Oleh : Henny (Ummu Ghiyas Faris)
(Arrahmah.com) – Saat ini kita tengah menyaksikan di berbagai media tentang Mesir yang sedang bergejolak. Darah manusia mengalir dari setiap luka atas kezhaliman pembantaian yang dilakukan oleh rezim militer Mesir terhadap rakyatnya. Masjid-masjid penuh oleh jenazah para syuhada.
Dikutip dari Arrahmah.com, Senin (19/08/2013), para demonstran yang tidak terima dengan kudeta militer yang menggulingkan Muhammad Mursi dari Ikhwanul Muslimin Mesir, sebagai presiden terpilih Mesir tak menyerah melakukan unjuk rasa.
Rabu (14/8/2013), militer Mesir kian mengganas terhadap para demonstran damai pro Mursi. Sejumlah besar pengunjuk rasa tewas dan terluka oleh berondongan peluru dan gas air mata yang membabi buta, wanita dan anak-anak adalah di antara para korbannya.
Dalam rekaman video yang beredar Online menunjukkan militer Mesir menembaki para demonstran dengan peluru tajam dan gas air mata dari berbagai arah. Para demonstran yang tidak bersenjata tidak mampu melawan, hanya terdengar teriakan takbir, “Allahu Akbar.” Rumah-rumah sakit darurat di camp sementara mereka, di lapangan Kairo penuh dengan para korban tewas dan luka, terlihat di antara mereka ada balita-balita yang terkena tembakan.
Melihat fakta kezhaliman yang terjadi terhadap kaum muslimin, pertanyaannya mengapa rezim militer di Mesir pun melakukan kebiadaban ini? Motif apakah yang melatarbelakanginya? Untuk kepentingan apa? Dan solusi hakiki apa untuk mengakhiri krisis ini ?
Mengapa Tragedi ini terjadi ?
Tragedi kemanusiaan yang kini tengah berlangsung di Mesir sangat mengerikan, yang dilakukan oleh rezim militer terhadap umat muslim atas persetujuan Barat dan kroni-kroninya, tentunya. Tragedi ini seharusnya membuka mata hati kaum muslim di seluruh dunia, bahwa penjajahan barat masih terus dan telah berlangsung sudah sejak lama. Tragedi kemanusiaan ini adalah masalah semua negara, masalah ini harus segera diselesaikan sebelum korban berjatuhan semakin banyak lagi.
Motif pembantaian muslim di Mesir ini adalah dalam rangka pemuasan hawa nafsu kepentingan pengemban ideologi sekuler, untuk memusnahkan/membunuhi umat Islam. Mereka ini adalah para komprador penjajah barat yang benci terhadap Islam dan kaum Muslimin. Dan tak kalah pentingnya tragedi di Mesir itu terjadi adalah untuk mempertahankan sistem demokrasi yang selama ini dipuja-puja kaum sekuler sebagai sistem terbaik mereka. Padahal dengan terjadinya pembantaian ini, telah mereka pertontonkan kepada mata seluruh dunia bahwa demokrasi adalah sistem yang cacat dan tidak mampu mengurusi kehidupan umat manusia.
Motif pembantaian ini bukan suatu aksi militer biasa terhadap rakyat sebuah bangsa yang sedang melakukan protes. Bukan pula sebuah aksi pemaksaan yang biasa dilakukan aparat terhadap demonstran. Melainkan terselip suatu motif dendam dan kebencian di dalamnya dengan motif ideologis. Setiap aparat pun tahu bahwa jika pembunuhan disertai aksi sadis seperti yang terjadi kini di Mesir bukanlah kriminal biasa, melainkan suatu kebiadaban yang nyata !
Ironisnya, pembantaian yang di luar batas kemanusiaan ini tidak segera ditanggapi serius oleh PBB. Bahkan para pendekar HAM diam seribu bahasa. Begitu pun para penguasa muslim hanya memberikan kecaman-kecaman yang sekedar basa basi, karena dianggap tragedi ini hanya konflik horizontal di suatu negara, dan tidak ada kaitannya dengan dirinya/negaranya.
Begitulah, kaum muslim di mana pun berada dalam kesulitan hidup, sulit mendapatkan hak-haknya berupa sandang, pangan dan papan, karena telah terusungnya peham sekat-sekat nasionalisme. Negeri muslim tidak ada yang berani menolong sesama muslim di negeri lainnya, karena terkotak-kotak nasionalisme. Kecaman-kecaman juga dilakukan oleh AS atas pembantaian tersebut namun sesungguhnya aksi pembantaian ini atas restu AS. AS senantiasa mendukung militer Mesir dengan waktu yang cukup lama sejak tiga periode kepemimpinan penguasanya, yaitu Gamal Abdul Nasir, Anwar Sadat, dan Husni Mubarak.
Krisis Politik, Perempuan dan Anak-anak Menjadi Korbannya
Krisis politik di Mesir sejak demonstrasi besar-besaran untuk menggulingkan presiden Husni Mubarak pada tahun 2011 telah menjadi sarana berbagai macam kejahatan kemanusiaan. Kekerasan brutal dari penembakan warga sipil hingga pemerkosaan dilaporkan terus terjadi.
Tingkat kekerasan seringkali ekstrim. Pada Januari, dua remaja perempuan diperkosa beramai-ramai dengan ancaman pisau. Para pria mengelilingi perempuan tersebut dan melakukan pemerkosaan. Sementara, para laki-laki yang mengelilingi mengancam orang yang ingin menolong dengan tongkat, pisau, dan ikat pinggang.
Kekerasan seksual dinilai telah menjadi masalah yang mengakar di Mesir. Tidak hanya saat krisis politik, namun konser pun tak luput dijadikan sarana kekerasan seksual. Direktur program HAM Wanita, Amal Emohandes menjelaskan bahwa masalah pelecehan dan serangan seksual telah terjadi dalam waktu lama.
Studi dari PBB untuk persamaan gender merilis laporan pada April lalu, bahwa 99,3 persen perempuan Mesir pernah mengalami pelecahan seksual. Dari studi itu juga ditemukan 96,5 persen kaum hawa menjadi sasaran pelecehan dengan sentuhan. (actual.co 15/08/2013)
Para aktivis menilai serangan seksual meningkat setelah revolusi Mesir. Bahkan, kekerasan seksual dilakukan di ruang publik. Masyarakat semakin brutal, orang mulai banyak yang mengekspresikan diri lewat tindakan kekerasan.
Banyaknya pemerkosaan perempuan di Mesir selama krisis telah menjadi rahasia umum. Kaum gender pun angkat suara. Dan tak jarang, sejumlah aksi komunitas perempuan di seluruh dunia dilakukan sebagai bentuk solidaritas untuk kaum perempuan Mesir. Akan tetapi, benarkah alasan dan solusi kasus pemerkosaan ini semata karena faktor gender sebagaimana yang didengungkan oleh para aktivis gender?
Oleh karenanya, yang harus lebih jeli diketahui adalah bahwa mereka (kaum perempuan khususnya, dan anak-anak) adalah korban rusaknya sistem demokrasi yang masih tegak di Mesir. Inilah bukti ketidakamanan kaum perempuan dan anak-anak jika mereka hidup dalam sistem demokrasi-kapitalisme. Apalagi dalam kondisi konflik atau perang yang seolah menjadi pelegalan segala aktivitas brutal. Tentu ini menjadi alasan penguat bahwa perang yang dimotori oleh kaum kafir Barat tak lain adalah penjajahan.
Bandingkan dengan Islam. Di antara semua agama yang ada di dunia, Islam adalah satu-satunya agama yang melegalisasi adanya perang. Akan tetapi, Islam pula satu-satunya agama yang mengatur adab dalam berperang. Tinta sejarah masih terlalu tebal untuk mengingkari kisah-kisah futuhat oleh kaum muslimin. Di dalamnya, kaum muslimin jelas memberikan pembebasan bagi penduduk negeri-negeri yang sebelumnya dikuasai oleh para penguasa tiran. Tak ada kamusnya bagi perangnya kaum muslimin kata “penjajahan” sebagaimana perangnya kaum kafir Barat, yang ada adalah bagaimana negara-negara yang penduduk dan sistemnya belum menggunakan sistem Islam didakwahi untuk kembali kepada sistem Islam.
Kembali kepada Islam
Pembantaian atas umat muslim adalah kejahatan kemanusiaan apapun alasannya. Mereka yang melakukan pembantaian ini harus mempertanggungjawabkan atas kejahatan ini. Begitupun bagi para penguasa muslim yang mendukung rezim militer untuk melakukan pembantaian kepada umat Islam. Lebih tepatnya mereka adalah pengkhianat umat.
Maha Benar Allah Subhanahu Wa Ta’aala dalam FirmanNya :
وَمنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
“Siapa saja yang dengan sengaja membunuh seorang mukmin, maka hukumannya adalah neraka Jahannam. Pembunuh itu kekal di dalam neraka. Allah murka kepadanya dan melaknatnya. Allah menyediakan adzab yang sangat berat bagi pembunuh itu.” (Al Quranul Karim Tarjamah Tafsiriyah Surat An-Nisa: 93)
Apa yang terjadi kini di Mesir adalah buah dan bukti dari sistem demokrasi yang rusak dan gagal menyelesaikan berbagai urusan umat manusia. Masihkah kita percaya pada sistem yang tidak ada manfaat untuk kita ini, yang telah terbukti selalu membawa malapateka kekacauan pada kehidupan umat manusia?
Tragedi kemanusiaan ini sudah seharusnya membangkitkan perasaan umat, menyatukan umat di seluruh dunia untuk menolak sistem demokrasi ini yang telah membawa kekacauan, kesengsaraan, dan penderitaan umat manusia. Sudah saatnya kita menolak sistem yang ditawarkan Barat ini. Barat akan melakukan apapun terhadap setiap hal yang mengancam kepentingan politiknya, seperti pemilihan Presiden di Mesir meskipun sudah terpilih secara demokratis.
Derita Muslim Mesir menambah panjang deretan pembantaian terhadap umat Islam di muka bumi ini yang dilakukan oleh rezim sekuler. Kondisi ini akan terus terulang di berbagai belahan dunia selama tidak ada kedaulatan yang satu dalam bentuk kepemimpinan umat di tangan kaum muslimin. Inilah kondisi yang sudah sangan amat darurat pentingnya keberadaan Daulah Khilafah sebagai pengayom, pelindung, dan penjamin kehidupan kaum muslimin.
Sistem Islam telah terbukti secara empiris mampu menyejahterakan rakyatnya pada masa lalu. Kemajuan dan kebangkitan luar biasa muncul karenanya, sehingga Khilafah menjadi mercusuar bagi negara-negara lain di dunia. Wallahu A’lam Bis-Shawaab.
(azmuttaqin/arrahmah.com)