RIYADH (Arrahmah.id) – Donald Trump menjadi presiden AS pertama dalam 25 tahun terakhir yang bertemu dengan seorang pemimpin Suriah pada Rabu (14/5/2025) setelah ia menawarkan keringanan sanksi dengan harapan dapat menawarkan jalan baru bagi negara yang dilanda perang tersebut.
Trump, di Riyadh dalam kunjungan kenegaraan pertama di masa jabatannya yang kedua, bertemu dengan Ahmad Asy Syaraa, yang menjadi presiden sementara Suriah setelah Desember lalu kelompok yang dipimpinnya berhasil menggulingkan Bashar al Assad dari kekuasaan.
Keduanya mengadakan pembicaraan singkat menjelang pertemuan yang lebih besar dengan para pemimpin Teluk di Arab Saudi selama lawatan Trump ke wilayah tersebut, kata seorang pejabat Gedung Putih, seperti dilaporkan AFP.
Tidak ada presiden AS yang pernah bertemu dengan seorang pemimpin Suriah sejak Bill Clinton bertemu dengan Hafez al Assad, ayah Bashar, di Jenewa pada 2000 dalam sebuah usaha yang gagal untuk membujuknya berdamai dengan “Israel”.
Trump mengumumkan pada Selasa (13/5), bahwa ia mencabut sanksi era Assad yang brutal dan melumpuhkan, terhadap Suriah sebagai tanggapan atas tuntutan dari sekutu-sekutu Assad di Turki dan Arab Saudi -dalam langkah terbarunya yang tidak selaras dengan sekutu AS, “Israel”.
Trump mengatakan bahwa ini adalah “waktu bagi Suriah untuk bersinar” dan bahwa pelonggaran sanksi akan “memberi mereka kesempatan untuk menjadi besar.”
Warga Suriah merayakan berita tersebut, dengan puluhan pria, wanita dan anak-anak berkumpul di alun-alun Umayyad Damaskus.
“Kegembiraan saya sangat besar. Keputusan ini pasti akan berdampak positif bagi seluruh negeri. Pembangunan akan kembali berjalan, mereka yang mengungsi akan kembali, dan harga-harga akan turun,” ujar Huda Qassar, seorang guru bahasa Inggris berusia 33 tahun.
Kementerian Luar Negeri Suriah menyebut keputusan Trump sebagai “titik balik penting” yang akan membantu menciptakan stabilitas.
Amerika Serikat memberlakukan pembatasan besar-besaran terhadap transaksi keuangan dengan Suriah selama perang yang brutal, dan menegaskan bahwa mereka akan menggunakan sanksi-sanksi untuk menghukum siapa pun yang terlibat dalam rekonstruksi selama Assad masih berkuasa tanpa pertanggungjawaban atas kekejamannya.
Trump tidak memberikan indikasi bahwa Amerika Serikat akan menghapus Suriah dari daftar hitam negara sponsor terorisme -sebuah sebutan yang berasal dari tahun 1979 karena dukungannya kepada pejuang Palestina yang sangat menghambat investasi.
Negara-negara Barat lainnya termasuk Uni Eropa telah bergerak untuk mencabut sanksi-sanksi, namun Amerika Serikat sebelumnya telah bersikukuh dengan syarat-syaratnya.
Seorang utusan senior pemerintahan Joe Biden bertemu Asy Syaraa di Damaskus pada Desember dan menyerukan komitmen, termasuk dalam hal perlindungan terhadap kaum minoritas. (haninmazaya/arrahmah.id)