Oleh Rosita
Pegiat Literasi
Tidak terasa sebentar lagi umat Islam akan melaksanakan hari raya Iduladha. Namun sayangnya, saat ini mereka masih dibayangi rasa cemas akibat masih tingginya penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak. Hal ini disampaikan Kepala Bidang (Kabid) kesehatan hewan (Keswan) dan kesehatan masyarakat veteriner (Kesmasvet) Kabupaten Bandung, Edi Kusno. Ia meyebutkan dari 16 Kecamatan, diduga sekitar 907 ekor ternak yang terdampak, 675 dinyatakan sembuh, 63 diantaranya layak potong bersyarat, 44 mati, dan 125 masih terkena penyakit.
Untuk itu, pihaknya bekerja sama dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Provinsi untuk menangani hal tersebut. Dengan disediakannya tempat pemeriksaan lalu lintas, setiap hewan yang datang dari luar kota akan diperiksa terlebih dahulu sampai keluar Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH). Karena ditahun 2025 ini akan ada peningkatan yakni dari 29.816 ekor hewan kurban menjadi 30.059. (Tribun Jabar.id, 29/4/2025)
Mengingat akan bahayanya, maka harus ada langkah antisipasi yang dilakukan secara maksimal. Pemerintah harus lebih ekstra dalam melakukan pencegahan, karena kejadian serupa hampir setiap tahun terus terulang terutama menjelang Iduladha. Selain menyediakan pemeriksaan lalu lintas hewan, pemerintah juga harus lebih berhati-hati dengan penerimaan impor ternak yang berasal dari negara yang belum terbebas dari PMK karena hal ini akan berpotensi menularkan.
Indonesia adalah penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, maka tak heran jika setiap menjelang Iduladha kebutuhan hewan kurban terutama sapi sangat meningkat tajam. Hal ini dimanfaatkan oleh pemerintah untuk membuka keran impor selebar-lebarnya guna memenuhi kebutuhan dalam negeri, importir pun tidak hanya dibatasi kepada BUMN tetapi juga swasta.
Dengan adanya kebijakan tersebut, dipastikan hewan kurban atau pun daging akan membanjiri pasar dalam negeri. Bukan hanya stok yang melimpah, kualitasnya pun akan semakin rentan terhadap penyebaran penyakit mulut dan kaki. Untuk itu negaea harus segera menanggulangi permasalahan ini secara komprehensif, bukan hanya mengejar kebutuhan hewan dan daging yang harus segera terpenuhi, akan tetapi harus juga mengutamakan keamanan, kesehatan, dan juga memiliki standar tegas terkait produk-produk yang masuk ke dalam negeri.
Selain itu, pembukaan keran impor juga akan berimbas kepada para peternak lokal, di mana mereka harus bersaing ketat dengan para importir yang menawarkan harga jauh lebih murah. Padahal kita ketahui bersama bahwa keberadaan mereka masih merintis dan belum berkembang pesat, karena masih terkendala dengan persoalan modal dan teknologi. Umumnya mereka merupakan pengusaha tradisional dengan jumlah kepemilikan hewan yang terbatas.
Belum tersolusikannya penyebaran penyakit mulut dan kaki terhadap hewan ini, menggambarkan lemahnya penanganan negara terhadap masalah yang terjadi di tengah masyarakat. Nampak jelas bahwa negara hanya mengejar kuantitas tanpa memperhatikan kualitas. Bukan mencari solusi bagaimana menyelesaikan persoalan dengan memberdayakan para peternak lokal, justru kebijakan yang diambil malah menguntungkan para pemilik modal atau para oligarki. Inilah gambaran negara yang menjunjung tinggi sistem kapitalis sekuler di mana penguasa hanya mampu menjembatani para pengusaha dengan pembeli, sementara aturan kemanfaatan yang diberlakukan bukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Padahal, seharusnya penguasa hadir untuk membuat langkah kongkrit dan maksimal dalam mencegah penularan PMK.
Penanganan masalah rakyat adalah tanggung jawab penuh penguasa, hal ini dapat diwujudkan hanya ketika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh. Penguasa tidak akan membuka keran impor jika peternak dalam negeri masih bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Jika masih kurang, keran impor bisa diberlakukan sementara waktu.
Sistem Islam memiliki program jelas supaya penularan PMK ini tidak terulang dan kebutuhan daging atau hewan menjelang hari raya bisa terpenuhi. Yaitu dengan mengoptimalkan pendidikan terkait peternakan dan sarana kemajuan teknologi sehingga kebutuhan dalam negeri tidak tergantung kepada negara lain yang nantinya bisa berimbas kepada para peternak dalam negeri, agar bisa maju dengan cepat.
Selain memberikan pengarahan kepada para peternak terkait kualitas teknologi, negara juga akan memberikan modal tanpa bunga kepada mereka melalui upaya kerja sama dengan para ahli dibidang peternakan. Adapun pembiayaan tersebut didapat dari kas negara yang salah satu sumbernya diperoleh dari pengelolaan sumber kekayaan alam secara mandiri.
Selain memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintah juga akan mengawasi dengan ketat tentang kesehatan binatang kurban dan memastikan tidak dalam keadaan sakit atau cacat. Karena syariat telah menetapkan syarat penyembelihan hewan kurban. Sebagaimana diungkap dalam hadis berikut : “Ada empat cacat yang tidak dibolehkan pada hewan kurban, yaitu (1) buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, (2) sakit dan tampak jelas sakitnya, (3) pincang dan tampak jelas pincangnya, (4) sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i)
Terpenuhinya hewan kurban sesuai syariat, para peternak tidak dirugikan karena diperhatikan penuh oleh negara, hanya bisa terwujud dalam naungan sebuah sistem kepemimpinan Islam, bukan yang lain. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim berkewajiban memperjuangkannya.
Wallahu a’lam bis shawab