JAKARTA (Arrahmah.com) – Tidak hanya pelatihan militer di Aceh yang dijerat undang-undang terorisme, rencana I’dad tujuh aktivis pengajian di Jakarta juga dijerat undang-undang tersebut dengan tuduhan merencanakan peracunan di beberapa kantin kantor kepolisian. Serta merta, merekapun membantahnya. Hal ini terungkap dalam eksepsi mereka di persidangan kasus terorisme kali kedua di PN Jakarta Pusat.
“Keliru dan tidak tepat (dakwaan JPU), sebab salah satu unsur penting dalam tindak pidana terorisme adalah adanya maksud atau niat melakukan tindak pidana terorisme,” kata kuasa hukum para terdakwa Tamin Idrus, saat membacakan eksepsinya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (27/12).
Ketujuh peserta I’dad tersebut adalah Santhanam, Martoyo, Jumarto, Umar, Paimin, Budi Supriadi serta Ali Miftah didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) melanggar Pasal 13 Huruf c UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan terorisme.
Menurut Tamin, berbagai senjata yang dimiliki oleh para terdakwa yang ditemukan oleh polisi tidak dimaksudkan untuk menyebarkan teror.
“Tidak pernah dimaksudkan atau diniatkan untuk dipakai sebagai alat untuk melakukan tindak pidana terorisme,” kata Tamin.
Ia juga mengatakan bahwa kegiatan pelatihan militer yang dilakukan para terdakwa hanyalah sebatas bertujuan untuk membantu warga Muslim yang tertindas di Palestina.
Terkait bantahan terdakwa ini, JPU akan menanggapi eksepsi ini dalam sidang lanjutan yang akan digelar pada Selasa (3/1/) mendatang.
Dalam sidang sebelumnya, JPU mendakwa tujuh pengamal syari’at I’dad ini akan melakukan kegiatan terorisme yang akan merencanakan meracuni polisi.
JPU menyebut para terdakwa ini memiliki racun sianida yang akan disebarkan melalui kantin kantor Polsek, Polres, dan Polda di Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Tengah.
JPU menguraikan bahwa racun sianida itu berasal dari buah jarak yang diproses menjadi cairan yang berbahaya.
Menurut hasil Puslabfor Polri, racun dari buah jarak itu mengandung senyawa ricin yang berbahaya jika terhirup, disuntikan atau tertelan.
JPU mengungkapkan bahwa senyawa ricin yang dibuat para terdakwa tersebut hingga saat ini belum ada antitoksinnya.
Dalam dakwaannya, JPU juga mengungkapkan penangkapan Santhanam dan Paimin pada 10 Juni 2011, ditemukan sejumlah senjata api model pulpen, delapan senjata api rakitan dan lima butir peluru.
Selain itu ditemukan pula pelarut toluena, metanol, benzena, etil benzena, trimetil benzena, p-xilena, phospire (PH3), arsenic.Bahan kimia tersebut tergolong pelarut kimia dan bahan kimia beracun.
Kewajiban I’dad
Sebagaimana kita ketahui I’dadul Quwwah (Persiapan Kekuatan) merupakan kewajiban yang diperintahkan langsung Allah SWT di dalam Al Qur’an surat Al-Anfal:60 dan dijelaskan oleh para ulama Rabbani kepada kaum Muslimin untuk menghadapi makar jahat para musuh-musuh Allah dikemudian hari.
Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi hafidhahullah dalam Aisar al-Tafasir mengatakan terhadap ayat Al-Anfal:60 , “Wajibnya menyiapkan kekuatan, dan itu berlaku pada setiap masa sesuai dengan kondisinya. Jika kekuatan pada zaman dahulu adalah tombak dan pedang serta kuda-kuda perang, maka kekuatan pada hari ini adalah jet tempur dan rudal, roket, tank, kapal selam, dan kapal perang.”
Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di rahimahullah menafsirkan kekuatan apa saja yang kamu sanggupi maksudnya: setiap apa yang kamu sanggup menyiapkannya berupa kekuatan akal, badan, dan berbagai persenjataan dan yang semisal itu yang dapat digunakan untuk memerangi mereka. Masuk di dalamnya, berbagai industri yang memproduksi komponen senjata, senapan, senapan mesin, pesawat tempur, tank, kapal perang, . . .” Sampai beliau meringkaskan, bahwa sesuatu yang lebih bisa menakut-nakuti musuh seperti kendaraan dan pesawat tempur yang disiapkan untuk berperang yang lebih berpotensi mengalahkan musuh, adalah diperintahkan untuk menyiapkannya dan berusaha mengadakannya, sampaipun apabila itu tidak diperoleh kecuali dengan belajar tehnik industri, maka itu juga wajib. Alasan beliau, “Karena sesuatu yang kewajiban tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib.”
Nampaknya, hal inilah yang tidak menyurutkan langkah ketujuh aktivis muda Islam tersebut untuk tetap mengadakan I’dad. Meskipun, perundang-undangan di Indonesia melarang hal demikian.
Memang suatu hal dilematis, ketika konstitusi Indonesia melegalkan kebebasan untuk melaksanakan ajaran agama bagi warga negaranya. Namun, masih belum secara komprehensif semua ajaran agama dapat dilaksanakan di Negara Indonesia ini.
Seharusnya, pemerintah Indonesia bersikap konsisten melaksanakan konsitusi tersebut, dengan membolehkan kaum muslimin melakukan kewajiban I’dad. Mengingat, I’dad pada dasarnya sangat bermanfaat bagi kepentingan umat dan bangsa apabila disuatu hari negara dibayang-bayangi ancaman militer negara aggressor.
Jangan lantaran takut distigma teroris oleh barat, kemudian kepentingan rakyat dalam menjalankan kewajiban agamanya serta kepentingan bangsa yang lebih luas dikorbankan.
Wallahu’alam bisshowab
(bilal/arrahmah.com)