BEIRUT (Arrahmah.id) — Presiden Libanon Michel Aoun meninggalkan Istana Negara Baabda pada Ahad (30/10/2022). Dia meninggalkan kekosongan posisi puncak di negara yang mengalami kegagalan ekonomi itu.
Dilansir Euronews (1/11), Aoun memimpin negara yang dilanda krisis keuangan akut. Di masa kepemimpinannya, terjadi peristiwa ledakan mematikan di pelabuhan Beirut yang menewaskan lebih dari 200 orang pada tahun 2020.
Meninggalkan tampuk kekuasaan tanpa ada yang menggantikannya juga membuat Libanon menghadapi krisis konstitusional. Namun terlepas dari warisan yang bermasalah, ribuan pendukung ternyata menolaknya setelah mendengarnya mengakui perjuangan besar yang harus dihadapi negara tersebut.
“Situasinya membutuhkan upaya besar. Anda tahu berapa banyak Libanon dan Anda sendiri telah kehilangan. Tanpa upaya ini, kita tidak dapat mengakhiri penderitaan kita. Kita tidak dapat menyelamatkan Libanon dari lubang yang dalam ini,” jelasnya di hadapan para pendukungnya seperti yang dikutip dari Euronews.
Empat sesi di parlemen Libanon yang terpecah telah gagal mencapai konsensus untuk menggantikan Aoun. Tidak hanya itu, kabinet sekarang beroperasi dalam kapasitas sementara.
Satu titik terang dalam warisannya adalah bahwa dalam minggu terakhirnya sebagai presiden ia menandatangani kesepakatan yang ditengahi AS yang menggambarkan perbatasan laut selatan Libanon dengan “Israel”.
Ini merupakan sebuah terobosan diplomatik sederhana yang akan memungkinkan kedua negara untuk mengekstrak gas alam dari deposit maritim.
Aoun mengatakan kesepakatan itu membuka jalan bagi penemuan gas yang bisa menjadi “kesempatan terakhir” Libanon untuk pulih dari krisis keuangan tiga tahun yang telah merugikan mata uang sebesar 95% dari nilainya dan mendorong 80% populasi ke dalam kemiskinan.
Libanon sebaliknya telah membuat kemajuan yang lambat dalam daftar reformasi yang diperlukan untuk mendapatkan akses ke pendanaan sebesar US$ 3 miliar dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Ali Hashem dari Al Jazeera melaporkan dari Baabda, masyarakat di negara itu memiliki “perasaan campur aduk” atas pemerintahan enam tahun Aoun.
“Pendukung Michel Aoun mengatakan dia adalah presiden yang tidak beruntung. Saingannya mengatakan dia telah gagal dan sangat mengecewakan,” jelas Hashem.
Dia menambahkan, “Era Michel Aoun yang akan berakhir pada Senin akan selalu diingat terkait ledakan di pelabuhan Beirut pada tahun 2020 dan juga krisis keuangan dan protes yang dimulai pada tahun 2019. Ini adalah aspek utama dari warisannya.” (hanoum/arrahmah.id)