WASHINGTON (Arrahmah.id) — Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyerukan agar Gaza dijadikan “zona kebebasan”, dan menilai wilayah tersebut telah lama berada dalam kondisi yang menyedihkan.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam wawancara eksklusif dengan saluran Fox News pada Jumat (16/5), sebagaimana dilansir dari Aljazeera.net. Trump menggambarkan Gaza sebagai wilayah yang terus-menerus dilanda konflik dan penderitaan. “Gaza adalah tempat yang buruk, dan sudah demikian selama bertahun-tahun. Saya pikir Gaza seharusnya menjadi zona kebebasan, seperti yang saya sebut. Situasinya tidak berjalan baik… setiap sepuluh tahun, semuanya kembali terulang. Hamas tetap ada, dan orang-orang terbunuh di mana-mana,” ungkap Trump.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa rakyat Gaza mencintai tanah mereka dan ingin tetap hidup di wilayah Timur Tengah. “Mereka tidak harus pergi ke Swedia atau Jerman. Mereka bisa memiliki tanah air di kawasan ini,” katanya.
Trump juga menyebut bahwa para pemimpin tiga negara Teluk yang ia temui dalam kunjungan terakhirnya menyampaikan komitmen untuk membantu rakyat Gaza. “Salah satu dari tiga pemimpin besar itu berkata kepada saya, ‘Tolong bantu rakyat Palestina, mereka kelaparan.’ Saya jawab bahwa kami telah mulai bekerja untuk membantu rakyat Gaza,” ujar Trump.
Netanyahu dan Bayang-Bayang 7 Oktober
Dalam wawancara yang sama, Trump juga menanggapi pertanyaan tentang hubungannya dengan Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu. Ia mengakui bahwa Netanyahu kini berada dalam situasi yang rumit, terutama sejak pecahnya serangan 7 Oktober.
“Kita harus ingat bahwa ada peristiwa 7 Oktober yang tidak akan dilupakan oleh siapa pun,” tegas Trump.
Menurutnya, jika ia masih menjabat sebagai Presiden AS, serangan tersebut tidak akan terjadi dan Iran tidak akan mampu memberikan dukungan dana serta senjata kepada Hamas. Ia juga meragukan apakah Netanyahu mampu menandatangani kesepakatan pertukaran tawanan.
“Kita akan segera tahu apakah dia bisa atau tidak. Para tawanan Israel di Gaza dalam kondisi yang tidak baik, meskipun sebagian dari mereka lebih baik dari yang lain,” ujarnya.
Meski menyatakan dukungan terhadap pembebasan tawanan, Trump juga menekankan bahwa rakyat Gaza saat ini hidup dalam kelaparan yang parah dan harus segera dibantu. “Kita perlu membantu mereka,” tambahnya.
“Israel” Lanjutkan Genosida, Abaikan Seruan Dunia
Sejak 7 Oktober 2023, “Israel” terus melancarkan agresi brutal terhadap rakyat Gaza, mencakup pembunuhan massal, penghancuran infrastruktur, pemaksaan kelaparan, serta pengusiran paksa. Tindakan-tindakan ini dilakukan dengan mengabaikan semua seruan internasional dan bahkan perintah Mahkamah Internasional untuk menghentikan serangan.
Dilansir dari Aljazeera.net, pada awal Maret lalu, tahap pertama dari kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tawanan antara Hamas dan “Israel”—yang dimulai pada 19 Januari 2025 melalui mediasi Mesir dan Qatar dengan dukungan AS—telah berakhir.
Walau Hamas telah memenuhi seluruh isi kesepakatan tahap pertama, Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu—yang kini menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional—menolak memulai tahap kedua, demi menyenangkan kelompok-kelompok ekstremis dalam koalisi pemerintahannya, sebagaimana dilaporkan oleh media “Israel”.
(Samirmusa/arrahmah.id)