JAKARTA (Arrahmah.id) – Kejadian keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terus terjadi dinilai menandakan belum optimalnya pengawasan dan Hazard Analysis and Critical Control Points (HACPP). Istilah ini dikenal sebagai sistem manajemen keamanan pangan yang sistematis.
“Penyiapan makanan massal harus memperhatikan dan menerapkan prinsip Hazard Analysis and Critical Control Points dari mulai pemilihan bahan makanan, penyimpanan, pengolahan, pembagian porsi, pengemasan dan pengiriman makanan harus bersih dan diawasi semua titik kontrolnya,” kata dokter spesialis gizi Johanes Chandrawinata saat dihubungi, Selasa (13/5/2025).
Ia menjelaskan bila terjadi satu kesalahan pada satu titik kontrol, dalam prosedur HACCP sudah diatur cara penanganannya. Dengan begitu, kasus keracunan akan bisa dicegah.
“Tapi sayangnya prinsip HACCP dalam penanganan makanan MBG ini belum diterapkan. Tentu harus diterapkan prinsip HACCP itu, masalahnya biaya akan membengkak. Sekarang dana dari pusat sekitar Rp15 ribu per sekali makan MBG,” ujarnya.
Dengan dana yang terbatas tersebut maka akan sulit mendapatkan bahan baku yang berkualitas.
Selain itu, Sumber daya manusia (SDM) yang mengerjakan di setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) juga tidak maksimal. Maka diperlukan adanya HACCP.
Badan Gizi Nasional (BGN) lakukan uji laboratorium atau kasus ratusan pelajar di Bogor, Jawa Barat yang diduga keracunan usai menyantap menu MBG.
Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana menyebut kasus keracunan MBG di Bogor karena bahan baku dan proses pemasakan menu.
“Dikarenakan bahan baku dan prosesing,” ujarnya.
(ameera/arrahmah.id)