KABUL (Arrahmah.id) – Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Imarah Islam Afghanistan (IIA) telah memperingatkan bahwa pengenaan tarif 10% oleh Amerika Serikat terhadap barang-barang Afghanistan merupakan hambatan serius bagi pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Menurut kementerian, keputusan ini secara tidak proporsional merugikan rakyat Afghanistan, produsen kerajinan tangan, usaha kecil, dan pengusaha wanita.
Akhundzada Abdul Salam Jawad, juru bicara Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, telah mendesak pemerintah AS untuk mengadopsi pendekatan yang mendukung dan konstruktif dalam hubungan perdagangan dan ekspor dengan Afghanistan, lansir Tolo News (7/4/2025).
Jawad menyatakan: “Mengingat Afghanistan adalah negara berkembang dan rentan secara ekonomi, tekanan perdagangan seperti itu dapat menghambat kemajuan ekonominya. Afghanistan perlu mengimpor peralatan, perlengkapan, dan teknologi modern dari Amerika Serikat untuk pertumbuhan di berbagai sektor.”
Sementara itu, beberapa pakar ekonomi telah meminta pemerintahan Trump untuk mempertimbangkan kembali keputusan ini, dengan mengutip tantangan perdagangan global yang telah mempengaruhi Afghanistan.
Ismail Zadran, seorang analis ekonomi, mengatakan: “Keputusan ini secara langsung berdampak pada kami karena para pedagang, warga negara biasa, dan petani Afghanistan mengekspor produk-produk seperti buah-buahan kering dan karpet ke AS dan menjualnya dengan harga yang bagus. Dengan tarif baru ini, tidak diragukan lagi akan ada tekanan keuangan tambahan pada mereka.”
Abdul Ghafar Nezami, seorang pakar ekonomi lainnya, mengatakan: “Akan jauh lebih baik jika pendekatan yang lebih adil dilakukan terhadap Afghanistan. Negara ini seharusnya tidak ditempatkan di antara negara-negara yang dikenai tarif tinggi. Sayangnya, ini adalah kebijakan yang telah diadopsi terhadap Afghanistan.”
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Investasi Afghanistan juga menanggapi keputusan AS dengan mencatat bahwa, sebagai anggota Generalized System of Preferences (GSP) untuk negara-negara kurang berkembang, produk-produk Afghanistan sebelumnya diekspor ke AS dan Uni Eropa tanpa bea masuk. (haninmazaya/arrahmah.id)