JAKARTA (Arrahmah.id) – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mewacanakan akan membuka izin bagi dokter umum untuk melakukan operasi caesar, terutama di wilayah yang tidak memiliki dokter spesialis kandungan.
Pernyataan tersebut disampaikan Menkes Budi di Jakarta, Rabu (14/5/2025). Ia menyebutkan bahwa kebijakan ini akan disertai pelatihan khusus bagi dokter umum yang nantinya akan melakukan tindakan bedah persalinan.
“Langkah ini kami ambil karena di banyak daerah 3T tidak tersedia dokter spesialis kandungan. Dokter umum akan mendapatkan pelatihan pembedahan persalinan terlebih dahulu,” ujar Budi seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (15/5/2025).
Wacana ini langsung mendapat tanggapan keras dari Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI).
Ketua Umum POGI, Prof. Dr. dr. Yudi Mulyana Hidayat, Sp.O.G., Subsp.Onk., DMAS, M.Kes., menilai kebijakan tersebut berbahaya dan menurunkan standar kompetensi medis secara signifikan.
“Penurunan level kompetensi tindakan medis ke dokter umum ini merupakan wacana yang sangat membahayakan,” kata Yudi dalam pernyataan resminya, Rabu (14/5/2025).
Menurut POGI, setiap tindakan medis, apalagi yang bersifat bedah seperti seksio sesarea (operasi caesar), harus dilakukan oleh tenaga medis yang telah mendapatkan pelatihan dan memiliki kompetensi spesifik.
Operasi caesar merupakan prosedur invasif yang kompleks dan berisiko tinggi.
“Tindakan tersebut juga bertentangan dengan standar kompetensi global yang diakui oleh WHO, WFME, RCOG, dan ACOG,” tegas Yudi.
Yudi menilai bahwa memberikan wewenang kepada dokter umum untuk melakukan tindakan bedah tanpa pelatihan spesialis yang memadai dapat menimbulkan bahaya besar terhadap keselamatan pasien.
Ia juga mengkhawatirkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap sistem layanan kesehatan.
“Kualitas pelayanan kesehatan harus menjadi prioritas utama. Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi yang transparan dan terlibat dalam pengambilan keputusan,” ujar Yudi.
Berdasarkan data Maternal Perinatal Death Notification (MPDN) yang dikeluarkan POGI, mayoritas kematian ibu terjadi karena komplikasi yang sebenarnya bisa dicegah dengan penanganan oleh tenaga medis yang kompeten.
“Tidak hanya keterampilan teknis yang diperlukan, tapi juga pemahaman terhadap kompleksitas kasus dan manajemen risiko,” tambahnya.
Alih-alih menurunkan standar, POGI mendorong pemerintah untuk mengambil solusi alternatif yang lebih aman dan tetap menjaga kualitas layanan kesehatan ibu dan anak.
Berikut adalah sejumlah usulan resmi dari POGI:
- Pengembangan Program Pelatihan POGI menyarankan agar pemerintah mengembangkan program pelatihan dan pendidikan berkelanjutan bagi dokter umum yang ingin memperdalam pengetahuan di bidang obstetri dan ginekologi.
-
Peningkatan Akses terhadap Dokter Spesialis
“Pemerintah dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan spesialis obstetri, terutama di daerah 3T, dengan penyediaan insentif yang sesuai,” ujar Yudi.
- Pemanfaatan Telemedicine dan Supervisi Dalam kondisi darurat, teknologi telemedicine dapat digunakan untuk memberikan bimbingan jarak jauh dan supervisi kepada dokter umum, namun tetap dengan batasan wewenang yang jelas.
Yudi juga menekankan pentingnya keterlibatan seluruh pihak dalam merumuskan kebijakan kesehatan.
“Kami mengajak pemerintah, organisasi profesi, dan masyarakat untuk berdialog dan berkolaborasi merumuskan kebijakan yang menjamin keselamatan dan kualitas layanan,” ucapnya.
(ameera/arrahmah.id)