GAZA (Arrahmah.id) – Upaya persenjataan terhadap para pemukim ‘Israel’ di Tepi Barat terus meningkat, dengan dukungan langsung dari dua menteri ekstrem kanan dalam pemerintahan ‘Israel’, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir.
Dukungan ini telah melahirkan milisi-milisi bersenjata yang melakukan aksi teror, pembunuhan, dan penghancuran terhadap warga Palestina. Akibatnya, sepuluh komunitas Palestina terpaksa mengungsi, sebagaimana diungkap dalam film dokumenter “Senjata yang Lepas Kendali” yang merupakan bagian dari seri “Perang atas Israel”.
Fenomena ini menjadikan persenjataan pemukim sebagai alat utama dalam proyek kolonisasi di wilayah pendudukan Tepi Barat. Rumah-rumah warga Palestina dibakar, ladang dihancurkan, dan puluhan hektar kebun zaitun serta pohon tin dilalap api.
Kesaksian dari warga Desa Qusra di selatan Nablus, desa yang dikepung oleh lima permukiman ‘Israel’ dari segala arah, mencatat antara 86 hingga 90 serangan pemukim sejak 2008, termasuk pembakaran lahan pertanian dan pembunuhan warga sipil.
Mantan kepala desa Qusra, Abdul Azim Wadi, menyatakan bahwa desa berpenduduk lebih dari 7.000 jiwa itu kini hidup dalam kepungan permukiman. Ia mengungkapkan bahwa 90 persen pemukim membawa senjata, sementara warga Palestina hidup tanpa alat pertahanan, tak berdaya menghadapi moncong senjata api.
Kehampaan Peran Otoritas Palestina
Situasi ini berdampak besar terhadap kehidupan warga Palestina, khususnya di pedesaan. Banyak warga mengeluhkan ketiadaan perlindungan dari Otoritas Palestina. Seorang ayah dari korban yang gugur mengatakan dengan getir, “Otoritas Palestina tidak punya peran sama sekali. Saat pemukim masuk, membakar, dan menghancurkan, tak ada seorang pun yang datang untuk melindungi kami.”
Sebagai respons atas kekosongan perlindungan itu, warga membentuk komite pertahanan rakyat di desa-desa mereka. Komite ini, menurut salah satu aktivis, berhasil “menangkap beberapa pemukim dan memberikan pelajaran yang tidak akan mereka lupakan seumur hidup.” Komite ini dinilai efektif dan terus bergerak untuk membela hak-hak hidup yang layak bagi warga desa Palestina.
Ancaman di Wilayah “C”
Tantangan terbesar justru berada di wilayah “C”, yang mencakup sekitar 60 persen dari seluruh wilayah Tepi Barat dan dihuni oleh lebih dari setengah juta pemukim ‘Israel’. Proyek kolonisasi ‘Israel’ bertujuan untuk menganeksasi wilayah ini sepenuhnya dan mengusir penduduk Palestina yang tinggal di dalamnya.
Sejumlah aktivis ‘Israel’ sendiri memperingatkan bahaya dari perkembangan ini. Mereka menyatakan bahwa ‘Israel’ telah berubah menjadi “pemerintahan fasis dan diktator”, dan bahwa sistem hukum yang berlaku di Tepi Barat menyerupai “apartheid” karena hukum yang berbeda diterapkan untuk warga Yahudi dan warga Palestina yang tinggal di wilayah yang sama.
Di sisi lain, warga Palestina menggambarkan situasi ini sebagai “perang agama” dan bahkan “perang eksistensial”. Mereka menegaskan bahwa perlawanan kini telah menjadi soal hidup atau mati, sebuah pertarungan untuk bertahan di tengah dukungan terbuka dari pemerintah ‘Israel’ terhadap aksi-aksi kekerasan bersenjata para pemukim terhadap rakyat Palestina. (zarahamala/arrahmah.id)