LONDON (Arrahmah.id) – 600 ahli hukum telah menandatangani sebuah surat terbuka kepada Perdana Menteri, Rishi Sunak, yang menyatakan bahwa pemerintah Inggris beresiko melanggar hukum internasional jika terus melanjutkan ekspor senjata ke “Israel”.
Mereka memperingatkan bahwa Inggris secara hukum berkewajiban untuk bertindak untuk mencegah genosida, setelah Mahkamah Internasional menyatakan bahwa “masuk akal” bahwa tindakan “Israel” dapat dianggap sebagai niat untuk menghancurkan, baik secara keseluruhan maupun sebagian, suatu kelompok bangsa, etnis, ras atau agama, lansir MEMO (4/4/2024).
Pesan utama dari surat setebal 17 halaman yang ditandatangani oleh tiga mantan hakim agung ini menekankan perlunya Inggris mengatasi situasi mengerikan di Gaza, yang disorot oleh putusan sementara Mahkamah Internasional yang mengindikasikan adanya ancaman genosida yang kredibel terhadap warga Palestina.
Selain itu, surat tersebut juga mengkritik para menteri pemerintah yang tidak memenuhi kewajiban hukum internasional mereka terkait penjualan senjata kepada “Israel” dan penghentian bantuan kepada badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), yang menurut “Israel” memiliki hubungan dengan Hamas.
“Israel” telah berulang kali menyamakan staf UNRWA dengan anggota Hamas dalam upaya mendiskreditkan mereka, tanpa memberikan bukti atas klaim tersebut, sementara melobi keras agar UNRWA ditutup karena UNRWA adalah satu-satunya badan PBB yang memiliki mandat khusus untuk mengurus kebutuhan dasar para pengungsi Palestina.
Jika badan tersebut tidak ada lagi, demikian argumen “Israel”, maka masalah pengungsi seharusnya tidak ada lagi, dan hak yang sah bagi para pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah air mereka tidak diperlukan lagi.
“Israel” telah menolak hak untuk kembali ke tanah air mereka sejak akhir tahun 1940-an, meskipun keanggotaannya di PBB dibuat dengan syarat bahwa para pengungsi Palestina diizinkan untuk kembali ke rumah dan tanah mereka.
Surat itu menyatakan: “Meskipun kami menyambut baik seruan yang semakin kuat dari pemerintah Anda untuk penghentian pertempuran dan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza tanpa halangan, namun pada saat yang sama melanjutkan (untuk mengambil dua contoh yang mencolok) penjualan senjata dan sistem persenjataan kepada “Israel” dan mempertahankan ancaman penangguhan bantuan Inggris kepada UNWRA sangat jauh dari kewajiban pemerintah Anda di bawah hukum internasional.”
Tekanan yang semakin meningkat terhadap Perdana Menteri untuk menghentikan penjualan senjata ke “Israel” menyusul tewasnya tujuh pekerja bantuan di Gaza akibat serangan udara “Israel” pada Senin. Di antara para korban adalah warga negara Inggris John Chapman, James “Jim” Henderson dan James Kirby, yang berusia 47 tahun.
Surat tersebut menambahkan, “Inggris harus segera mengambil tindakan untuk mengakhiri melalui cara-cara yang sah tindakan yang menimbulkan risiko genosida yang serius.”
“Kegagalan untuk mematuhi kewajibannya sendiri di bawah Konvensi Genosida untuk mengambil ‘semua tindakan untuk mencegah genosida yang berada dalam kekuasaannya’ akan menimbulkan tanggung jawab negara Inggris untuk melakukan kesalahan internasional.”
Para penandatangan surat tersebut termasuk mantan hakim Mahkamah Agung Lord Sumption dan Lord Wilson, mantan Hakim Banding Sir Stephen Sedley, Sir Alan Moses, Sir Anthony Hooper dan Sir Richard Aikens, serta mantan Ketua Bar of England and Wales, Matthias Kelly, KC.
Sejak 2015, Inggris telah memberikan lisensi senjata senilai £487 juta ($617 juta) kepada “Israel”. Namun, ini tidak termasuk peralatan yang diekspor melalui lisensi terbuka. Secara khusus, 15 persen dari nilai setiap pesawat tempur F-35 buatan Amerika Serikat, yang digunakan “Israel” untuk mengebom Gaza, dibuat di Inggris, yang ekspornya dilindungi oleh lisensi terbuka tanpa batasan jumlah atau nilai ekspor. Campaign Against Arms Trade memperkirakan secara konservatif bahwa pengerjaan 36 pesawat F-35 yang diekspor ke Israel hingga tahun 2023 telah bernilai setidaknya £368 juta ($466 juta) bagi industri senjata Inggris.
“Israel” telah melancarkan serangan militer yang mematikan di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas pada tanggal 7 Oktober oleh kelompok Palestina, Hamas, yang menewaskan kurang dari 1.200 orang.
Namun, sejak saat itu, Haaretz mengungkapkan bahwa helikopter dan tank-tank tentara “Israel” telah membunuh banyak dari 1.139 tentara dan warga sipil yang diklaim oleh “Israel” sebagai korban tewas dari pihak Perlawanan Palestina.
Lebih dari 33.000 warga Palestina telah terbunuh dan 75.500 lainnya terluka di tengah-tengah penghancuran massal dan kekurangan kebutuhan. (haninmazaya/arrahmah.id)