Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Penulis, Guru, dan Aktivis Dakwah)
Angka pernikahan usia muda kian meningkat, salah satunya di wilayah Banten. Fakta menunjukkan bahwa banyak pasangan remaja di Kabupaten Pandeglang yang mengajukan dispensasi nikah. Sebagaimana kita tahu, bahwa dispensasi nikah merupakan upaya bagi pasangan yang ingin menikah namun belum mencukupi batas usia menikah yang ditetapkan pemerintah. Pengadilan Agama Rangkas Bitung juga di tahun 2024 terjadi peningkatan angka menikah di usia muda, rata-rata usia 19 tahun. Alasannya adalah untuk menghindari perzinaan.
Menikah muda menjadi pilihan banyak generasi untuk menghindari zina, meski banyak juga yang menikah karena terlanjur hamil duluan. Tidak dimungkiri bahwa dalam realitas hari ini, pergaulan bebas semakin marak, sementara kontrol masyarakat semakin lemah. Menikah muda pun akhirnya dianggap sebagai solusi praktis untuk menghindari dosa, meskipun sering dilakukan tanpa pemahaman yang mendalam tentang makna dan tujuan pernikahan dalam Islam.
Jika kita menelaah secara mendalam, sejatinya akar dari maraknya perzinaan adalah diterapkannya sistem Kapitalisme sekuler. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan, termasuk dalam pendidikan, pergaulan, dan hukum. Akibatnya, generasi tumbuh tanpa pemahaman Islam yang utuh. Mereka dibiarkan bebas mengikuti hawa nafsu, tidak dibekali dengan nilai-nilai ketakwaan, dan tidak dilindungi oleh sistem pergaulan Islam. Kita bisa saksikan, para remaja hari ini begitu bebas tanpa batas dalam bergaul dengan lawan jenis. Pacaran menjadi hal yang dianggap lumrah bahkan perzinaan sudah menjadi bagian dari gaya hidup para remaja hari ini. Semakin nyata bahwa kita mengadopsi gaya hidup liberal ala Barat.
Kondisi kian parah karena negara abai dalam menerapkan sanksi yang tegas terhadap pelaku zina. Sudah menjadi pemandangan lumrah, ketika pelaku zina justru malah dinikahkan untuk menutup aib. Tidak ada sanksi tegas yang dijatuhkan oleh negara kepada pelaku zina, karena terkategori sebagai perbuatan yang dilakukan atas dasar suka sama suka. Hal itu tentu saja jauh dari konsep Islam dalam menyikapi perzinaan. Sangat jelas, negara dalam sistem hari ini tidak menjadikan Islam sebagai landasan dalam menghukumi suatu perkara.
Dalam Islam, zina merupakan sesuatu yang diharamkan secara tegas, bahkan mendekatinya saja dilarang. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah Swt surah Al-Isra ayat 32, “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”
Adapun salah satu pintu masuk menuju perzinaan adalah pacaran. Oleh karena itu, Islam melarang pacaran sebagaimana adanya larangan berkhalwat (berdua-duaan) antara laki laki dengan perempuan tanpa disertai mahramnya. Islam juga memerintahkan laki-laki maupun perempuan untuk menjaga auratnya dari pandangan orang yang tidak halal untuk melihatnya. Inilah wujud preventif Islam dalam mencegah terjadinya perzinaan. Dan ini semua akan diterapkan oleh negara yang mengadopsi sistem Islam secara kaffah, yakni Khilafah.
Jelaslah bahwa Khilafah adalah solusi hakiki untuk memberantas perzinaan. Dalam Khilafah, negara bertanggung jawab membina kepribadian Islam generasi melalui pendidikan berbasis akidah, membatasi pergaulan lawan jenis sesuai syariat, dan menegakkan hukum hudud sebagai pencegah maksiat.
Hukuman bagi pezina muhsan yakni yang sudah menikah maka dirajam hingga mati, Adapun untuk ghairu muhsan atau yang belum menikah adalah dengan dicambuk (jilid) sebanyak 100 kali. Ketegasan sanksi Islam ini akan mampu memberikan efek jera agar tidak terulang kejadian yang serupa.
Inilah hakikatnya yang perlu dilakukan oleh negara agar perzinaan dapat diberantas dengan tuntas hingga ke akarnya. Bukan dengan menikah dini yang tidak dibarengi kesiapan mental dan ilmu, justru akan menambah permasalahan baru.
Negara Khilafah juga akan memberikan edukasi tentang tujuan pernikahan, bahwa pernikahan dalam Islam diajarkan sebagai ibadah dan sarana membangun keluarga sakinah, bukan sekadar pelampiasan syahwat. Dengan penerapan Islam secara kaffah melalui Khilafah, kehormatan generasi terjaga. Mereka diarahkan untuk hidup bertakwa, menjadikan syariat sebagai pedoman hidup, dan memahami bahwa pernikahan bukan solusi darurat, tapi bagian dari kehidupan Islami yang dijalani dengan ilmu dan tanggung jawab. Wallahu’alam bis shawab