DAMASKUS (Arrahmah.id) — Whistleblower Suriah yang dikenal sebagai Caesar, yang mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia yang serius oleh rezim Assad, akhirnya mengungkapkan identitas aslinya dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera pada hari Kamis (6/2/2025).
Dilansir The New Arab (6/2), Letnan Satu Farid Al-Madhhan adalah Kepala Departemen Bukti Forensik Polisi Militer di Damaskus sebelum melarikan diri dari Suriah. Dalam pelariannya dia membawa lebih dari 54.000 gambar mengerikan dari para korban penyiksaan, kebrutalan, kelaparan, dan pembunuhan di kompleks penahanan Assad pada tahun 2014.
Gambar-gambar tersebut menjadi terkenal dan digunakan secara luas untuk mempublikasikan kisah-kisah tentang kebrutalan rezim Suriah, dan kemudian dipajang di Museum Holocaust AS dan di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Setelah kampanye panjang oleh anggota oposisi Suriah di luar negeri, bukti Al-Madhhan digunakan oleh AS untuk menerapkan ‘Caesar Act’, yang dinamai sesuai aliasnya, yang disahkan oleh Demokrat dan Republik di Senat AS.
Ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump pada tahun 2019 selama masa jabatan pertamanya, undang-undang yang menjatuhkan sanksi berat pada rezim Assad yang digulingkan mulai berlaku pada bulan Juni 2020.
Al-Madhhan berasal dari kota Daraa, yang dikenal sebagai ‘Tempat lahirnya revolusi Suriah’ yang akhirnya menggulingkan Assad pada bulan Desember tahun lalu.
Pelapor tersebut menjelaskan bagaimana ia menyelundupkan foto-foto tersebut keluar dari Suriah dalam “kartu memori tersembunyi di dalam pakaiannya, dan roti untuk menghindari deteksi.”
“Operasi penyelundupan terjadi hampir setiap hari,” mentransfer gambar dari kantornya di Damaskus ke kediamannya, tambah Al-Maddhan. (hanoum/arrahmah.id)