RIYADH (Arrahmah.id) — Pemerintah Arab Saudi didesak untuk membebaskan ulama Sheikh Salman al Awda yang telah mendekam di penjara selama hampir tujuh tahun. Desakan ini disampaikan oleh kelompok hak asasi manusia (HAM) Amnesty International.
Dalam sebuah pernyataan, organisasi tersebut mengatakan Salman al-Awda (68) telah menghabiskan bertahun-tahun di dalam sel isolasi, yang menyebabkan kesehatannya memburuk.
Menurut Amnesty, penglihatan dan pendengarannya telah berkurang setengahnya.
Kelompok HAM itu mengatakan Salman al-Awda ditangkap tanpa surat perintah hanya beberapa jam setelah dia mengunggah tweet yang menyerukan diakhirinya pertikaian antara Arab Saudi dan Qatar di tengah krisis diplomatik kala itu.
Amnesty juga telah lama berpendapat bahwa persidangannya di Pengadilan Pidana Khusus dinodai dengan pelanggaran mencolok dan bukan persidangan yang adil, dengan mencatat bahwa dia didakwa dengan 37 tuduhan.
Para aktivis telah menghabiskan waktu bertahun-tahun berkampanye di media sosial untuk pembebasannya, namun Amnesty International menyoroti bahwa Jaksa Penuntut Umum telah meminta hukuman mati terhadapnya sejak Juli 2021, yang semakin memicu kekhawatiran.
Kelompok HAM itu juga telah membunyikan peringatan atas tindakan pihak berwenang yang membatasi keluarga Salman al-Awda, termasuk melarang mereka bepergian.
Menurut laporan The New Arab (22/5/2025), Salman al-Awda telah menjadi sasaran penyiksaan psikologis, kurang tidur, dan dilarang berbicara dengan keluarganya. Dia hanya diizinkan menelepon keluarganya sebulan setelah penahanannya, imbuh laporan tersebut.
Amnesty International menyoroti bahwa tuduhan terhadapnya tidak jelas, yang mencakup penghasutan opini publik, mengkritik kebijakan negara, dan menerbitkan konten yang “menimbulkan perselisihan”, tuduhan yang oleh para pegiat HAM telah dikecam sebagai kampanye yang lebih luas untuk menekan kebebasan berekspresi.
Amnesty International meminta Arab Saudi untuk segera mengakhiri kurungan isolasi Salman al-Awda, memberinya akses ke perawatan medis, dan menjamin haknya untuk mendapatkan pengadilan yang adil.
Pada tahun 2020, rekaman dari ulama terkemuka itu terdengar dari dalam penjara Arab Saudi untuk pertama kalinya sejak penangkapannya.
Rekaman itu adalah panggilan telepon antara Salman al-Awda dan ibu serta putrinya, di mana dia berkata: “Saya baik-baik saja, Alhamdulillah,” dan melanjutkan pembahasan tentang Ramadan di bawah karantina wilayah akibat Virus Corona.
Para aktivis pada saat itu mengatakan bahwa kegigihan ulama tersebut untuk berbasa-basi mungkin disebabkan oleh panggilan telepon yang dipantau oleh otoritas penjara.
Kelompok HAM mengatakan bahwa persidangan tersebut merupakan pembalasan politik terhadap Salman al-Awda, seorang tokoh terkemuka dalam gerakan Islam tahun 1990-an yang terkait dengan Ikhwanul Muslimin.
Dia telah menulis ratusan artikel tentang hukum Islam sekaligus merangkul modernitas dan demokrasi.
Pada tahun 2021, kelompok hak asasi Al Qst mengatakan bahwa Salman al-Awda menghadiri sesi persidangan, dan keluarganya diberi tahu bahwa sidang lanjutan akan diadakan, tetapi tidak ada yang dijadwalkan, dan persidangan masih tertunda. Pemerintah Arab Saudi belum berkomentar atas desakan Amnesty International untuk membebaskan Salman al-Awda. (hanoum/arrahmah.id)