Oleh Ai Siti Nuraeni
Pegiat Literasi
Memperingati hari jadi Kabupaten Bandung ke-384, Bupati Bandung Dadang Supriatna menggelar acara Job Fair Bedas Expo yang dilaksanakan pada tanggal 24 sampai 26 April 2025. Acara tersebut dihadiri oleh 30 perusahaan mulai dari perusahaan tekstil, garmen, geothermal, pelatihan kerja ke Jepang dan sebagainya. Tak kurang dari 900 lowongan pekerjaan disediakan bagi peserta yang datang dari lulusan SMA hingga sarjana. (Detikjabar.com,24/4/2025)
Pemerintah Kabupaten Bandung menganggap bahwa pengangguran adalah masalah serius dan perlu upaya serius untuk menanganinya. Karena itulah acara job fair digelar supaya terjadi penyerapan tenaga kerja. Selain itu, Pemkab Bandung juga kerap menggelar pelatihan agar masyarakat memiliki bekal skill untuk bersaing di dunia kerja. Dengan segala upaya tersebut, sebanyak 1500 orang berhasil mendapatkan pekerjaan dari target 8000 orang.
Dalam skala nasional, pengangguran juga masih menjadi masalah besar yang perlu ditangani. Badan Pusat Statistik merilis data bahwa ada peningkatan jumlah pengangguran dari Februari 2024 sampai Februari 2025 dari 7,20 juta menjadi 7,28 juta orang. IMF dengan itu menyatakan bahwa Indonesia termasuk negara yang tinggi angka penganggurannya di 6 negara ASEAN. (Infobanknews.com, 5/5/2025)
Job fair memang mampu menjembatani perusahaan dan pencari kerja, sehingga kegiatan ini banyak dilakukan. Namun ini menunjukkan bahwa angka pengangguran dan pencari kerja di Indonesia itu masih banyak. Bahkan sarjana pada masa ini sulit mendapatkan pekerjaan dalam bidang formal, PHK terjadi secara besar-besaran, dan jumlah lowongan pun tidak sesuai dengan pencari kerja yang ada sehingga mau tidak mau mereka mengambil pekerjaan serabutan.
Selain itu ada perusahaan yang menjadikan job fair hanya sebagai marketing perusahaan untuk brand awareness. Artinya job fair bukan upaya murni dari perusahaan untuk menyerap tenaga kerja, melainkan cara agar usaha mereka lebih dikenal masyarakat. Lebih dari itu, job fair tidak bisa menjadi solusi tuntas untuk mengentaskan pengangguran karena penyerapannya tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja yang ada.
Adapun upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi angka pengangguran adalah dengan menerapkan tiga cara yaitu investasi, kapitalisasi, dan privatisasi. Hal itu terlihat dari pemerintah yang begitu gencar untuk mengundang pengusaha swasta bahkan asing agar mau berinvestasi di Indonesia. Segala aturan pun dipermudah dan diringankan agar investor tertarik menanamkan modalnya atau membangun bisnis di dalam negeri.
Adapun kapitalisasi artinya pemerintah mendata dan memelihara berbagai aset yang dimiliki oleh negara supaya ada nilainya. Sedangkan privatisasi terlihat dari upaya pemerintah yang memberikan pihak swasta untuk mengelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan harapan agar bisa berkembang lebih pesat. Privatisasi juga membuka peluang individu, swasta bahkan asing mendapat kewenangan untuk mengelola Sumber Daya Alam (SDA) secara mandiri.
Sayangnya dengan segala upaya tersebut angka pengangguran masih tinggi bahkan meningkat tiap tahun. Lapangan kerja tetap tidak tersedia untuk semua kepala keluarga yang membutuhkan. Kalaupun ada lapangan kerja yang ada bisa membuat arah pendidikan tersimpangkan dari tujuan seharusnya. Akibatnya lahir lulusan bermental pekerja bukan bermental pengusaha. Ini membuat tenaga kerja bisa dihargai murah karena ia hanya dianggap sebagai salah satu faktor produksi..
Dari tiga upaya tersebut juga terlihat bahwa negara saat ini lalai dan tidak mampu membuka lapangan pekerjaan bagi rakyatnya sendiri, sehingga harus mengandalkan pihak swasta dan asing. Ini juga menunjukkan bahwa negara hanya menjalankan fungsi regulator saja. Dengan itu, tidak ada yang bisa menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi rakyat bahkan negara sekalipun.
Selanjutnya, sistem ekonomi ribawi yang menitik beratkan pada ekonomi non rill juga memperparah keadaan. Ini membuat sektor rill yang padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja tidak bisa berkembang dengan baik. Perputaran uang hanya terjadi lewat saham dan sejenisnya, sehibgga manfaatnya tidak bisa dirasakan masyarakat luas.
Berbeda jika Islam yang menjadi asas negara dalam mengatur rakyatnya, ia tidak hanya menjadi regulator tapi ikut terjun langsung dalam membuka lapangan kerja. Caranya dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada secara mandiri sehingga akan tercipta lapangan kerja yang luas. Negara tidak akan menyerahkannya pada swasta apalagi asing. Dengan begitu keuntungan akan bisa dirasakan oleh rakyat lewat pengurusan negara.
Lebih dari itu, negara akan mengadakan pelatihan kerja agar tiap warga negara punya skill yang mumpuni untuk bisa bekerja dan mempunyai daya tawar di perusahaan yang baik. Bahkan negara tidak segan untuk memberikan modal dan mengawasi pengelolaannya agar para laki-laki bisa menjalankan kewajibannya sebagai pencari nafkah di keluargaa. Islam juga memiliki syariat ihyaul mawat dimana rakyat bisa mendapatkan lahan dari tanah yang sudah ditinggalkan selama tiga tahun. Dengan itu rakyat bisa mendapatkan lahan yang bisa digarap untuk pertanian, peternakan dan sebagainya. Ini bukti bahwa negara menjalankan fungsinya sebagai raa’in, sebagaimana yang diwajibkan Allah dalam sebuah hadis yang artinya;
“Imam adalah pemimpin yang pasti akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya.”(HR. Bukhari)
Dengan demikian, persoalan pengangguran akan bisa dituntaskan jika Islam dengan segala prinsip dan aturannya dijalankan oleh negara. Akan ada ekonomi yang sehat dan kemakmuran karena tiap warga negara punya pekerjaan yang menghasilkan materi untuk keluarganya.
Wallahu a’lam bis shawwab