GAZA (Arrahmah.id) – Hamas dilaporkan telah mendekati pengusaha Palestina-Amerika sekaligus aktivis pro-Trump, Bishara Bahbah, untuk memediasi pembicaraan rahasia dengan Washington yang kemudian mengarah pada pembebasan tentara ‘Israel’-Amerika, Edan Alexander, pada Senin (12/5/2025).
Menurut laporan Axios, jalur komunikasi rahasia ini dimulai dari pesan seorang pejabat Hamas kepada Bahbah, mantan pemimpin kelompok “Arab Americans for Trump.” Informasi ini dikonfirmasi oleh dua pejabat ‘Israel’, satu pejabat Palestina, dan satu pejabat AS.
Pejabat Hamas yang berada di luar Gaza menghubungi Bahbah pada akhir April, berharap bisa membuka dialog dengan utusan Trump, Steve Witkoff. Bahbah sendiri dikenal karena membantu Trump meraih dukungan dari pemilih Arab pada Pemilu 2024.
Meskipun jalur ini membutuhkan waktu untuk berkembang, seorang pejabat senior ‘Israel’ mengatakan bahwa prosesnya mulai menunjukkan kemajuan signifikan pekan lalu.
Selama dua pekan terakhir, sekitar 20 pesan telah dikirim melalui panggilan dan pesan teks kepada Bahbah. Sumber yang mengetahui pembicaraan ini juga menyebut bahwa Bahbah berbicara langsung dengan kepala negosiator Hamas, Khalil al-Hayya.
Dua pejabat ‘Israel’ mengungkapkan kepada Axios bahwa pemerintah ‘Israel’ mengetahui pembicaraan rahasia mengenai Alexander bukan dari Gedung Putih, melainkan dari dinas intelijen mereka sendiri.
Sebelumnya, pembebasan Alexander menjadi topik utama dalam negosiasi langsung pertama antara utusan sandera Trump, Adam Boehler, dan pimpinan Hamas di Qatar pada Maret.
Pada 22 April, Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdul Rahman al-Thani mengunjungi Gedung Putih dan bertemu dengan Witkoff serta Trump. Ia menyampaikan proposal dari Hamas untuk kesepakatan menyeluruh: pembebasan semua tawanan dan penghentian perang. Namun, tanggapan dari AS adalah bahwa hanya kesepakatan jangka pendek dan parsial yang mungkin dilakukan saat ini.
Menurut seorang pejabat Palestina, pemerintahan Trump mengatakan kepada Hamas bahwa jika Alexander dibebaskan, AS akan mendorong diterapkannya gencatan senjata selama 70 hingga 90 hari, sebagai imbalan atas pembebasan 10 tawanan.
Negosiasi untuk kesepakatan akhir akan dimulai selama masa gencatan senjata itu. AS, Qatar, dan Mesir disebut akan menjamin bahwa perang tidak akan dilanjutkan selama proses tersebut berlangsung.
Namun menurut dua pejabat ‘Israel’, ketika Trump berbicara dengan Netanyahu pada Senin (12/5), ia tidak mendesak untuk mengakhiri genosida ataupun membatalkan rencana perluasan serangan militer yang telah dirancang ‘Israel’ setelah kunjungan Trump selesai.
“Saat itu kami beri tahu Witkoff bahwa dia punya waktu empat hari untuk capai kesepakatan. Setelah itu, kami akan masuk,” kata salah satu pejabat ‘Israel’. (zarahamala/arrahmah.id)