GAZA (Arrahmah.id) — Surat kabar Haaretz menerbitkan laporan investigatif yang mengungkap bahwa perusahaan yang baru-baru ini diumumkan untuk mendistribusikan bantuan kemanusiaan di Gaza ternyata merupakan hasil rekayasa tim dekat Perdana Menteri “Israel”, Benjamin Netanyahu. Perusahaan tersebut dipilih tanpa sepengetahuan lembaga keamanan dan tidak memiliki pengalaman dalam koordinasi operasi kemanusiaan.
Dalam laporan yang diterbitkan pada Ahad (25/5), diungkap bahwa lembaga yang diberi nama Gaza Relief Initiative—yang didaftarkan sebagai organisasi nirlaba di Swiss—mengaku sebagai entitas Amerika. Namun, ternyata didalangi oleh unsur-unsur “Israel”, dan menimbulkan banyak tanda tanya.
Haaretz mengutip pernyataan sejumlah pejabat keamanan, baik yang masih aktif maupun yang sudah pensiun, yang mengaku terkejut dengan penunjukan perusahaan “tak dikenal” itu. Mereka menyatakan bahwa proses pemilihan dilakukan secara rahasia oleh Mayor Jenderal Roman Gofman, sekretaris militer Netanyahu, tanpa melalui lelang terbuka, tanpa melibatkan saluran resmi seperti Koordinator Kegiatan Pemerintah di Tepi Barat dan Gaza, serta sepenuhnya menyingkirkan militer dan Kementerian Pertahanan.
Sumber-sumber tersebut juga mengungkap adanya pertemuan-pertemuan rahasia di dalam dan luar negeri serta aliran dana jutaan shekel tanpa sepengetahuan para pejabat senior keamanan. Hal ini memunculkan kecurigaan tentang adanya “perilaku tidak etis” dan “kepentingan pribadi” dalam proyek yang diperkirakan akan menelan biaya sekitar 200 juta dolar dalam enam bulan.
Laporan tersebut menambahkan bahwa meningkatnya kecurigaan di kalangan pejabat keamanan “Israel” memperkuat keyakinan adanya keuntungan pribadi dan ekonomi di balik proyek ini—terutama di tengah berlanjutnya perang, memburuknya krisis kemanusiaan di Gaza, dan meningkatnya kebutuhan akan entitas baru untuk menangani bantuan.
Seorang sumber mengatakan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menolak bekerja sama dengan perusahaan misterius ini karena meragukan kemampuannya untuk benar-benar melayani rakyat Palestina.
Lebih lanjut, Haaretz mengungkap bahwa para pengelola lembaga tersebut—termasuk seorang bernama Phil Reilly, mantan pejabat tinggi CIA—juga terlibat dalam perusahaan lain bernama Orbis yang sebelumnya beroperasi di Gaza dan bertugas mengamankan Koridor Netzarim selama jeda perang antara Desember dan Maret lalu.
Masih dalam laporan yang sama, disebutkan bahwa grup Orbis juga membawahi perusahaan bernama US Solutions yang kini mulai merekrut veteran militer Amerika Serikat dengan minimal empat tahun pengalaman tempur untuk menjalankan “misi keamanan dan kemanusiaan.” Perusahaan ini menyatakan bahwa prioritas perekrutan diberikan kepada penutur bahasa Arab dengan dialek Mesir, Yordania, Irak, atau Lebanon.
(Samirmusa/arrahmah.id)