JAKARTA (Arrahmah.com) – Sistem kewaspadaan internet RI masih sangat minim sehingga keamanannya juga diragukan. Internet RI juga bisa jadi target serangan dari China.
Ahli forensik digital Ruby Z Alamsyah menilai potensi serangan cyber ke Indonesia dari China sangat terbuka. Negeri tirai bambu itu diketahui melakukan perang cyber dengan Amerika. Padahal sistem keamanan internet Indonesia belum secanggih atau seketat Amerika.
“Jangankan China, peretas Indonesia saja bisa melakukan hack ke jaringan internet Indonesia. Sementara secara khusus biasanya yang dituju adalah institusi atau server tertentu yang mempunyai target data cukup baik bagi peretas,” katanya di Jakarta kemarin.
Selain China, negara yang memiliki potensi peretas besar adalah Rusia serta negara pecahan Uni Soviet. Sementara data yang dicuri tergantung pada kelas si peretas, bisa data rahasia negara, data intelijen, data persaingan bisnis atau pesanan tertentu.
Ruby mengatakan peretas ada dua kelompok, yaitu yang disewa secara profesional oleh pihak tertentu atau yang independen. “Kalau peretas melakukan hack data perbankan biasanya untuk menghancurkan infrastruktur,” ujarnya.
Ruby mengingatkan sistem kewaspadaan internet publik di Indonesia masih sangat minim sehingga keamanannya juga diragukan. Oleh karena itu, pengguna perlu berhati-hati.
Sementara wewenang ID-SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure) masih kurang, khususnya ketika harus memberi peringatan awal terjadinya serangan internet.
“Dari hasil studi saya, lebih dari 80% masyarakat pengguna internet Indonesia kurang waspada terhadap sistem keamanannya dan pemerintah mesti memperbesar wewenang lembaga semacam ID-SIRTI,” katanya.
Menurut Rudy pemerintah lebih condong mendorong pembangunan infrastruktur saja dan kurang memperhatikan kesadaran keamanan internet. Padahal harusnya ada keselarasan, sehingga tidak hanya infrastukturnya yang bagus, tapi juga keamanan kuat. “Tidak hanya serangan tsunami yang ada early warning, internet seharusnya juga ada,” imbuhnya.
Mendapat kritikan Indonesia tidak punya early warning menyangkut serangan internet, Kepala Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto mengatakan masalah itu akan diatasi dengan wewenang ID-SIRTII yang diperluas.
“Yang disampaikan tidak salah, timing-nya tepat untuk isu ini, karena pada pertemuan 1 Mei 2010 di rapat pimpinan Kemenkominfo dijanjikan Menteri Komunikasi dan Informatika akan ada optimalisasi dan pemberdayaan ID-SIRTII. Perbaikan fungsi dan wewenang akan diperluas,” ujarnya.
Ia menjelaskan selama ini ID-SIRTII hanya berkaitan dengan aspek infrastruktur telekomunikasi sehingga yang mengurus adalah Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi. Namun nantinya ID-SIRTII tidak hanya mengurusi infrastruktur saja, tapi juga seluruh ruang lingkup yang menjadi kewenangan Kemenkominfo, termasuk masalah konten.
“Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi semakin tinggi dan maraknya ancaman kejahatan cyber di Indonesia dan paralel dengan pembahasan RUU Tipiti dan RUU Cybercrime, revisi UU ITE serta RUU Konvergensi, pemberdayaan ID-SIRTII lebih optimal menjadi konsekuensinya,” kata Gatot.
Ia menjelaskan jika secara tiba-tiba ada serangan dari negara lain terhadap internet Indonesia, meskipun wewenang IDSIRTII belum diperbesar maka Indonesia sudah bisa mengantisipasi hal tersebut.
Namun Gatot menolak untuk mengungkap antisipasi apa yang disiapkan pemerintah RI jika ada serangan cyber dari luar negeri. “Ada beberapa hal yang tidak dipublikasikan terkait lubang (wormhole) yang bisa dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab. Ya lazimnya suatu strategi militer, tidak mungkin kami membeberkan sistem pertahanan kami,” terang Gatot.
Ia juga menegaskan optimalisasi dan pemberdayaan ID-SIRTII tidak akan sampai melanggar privasi pengguna internet Indonesia. “Kami jamin tidak akan berbenturan antara wewenang ID-SIRTII yang lebih luas, dengan privasi pengguna. Itu termasuk hal yang sensitif dan pasti akan menimbulkan resistensi,” ujar Gatot. (ini/arrahmah.com)