JAKARTA (Arrahmah.id) – Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) bersama Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis menolak hasil penyelidikan Bareskrim Mabes Polri yang menyebut ijazah Presiden “Jokowi” identik dengan aslinya. Mereka menilai proses penyelidikan tidak transparan, tidak akuntabel, dan penuh kejanggalan.
Dalam konferensi pers pada Sabtu (24/5), tim advokasi membacakan pernyataan sikap resmi yang mendesak digelarnya perkara khusus, sebagai respons atas penghentian penyelidikan dugaan pemalsuan ijazah Presiden Joko Widodo. Berikut pernyataan lengkap mereka:
Pernyataan Sikap Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis
Tentang: Menyikapi rilis hasil penyelidikan Bareskrim Polri terkait dugaan pidana pemalsuan ijazah Saudara Joko Widodo.
Sehubungan dengan telah diumumkannya hasil tes laboratorium forensik Bareskrim Polri terkait penyelidikan perkara dugaan pidana pemalsuan ijazah Saudara Joko Widodo pada 22 Mei yang lalu, kami Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis menyampaikan sikap sebagai berikut:
- Bahwa tahapan proses dan prosedur penyelidikan perkara dugaan pidana pemalsuan ijazah Saudara Joko Widodo dilaksanakan secara tidak transparan, sepihak, tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Padahal penyelidikan perkara ini bermula dari adanya aduan masyarakat (Dumas) yang dilakukan oleh Dr. Egi Sujana, SH, M.Si dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA).
- Bahwa pengumuman hasil penyelidikan perkara dugaan pidana pemalsuan ijazah Saudara Joko Widodo yang pada pokoknya menyatakan ijazah tersebut identik, dan penyelidikan perkara dihentikan, tidak sesuai dengan tahapan proses dan prosedur penanganan perkara pidana dengan pendekatan scientific crime investigation (SCI) yang selama ini menjadi acuan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam menangani perkara yang menyita perhatian publik.
- Bahwa penyelidikan perkara dugaan pidana pemalsuan ijazah Saudara Joko Widodo dengan pendekatan SCI setidaknya harus memenuhi syarat berupa:
- Penggunaan disiplin ilmu forensik,
- Pemeriksaan laboratorium forensik,
- Analisis ilmiah,
- Dokumentasi lengkap,
- Melibatkan ahli forensik.
- Bahwa proses penyelidikan yang dilaksanakan secara sepihak tanpa melibatkan peran serta masyarakat tidak dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum terhadap seluruh tahapan penyelidikan.
- Bahwa ketentuan Pasal 31 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana Bab IV tentang Gelar Perkara menyatakan:
- Gelar perkara dilaksanakan dengan cara:
- A. Gelar perkara biasa,
- B. Gelar perkara khusus.
- Gelar perkara dilaksanakan dengan cara:
- Bahwa Pasal 33 ayat (1) dan (2) dalam peraturan yang sama menyatakan:
- Ayat (1): Gelar perkara khusus dilaksanakan untuk:
- A. Merespon pengaduan masyarakat dari pihak yang berperkara dan/atau penasihat hukumnya setelah ada perintah dari atasan penyidik,
- B. Membuka kembali penyidikan perkara putusan praperadilan,
- C. Menindaklanjuti perkara yang menjadi perhatian masyarakat.
- Ayat (2): Pelaksanaan gelar perkara khusus wajib mengundang fungsi pengawasan, fungsi hukum Polri, serta ahli.
- Ayat (1): Gelar perkara khusus dilaksanakan untuk:
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 31 junto Pasal 33 ayat (1) dan (2) Peraturan Kapolri tersebut, kami menuntut agar dilakukan gelar perkara khusus terhadap hasil penyelidikan Bareskrim Polri terkait dugaan pidana pemalsuan ijazah Saudara Joko Widodo.
Pernyataan ini ditandatangani oleh:
- Petrus Salestinus, SH – Koordinator Litigasi
- Ahmad Khozinudin, SH – Koordinator Non-Litigasi
Wakil Ketua TPUA, Rizal Fadilah, turut memperkuat pernyataan tersebut. Ia menegaskan bahwa penghentian penyelidikan dilakukan tanpa prosedur yang sesuai. Menurutnya, pelapor dalam kasus ini tidak pernah dilibatkan, padahal laporan tersebut bersumber dari aduan masyarakat (Dumas).
“Kami akan mengirimkan surat resmi kepada Mabes Polri pada hari Senin, mendesak agar gelar perkara khusus dilakukan terbuka, melibatkan pihak pelapor dan ahli,” ujar Rizal.
Ia juga menegaskan bahwa persoalan ijazah ini bukan urusan personal, tapi menyangkut kepentingan publik. TPUA ingin publik memperoleh kejelasan atas isu yang sudah memicu keprihatinan luas.
“Identik bukan berarti otentik. Belum terbukti bahwa ijazah yang dimiliki Saudara Joko Widodo adalah asli,” pungkasnya.
TPUA dan tim advokasi menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, demi membela nilai kejujuran, integritas pendidikan, dan marwah hukum di negeri ini.
(Samirmusa/arrahmah.id)