilah membuat 2 kesalahan, yang pertama, mereka membuat hukum atas Allah Subhaanahu Wa Ta’ala yaitu apakah Dia Subhaanahu Wa Ta’ala dapat dan tidak dapat melakukan-Nya. Kedua, mereka membuat kesimpulan logika dari hadits. Seharusnya tatkala mereka mendapat informasi dari hadits bahwa ditegaskannya tentang turunnya Allah Subhaanahu Wa Ta’ala, mereka langsung mengimaninya tanpa membuat kesimpulan secara logika atau penjelasan tentang cara Allah Subhaanahu Wa Ta’ala melakukan-Nya.
Apa Dalil yang Mengatakan bahwa Allah Bersama Kita dengan Ilmu-Nya dan Bukan Dengan Keberadaan Fisik-Nya?
Kata Ma’a (bersama) telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits baik secara khusus maupun secara umum.
Ayat-ayat dan hadits yang berhubungan dengan ma’iyyah secara umum selalu menunjukkan referensi pada ilmu Allah Subhaanahu Wa Ta’ala di awal dan di akhir dari ayat,
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa : kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hadid, 57:4)
Ayat ini dimulai dengan menunjuk pada ilmu Allah Subhaanahu Wa Ta’ala, “Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam … “ dan diakhiri dengan menunjuk pada ilmu Allah Subhaanahu Wa Ta’ala pula, “…Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berada di atas ‘Arsy-Nya (tanpa mengatakan bagaimana/bilaa kaif) dan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala tidak bersama ciptaan-Nya (mahluk-Nya) secara fisik, akan tetapi dengan ilmu-Nya. Ayat ini juga menjelaskan kata ma’iyyah hanya memiliki 1 arti yaitu Allah bersama kita dengan ilmu-Nya dan kita tidak seharusnya menyesatkan dengan memberikan alternatif makna seperti Ash’aris dan Jahm bin Safwaan serta pengikut-pengikutnya.
Tidak semua kasus ma’iyyah Allah ditujukan atas setiap orang. Dalam banyak kasus Allah Subhaanahu Wa Ta’ala secara khusus bersama dengan orang-orang tertentu dan memberikan kepada mereka bantuan/pertolongan-Nya. Dalam ayat berikut ma’iyyah Allah Subhaanahu Wa Ta’ala khusus kepada Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam dan Abu Bakar Radliallahu Anhu,
“Janganlah bersedih (atau takut), sesungguhnya Allah bersama dengan kita.” (QS. At-Taubah, 9:40).
Dalam ayat ini, ma’iyyah (pertolongan) Allah Subhaanahu Wa Ta’ala khusus kepada Nabi Musa Alaihi Salam dan Haarun Alaihi Salam :
“Allah berfirman: “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.” (QS. Thaaha, 20:46)
Dalam ayat ini ma’iyyah khusus kepada orang-orang yang berbuat baik :
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An Nahl, 16:128)
Imam Ibnul Qayyam (rh) berkata : “Pertolongan Allah ada 2 macam yaitu ‘aammah (secara umum) dan khassah (khusus), dan Al-Qur’an telah menyediakan bukti-bukti/dalil atas keduanya.”
Imam Haafidz Ibn Rajab al-Hambali (rh) berkata: “Pertolongan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala kepada hamba-Nya yang tho’at dan patuh adalah bersifat khusus (khassah). Dia Subhaanahu Wa Ta’ala bersama dengan orang-orang yang bertaqwa (takut kepada Allah) dan bersama dengan muhsinuun (orang-orang yang berbuat kebajikan).”
Ma’iyyah ‘aammah (secara umum) adalah peringatan bagi ummat bahwa Allah mengetahui secara penuh atas apa yang mereka lakukan dengan ilmu-Nya dan Dia berkapasitas untuk menghukum mereka atas apa yang telah mereka perbuat. Ma’iyyah khassah (khusus) memerlukan pemahaman yang baik dan amalan yang diridhoi-Nya karena hal ini berhubungan dengan perlindungan dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Pengetahuan bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala akan secara khusus membantu hamba-Nya akan memberikan keyakinan dalam berjuang karena Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radliallahu Anhu bahwa Nabi bersabda,
“Allah berfirman : “Aku sebagaimana yang hamba-Ku pikirkan (persangkakan) terhadap-Ku (yaitu Aku mampu melakukan untuknya apa yang dia pikirkan/persangkakan Aku bisa melakukan untuknya) dan Aku bersamanya jika dia mengingat-Ku.” (Al-Bukhori dan Muslim)
Hadits yang dilaporkan oleh Abu Hurairah Radliallahu Anhu secara eksplisit menjelaskan bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala bersama dengan hamba-Nya ketika mereka mengingat-Nya. Ketika Allah Subhaanahu Wa Ta’ala bersama dengan hamba-nya, maka Dia Subhaanahu Wa Ta’ala akan melimpahkan kepada mereka kasih sayang, pertolongan dan bantuan. Pengetahuan akan kasih sayang dan bantuan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berarti bahwa seorang hamba seharusnya menunjukkan respek (perhatian) dan rasa syukur yang besar kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala atas kasih sayang dan pertolongan-Nya.
Dari tafsir Ibnu ‘Abbas Radliallahu Anhu berkaitan dengan surat Al Hadid ayat 4, dapat kita simak bahwa ayat tersebut berbicara tentang Allah yang bersama hamba-Nya dengan ilmu-Nya. Menyimpulkan bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala ada dimana-mana dengan membaca bagian ayat dimana Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman, “Dan Dia bersama dengan kamu” adalah interpretasi yang salah, sebab bagian dari ayat ini menunjuk pada ilmu dan pertolongan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Jika seseorang mempelajari ayat tersebut, maka akan didapatkan bahwa ayat tersebut dimulai dengan menyatakan bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala istawaa (di atas) ‘arsy-Nya.
Dalam referensi ayat yang berbunyi :
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Mujaadilah, 58:7)
Ad-Dahaak Ibn Muzahim (dari Taabi’iin, meninggal 150 H) berkata : “Dia Subhaanahu Wa Ta’ala di atas ‘arsy-Nya dan bersama dengan mereka dengan ilmu-Nya dimana saja mereka berada.” (dilaporkan dalam penjelasannya atas surat 57:7)
Muqoatil Ibnu Hayan (meninggal 150 H) berkata : “Dia Subhaanahu Wa Ta’ala berada di atas ‘arsy-Nya dan tidak ada sesuatupun yang tidak Dia ketahui tentangnya.” (dilaporkan dalam komentarnya atas surat 58:7)
Nooh Ibn Abii Maryam berkata bahwa ketika dia pergi mengunjungi Imaam Abu Hanifah (rh), ketika itu ada seorang wanita dari Tirmiz menggunakan lisan Jahm bin Safwaan dan dia memiliki pengikut kurang lebihnya 10.000 orang yang sedang memasuki kufa. Dia (wanita tersebut) pergi menemui Imaam Abu Hanifah (karena mendengar kedudukannya sebagai seorang yang ‘aalim), orang yang dikenal sangat masyhur, wanita tersebut bermaksud untuk berdebat dengan beliau. Wanita itu bertanya kepada Abu Hanifah, “Dimanakah Allah (Tuhan) yang kamu sembah itu?” Imaam Abu Hanifah tidak menjawab pertanyaan tersebut. Setelah 7 hari Beliau baru menjawab, “Allah berada di langit, di atas bumi.” Wanita itu kemudian bertanya, “Kenapa Allah berfirman, “Allah bersama dengan kamu?” Atas pertanyaan ini Imaam Abu Hanifah menjawab, “Ini seperti halnya seseorang yang menulis surat yang mengatakan, “Aku bersama dengan kamu”, kepada orang lain walaupun yang menerima itu jaraknya jauh (Imaam Baihaqi (rh) yang tertulis dalam Kitaab Baihaqi dalam Bab Asma’ was Sifaat).
Dari kejadian ini kita dapat mempelajari bahwa imam besar seperti Abu Hanifah (rh) tidak mengimani bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berada dimana-mana, akan tetapi beliau mengimani bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berada di atas dan di atas bumi.
Salaf tidak datang untuk menyimpulkan bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala bersama dengan mereka dengan ta’wil (Interpretasi), akan tetapi mereka melakukannya dengan pemahamannya yang tertulis dari ayat bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala bersama dengan mereka dengan ilmu-Nya. Ma’iyyah tidak membutuhkan arti dukungan/pertolongan atau kesadaran yang harus dengan keberadaan secara fisik seperti seseorang yang membantu masalah orang lain atau menolong orang lain yang berlainan Negara.
Seorang laki-laki yang dipanggil dengan nama Me’dan bertanya kepada Sufyaan ath-Thauri (meninggal 161 H) mengenai ayat yang berbunyi, “Allah bersama dengan kamu.” Sufyan ath-Thauri menjawab, “Dia bersama dengan kamu dengan ilmu-Nya dimana saja kamu berada.” (dilaporkan oleh Ahmad, Ibn Qudaamah, al Baihaqi, dan al Bukhori dalam Bab Khalq ul-Ibaad)
‘Abdullah ibn Imaam Ahmad (rh) berkata, “Ayahku mengatakan kepadaku bahwa Suraij bin Numan berkata bahwa ‘Abdullah anak laki-laki dari Naafi’ berkata, “Imam Malik bin Anas (meninggal 179 H) berkata, “Barangsiapa yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah diciptakan (buatan manusia) atau ciptaan itu akan terkalahkan maka dia akan dihukum sampai mati, Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berada di atas langit akan tetapi ilmu-Nya ada dimana-mana.” (dilaporkan oleh ‘Abdullah bin Imaam Ahmad. Kutipan tersebut juga dilaporkan oleh Abu Dawud, Qodi Iyaad (Tartiil bil Madaarik), Ibnu Taimiyyah (Majmu’ al-Fataa-wa) dan Imam Ad-Dhahabi dalam Kitab Ul-‘Ulum).
Arti dari pernyataan Imaam Malik (rh) adalah bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala secara fisik ada di atas langit dan mengetahui tentang segala sesuatu dimanapun juga.
Ahmad bin Mansuur mendengar Naim bin Hammad ul-Khuzai (meninggal 228 H) berkata berkaitan dengan ayat, “Dan Dia bersama dengan kamu (dengan ilmu-Nya) dimana saja kamu berada.” Artinya, “Tidak ada sesuatupun yang Allah tidak ketahui dengan ilmu-Nya, apakah kamu tidak mendengar ketika Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman, “Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.” Itu artinya tidak ada sesuatupun yang tersembunyi atau dapat disembunyikan dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Tidak ada seorangpun dari salaf yang mengatakan bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala bersama dengan mereka secara fisik, Allah Subhaanahu Wa Ta’ala ada di atas ‘arsy-Nya dan bersama mereka dengan ilmu-Nya, melihat dan mendengar.” (dilaporkan oleh Imaam ibn Bata al-Akburi dalam Kitab Al-Ibaanah, Imaam Adh-Dhahabi dalam Kitab Ul-‘Ulum hal. 126, Ibnu Qayyim dan Imam Az-Zarkali)
Ishaq bin Rahaway (rh) berkata berkaitan dengan firman Allah Subhaanahu Wa Ta’ala : “Dan Dia bersama dengan kamu (dengan ilmu-Nya) dimana saja kamu berada” yaitu “Dimanapun kamu, Allah sangat dekat denganmu melebihi urat lehermu dan (Dia Subhaanahu Wa Ta’ala secara fisik) jauh dari semua ciptaan-ciptaan-Nya.”
Dari kutipan Ishaaq bin Rahaway (rh) tersebut kita dapat mengetahui bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berjarak dari semua ciptaan-ciptaan-Nya dan ‘arsy (singgasana) adalah ciptaan yang terbesar dan tertinggi, adapun Allah Subhaanahu Wa Ta’ala duduk di atas singgasana-Nya (dengan cara dimana Allah Subhaanahu Wa Ta’ala tetap berjarak darinya).
Seorang laki-laki bertanya, “Wahai Ahmad! Kami mendengar seorang laki-laki berkata bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala bersama dengan kita (secara fisik) kapan saja, jika ada 3 orang di antara kita, Allah Subhaanahu Wa Ta’ala yang keempatnya.” Imam Ahmad menjawab, “Laki-laki ini menjadi jahamis, mereka mengambil bagian terakhir dari ayat dan meninggalkan ayat di bagian awal dimana Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman, “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? (QS. Al-Mujadilah, 58:7) dan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf, 50:16) Surat 58:17 berbicara tentang ilmu Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dari awal hingga akhir. Ilmu-Nya mengetahui tentang segala sesuatu. Dan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala di atas langit tanpa ada jarak, tanpa tergambarkan bagaimana.”
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Ahlus Sunnah mengimani Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berada di atas langit, istawaa (di atas) singgasana/’Arsy-Nya, dengan berjarak dari ciptaan-ciptaan-Nya (dan ‘Arsy adalah ciptaan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala). Allah Subhaanahu Wa Ta’ala juga turun ke langit yang terbawah di bagian terakhir dari malam, karenanya ma’iyyah khusus bagi orang-orang yang memohon kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Turunnya Allah Subhaanahu Wa Ta’ala adalah persoalan aqidah, yang mana seseorang seharusnya mengimaninya tanpa berkomentar atau mengatakan “bagaimana?”
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala bersama dengan ciptaan-Nya dengan melihat, mendengar dan dengan ilmu-Nya akan tetapi tidak secara fisik. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala bersama dengan semua ciptaan-ciptaan-Nya secara umum, melihat dan memperhatikan mereka. Seseorang seharusnya menjadikan ini sebagai peringatan bahwa tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan di hari pengadilan nanti dia akan mempertanggungjawabkan semua amal-amalnya.
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala secara spesifik bersama dengan orang-orang yang sholeh yang mencari keridho’an Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan Allah menanggapinya dengan menyediakan kepada mereka pertolongan, ampunan, berkah dan kebaikan.
Wallahu’alam bis showab!
Sumber: Almuhajirun