JAKARTA (Arrahmah.id) – Kantor Staf Presiden (KSP) menyoroti maraknya kasus perundungan terhadap dokter muda peserta Program Pendidikan Kedokteran Spesialis (PPDS). Hal itu karena Kementerian Kesehatan (Kemenkes) karena memfasilitasi pelaporan kasus-kasus perundungan tersebut.
“Dengan fasilitasi ini memudahkan korban-korban perundungan itu untuk memberikan laporan. Ini mungkin kenapa laporannya semakin banyak,” kata Tenaga Ahli Utama KSP Brian Sri Prihastuti dalam perbincangan bersama Pro 3 RRI, Sabtu (19/8/2023).
Brian mengungkapkan, banyak orang sudah mengetahui bahwa praktik-praktik perundungan ini. Bukan sesuatu yang baru di dunia pendidikan kedokteran.
“Ketika mereka melanjutkan pendidikan profesi dengan sambil bekerja. Ini mungkin yang kemudian memudahkan terjadinya praktik-praktik bullying,” ucapnya.
Ia mengapresiasi langkah Menteri Kesehatan menindaklanjuti Undang Undang Kesehatan dengan melakukan upaya perlindungan bagi tenaga kesehtan tersebut. Salah satunya dengan memberikan akses memberikan tautan untuk melaporkan kasus perundungan yang dialami tenaga kesehatan.
“Per 17 Agustus kemarin katanya sudah 91 laporan. Sebagian sedang proses investigasi dan sebagian sudah selesai,” ujarnya.
Dikutip dari laman Kemenkse,go.id, Sabtu (19/8/2023) Menkes menyampaikan, perundungan yang dialami oleh dokter umum maupun PPDS berlangsung selama puluhan tahun. Salah satu perundungan di PPDS viral di media sosial pada Juli 2023 lalu tentang perlakukan dokter senior kepada PPDS.
Menindaklanjuti kabar tersebut, Kemenkes melakukan penelusuran dan berbincang bersama korban. Hasilnya, korban ditemukan mengalami stres karena mendapat tekanan pekerjaan yang tidak berhubungan dengan dokter.
Peserta PPDS diperlakukan sebagai asisten, sekretaris, hingga pembantu pribadi. Mereka juga diperintahkan untuk mengantar cucian ke laundry, bayar laundry, hingga antar jemput anak dokter senior.
Tak hanya mental dan fisik yang diperas, perundungan ini juga menyasar kepada aspek finansial peserta didik. Sejumlah korban diminta mengeluarkan biaya hingga puluhan juta rupiah untuk kepentingan pribadi oknum dokter spesialis.
Untuk mengetahui akar masalah, Menkes turun tangan dan menanyakan kepada pimpinan maupun dokter senior terkait kasus perundungan di rumah sakit. Namun, ia menemukan jawaban yang kontradiktif.
“Praktik perundungan ini kalau saya tanya ke pimpinan rumah sakit selalu dijawab tidak ada, saya nggak tahu apakah ini denial. Tapi kalau saya tanya ke dokter peserta didik selalu ada kasus perundungan,” ucapnya.
Dengan demikian, Menkes menyatakan untuk menindak tegas melalui Instruksi Menkes yang sudah berlaku hingga 20 Juli 2023 lalu. Hasilnya terbukti nyata.
(ameera/arrhmah.id)