ANKARA (Arrahmah.com) – Sejak melarikan diri dari pemboman yang terjadi di Aleppo pada bulan Januari, ibu dari delapan orang anak, Faten Darwish, sudah menyerah untuk bisa membawa keluarganya ke sebuah kamp pengungsi di Turki tenggara. Wanita berusia 33 tahun tersebut sekarang tinggal bersama suami dan anak-anak di sebuah gudang kumuh yang terbuat dari balok reyot dengan kasur tipis yang melapisi lantai kotor yang sempit. Beberapa anaknya mandi di pemandian umum, katanya, sebagaimana dilansir oleh WorldBulletin, Rabu (26/3/2014).
“Kami kehilangan rumah kami dalam pengemboman barel di sebuah desa dekat Aleppo. Suami saya terluka dan sekarang dia menyusuri jalan-jalan seperti orang gila,” kata Faten.
Pertempuran yang terjadi di Aleppo – hanya 50 km (30 mil) dari perbatasan Turki – mulai mereda, tetapi militer Suriah meningkatkan kembali serangan pada bulan Desember, yang menghantam wilayah sipil dengan bom barel – sebuah bom yang terbuat dari drum minyak yang diisi dengan bahan peledak dan pecahan peluru yang menyebabkan kehancuran yang besar dan membabi buta. Aleppo terus menanggung beban perang, di mana sekitar 140.000 orang telah terbunuh.
Dalam enam minggu, tentara rezim Suriah telah membunuh lebih dari 700 orang, kebanyakan dari mereka adalah warga sipil, serta memaksa puluhan ribu lainnya meninggalkan rumah mereka. Banyak dari mereka telah bergabung dengan ratusan ribu warga Suriah lainnya yang melarikan diri sejak perang Suriah meletus tiga tahun lalu.
Turki mulai membangun kamp-kamp pengungsi di dekat perbatasan pada pertengahan 2011, tanpa diketahui bahwa perang akan berlangsung begitu lama dan membawa sejumlah besar pengungsi, banyak dari mereka adalah wanita dan anak-anak.
Lebih dari 220.000 warga Suriah tinggal di kamp-kamp Turki, tetapi sebanyak tiga kali lipat dari angka tersebut sedang berjuang untuk bertahan hidup di luar kamp. Beberapa berusaha bertahan hidup di sekitar wilayah Turki tenggara, yang merupakan wilayah termiskin di negara itu.
Sejumlah pengungsi Suriah yang lainnya telah melakukan perjalanan jauh sampai ke Istanbul, di mana banyak terlihat pengungsi Suriah yang menjadi pengemis di sudut-sudut jalan atau di tengah deru lalu lintas, telah menjadi pemandangan menyedihkan yang akrab terlihat.
Jumlah resmi pengungsi Suriah yang terdaftar telah mencapai 900.000 orang, dan tidak peduli seberapa cepat Turki membangun kamp baru itu tidak pernah bisa mencukupi permintaan. Sekarang Turki telah membangun sebanyak 22 kamp yang tersebar di 10 provinsi.
Setiap kali Faten mencoba untuk mencari tempat baru untuk tinggal, ia kembali lagi ke tempat tersebut. Beberapa anaknya yang terlihat dekil dengan kerak di pipi sekarang pergi keluar untuk menjual biskuit untuk menambah penghasilan kecil yang mereka dapatkan dari belas kasihan orang. Sebagian besar pendapatan yang diperoleh dibayarkan untuk sewa bulanan ruangan yang dia tempati.
Perang Suriah telah membuat banyak rakyat sipil menderita, kehilangan masa depan. Mereka mengungsi ke negara-negara tetangga, menjadi pengemis dan menjalani hidup yang keras untuk bisa bertahan hidup.
(ameera/arrahmah.com)