Oleh: Abdul Rahman Abu al-Ghaith
Muharrir Shafiy (Penyunting/Pewarta)
(Arrahmah.id) – Setelah berhari-hari saling mengancam, India melancarkan serangan rudal balistik pada Selasa malam (6/5) ke sejumlah masjid dan lokasi militer di Pakistan, menewaskan 26 warga sipil dan melukai 46 lainnya. Serangan ini menyulut rentetan serangan balasan dari kedua pihak, memunculkan kekhawatiran akan meningkatnya konfrontasi menjadi perang terbuka.
Ketegangan antara India dan Pakistan meningkat sejak 22 April lalu, menyusul tuduhan New Delhi bahwa Islamabad berada di balik serangan terhadap wisatawan di wilayah Jammu dan Kashmir yang dikuasai India. Serangan itu menewaskan 26 orang dan melukai beberapa lainnya.
Namun, pemerintah Pakistan membantah terlibat dalam serangan tersebut dan menuduh India menyebarkan kampanye disinformasi terhadapnya.
Militer India dalam pernyataannya menyebut bahwa “pasukannya telah melancarkan serangan rudal yang menargetkan 9 infrastruktur teroris di Pakistan dan Jammu-Kashmir yang diduduki Pakistan, tempat serangan-serangan terhadap India direncanakan dan diarahkan.”
Menanggapi serangan tersebut, Pakistan tidak tinggal diam. Menteri Pertahanan Pakistan Khawaja Muhammad Asif menyatakan bahwa pihaknya berhasil menembak jatuh lima pesawat tempur milik angkatan udara India dan satu drone, serta menghancurkan markas komando batalion infanteri milik militer India.
Asif menegaskan bahwa “klaim India bahwa mereka menargetkan kamp-kamp teroris adalah bohong.” Ia menambahkan bahwa seluruh sasaran yang diserang India adalah wilayah sipil, bukan kamp militan.
Juru bicara militer Pakistan juga menegaskan bahwa “respons terhadap serangan rudal India pada Selasa malam akan bersifat tegas dan menyeluruh.”
Dengan meningkatnya ketegangan, Perdana Menteri India Narendra Modi menunda kunjungan ke Eropa yang dijadwalkan ke Kroasia, Belanda, dan Norwegia. Sementara itu, Dewan Keamanan Nasional Pakistan menggelar rapat darurat guna membahas respons terhadap eskalasi dari India, membuka segala kemungkinan, termasuk terjadinya perang terbuka.
Kesiagaan Pakistan
“Pasukan Pakistan dalam kesiagaan tertinggi dan telah menetapkan delapan sasaran di dalam India untuk dibalas jika terjadi agresi baru. Setiap serangan akan dibalas dengan tegas dan pasti,” ujar peneliti dan jurnalis Pakistan, Hudhaifah Farid.
Dalam serangkaian unggahan di platform X, Farid menyatakan, “Pakistan tidak akan diam atas serangan India. Lima jet tempur dan dua drone India telah dijatuhkan, beberapa tentara ditangkap, serta pangkalan militer di Kashmir dan pangkalan infanteri di Rajasthan, Punjab, telah diserang. Namun, ini bukanlah respons akhir.”
Ia menambahkan, “Memang India yang memulai konfrontasi ini, namun Pakistan yang akan menentukan kapan krisis ini berakhir.” Farid menekankan bahwa negaranya terbuka untuk dialog dan penyelesaian krisis, namun hanya setelah menyelesaikan balasan terhadap pelanggaran kedaulatannya.
Menurut Farid, eskalasi saat ini tidak akan berkembang menjadi perang besar atau perang nuklir antara kedua negara. Namun, akan terjadi bentrokan terbatas dan eskalasi yang terukur. Ia juga menegaskan bahwa jatuhnya pesawat-pesawat India akan berdampak pada hasil pemilu mendatang di negara tersebut.
Mustahil Terjadi Perang
Sementara itu, harian Times of India mengutip mantan kepala badan intelijen eksternal India, Amarjit Singh Dulat, yang mengatakan bahwa “Saya tidak percaya kita akan memasuki perang. Tidak ada yang menginginkan perang, terutama para jenderal, karena perang hanya membawa kehancuran. Dalam perang, tidak ada pemenang.”
Harian itu menambahkan, “Sangat penting untuk menyadarkan publik bahwa ada risiko dan biaya besar dari tindakan militer apa pun. Jika Islamabad dan Lahore terancam oleh rudal India, maka New Delhi juga berada dalam jangkauan rudal Pakistan.”
Dari segi kekuatan militer, India memiliki keunggulan jelas dalam jumlah personel, anggaran, serta kapasitas dan kecanggihan peralatan militernya. Namun, arsenal nuklir Pakistan menjadi faktor penangkal utama.
Sebuah studi akademik memperingatkan bahwa perang nuklir antara India dan Pakistan dapat menewaskan hingga 125 juta jiwa, meruntuhkan pertanian global, dan memicu krisis iklim global.
Harian itu menegaskan bahwa hasil dari perang potensial sangat bergantung pada faktor yang sulit diprediksi, seperti sifat konflik, strategi militer, kemajuan teknologi, dukungan eksternal, dan daya tahan ekonomi masing-masing negara.
Perang Simbolik
Sementara itu, Pusat Studi Eropa untuk Kontra-Terorisme dan Intelijen menyatakan bahwa kemungkinan perang tetap terbuka karena sejumlah pertimbangan strategis, terutama karena serangan di Pahalgam dinilai mengejutkan dan belum pernah terjadi sebelumnya dengan menargetkan warga sipil dan wisatawan, yang menimbulkan tekanan besar bagi pemerintah India untuk membalas.
Dalam kajian berjudul “Eskalasi Militer antara India dan Pakistan: Skenario Konfrontasi dan Implikasinya”, lembaga itu mencatat bahwa kedua negara telah mengerahkan pasukan ke dekat Garis Kontrol di Kashmir, dan terjadi tembak-menembak terus-menerus di tengah hampir tidak adanya komunikasi diplomatik. Situasi ini meningkatkan risiko eskalasi. Kedua pemerintah juga menghadapi tekanan nasionalistik dari dalam negeri.
Peneliti Christian Wagner, penulis kajian tersebut, menyatakan bahwa “eskalasi saat ini sangat berbahaya dan belum pernah terjadi sebelumnya dari segi simbolisme dan tekanan publik. Namun kemungkinan besar akan tetap berada dalam kerangka konfrontasi terbatas atau ‘perang simbolik’ berupa serangan udara, rudal, pembunuhan, dan perang informasi, tanpa berkembang menjadi perang konvensional penuh.”
Namun, ia menambahkan bahwa “risiko terbesar adalah terjadinya eskalasi tidak disengaja yang meluas, seperti serangan keliru atau salah tafsir terhadap manuver militer, yang dapat mendorong salah satu pihak bereaksi secara berlebihan.” Dalam ketiadaan saluran komunikasi militer langsung dan efektif antara New Delhi dan Islamabad, peluang untuk meredam ketegangan sangat terbatas, dan “perang simbolik bisa dengan cepat berubah menjadi konfrontasi nyata yang tidak terkendali.”
Wagner menekankan bahwa faktor penentu dalam menjaga konflik tetap dalam batas simbolik adalah tekanan internasional, khususnya dari Amerika Serikat, Cina, dan Rusia, yang berusaha keras mencegah meletusnya konflik baru di Asia Selatan karena dampaknya yang sangat merusak bagi stabilitas regional dan global.
_____
*Artikel ini diterjemahkan dari Aljazeera Arabic berjudul *“Hal Tanzaliq Harb ash-Shawariikh bayna Bakistan wa al-Hind li-Muwajahah Syamilah?” (هل تنزلق حرب الصواريخ بين باكستان والهند لمواجهة شاملة؟) yang berarti: Akankah Perang Rudal antara Pakistan dan India Meluas menjadi Konfrontasi Menyeluruh?
(Samirmusa/arrahmah.id)