GAZA (Arrahmah.id) – Menurut laporan jurnalis Al Jazeera, Elias Karam, keputusan “Israel” untuk melanjutkan serangan ke Gaza bukanlah langkah mendadak. Persiapan dan perencanaan sudah dilakukan selama beberapa hari di tingkat politik dan militer.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menggelar pertemuan darurat dengan para pemimpin keamanan di markas Kementerian Pertahanan di Tel Aviv. Dalam pertemuan itu, keputusan akhir untuk kembali menyerang Gaza disetujui. Pagi ini, “Israel” melancarkan serangan udara besar-besaran yang hingga kini telah menewaskan hampir 400 orang dan melukai puluhan lainnya, berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan Gaza.
Karam menjelaskan bahwa kabinet perang “Israel” sudah membahas kemungkinan melanjutkan perang sejak Sabtu lalu. Hasilnya, Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yisrael Katz diberikan wewenang penuh untuk menentukan waktu serangan.
Target yang Sudah Ditetapkan
Sasaran utama “Israel” dalam serangan ini adalah tokoh-tokoh penting di Gaza, termasuk anggota komite darurat dan pejabat pemerintahan Palestina. Hal ini menunjukkan bahwa militer “Israel” telah menyusun daftar target jauh sebelum serangan dimulai, mengindikasikan bahwa rencana ini bukan sekadar reaksi spontan, melainkan telah disusun selama berminggu-minggu.
Sejak awal, “Israel” tampaknya ingin mencegah transisi ke fase kedua perjanjian gencatan senjata. Mereka mencoba memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan politik dan militer dengan meningkatkan ketegangan.
Serangan tidak hanya terbatas pada serangan udara. “Israel” juga memberi sinyal akan memperluas operasi militer dengan serangan artileri dan bahkan kemungkinan serangan darat. Saat ini, tiga brigade militer masih ditempatkan di sekitar Gaza, dan jika eskalasi terus berlanjut, mereka mungkin akan diperkuat dengan pasukan cadangan. Namun, tingkat mobilisasi pasukan cadangan “Israel” saat ini hanya 80% dari target, lebih rendah dibandingkan awal perang pada Oktober 2023 yang mencapai 130%.
Ke Mana Arah Konflik Ini?
Ada beberapa kemungkinan terkait seberapa jauh konflik ini akan berlanjut:
- Operasi terbatas – Serangan ini mungkin hanya berlangsung dalam waktu singkat sebagai tekanan terhadap kelompok perlawanan Palestina dan mediator. Tujuannya bisa jadi untuk mendorong kesepakatan baru dalam pertukaran tahanan atau memperpanjang fase pertama gencatan senjata.
- Perang besar – Ada juga kemungkinan bahwa situasi semakin memburuk dan “Israel” akhirnya memutuskan untuk melakukan invasi darat ke beberapa wilayah yang sebelumnya telah ditinggalkan pasukannya.
Di dalam negeri, tekanan terhadap pemerintah “Israel” semakin meningkat, terutama dari keluarga tawanan “Israel” di Gaza. Mereka mengkritik keras keputusan pemerintah, menuduhnya gagal mengamankan pembebasan tawanan dan justru mempertaruhkan nyawa mereka.
Di sisi politik, Netanyahu menghadapi tekanan besar. Mantan jenderal dan politisi oposisi Yair Golan menuduhnya sengaja memperpanjang perang demi menyelamatkan karier politiknya. Kritik ini juga diamini oleh beberapa pemimpin oposisi lain yang melihat perang ini sebagai alat Netanyahu untuk tetap berkuasa.
Sejak agresi dimulai pada 7 Oktober 2023, lebih dari 40.000 warga Gaza telah kehilangan nyawa mereka. Periode gencatan senjata sementara yang berlangsung 42 hari berakhir pada awal Maret 2025, tetapi “Israel” enggan melanjutkan ke fase berikutnya dari perjanjian tersebut. Akibatnya, perang kembali berkobar tanpa kejelasan kapan akan berakhir.
(Samirmusa/arrahmah.id)