(Arrahmah.id) – Sebuah investigasi yang dilakukan oleh Arabi Post mengungkap adanya kampanye terorganisir di platform X yang dipimpin oleh akun-akun “Israel” serta pihak yang berafiliasi dengan pendukung rezim Suriah yang telah tumbang, Bashar al-Assad. Kampanye ini bertujuan mempromosikan narasi “Israel” yang mengklaim perlunya “melindungi minoritas” sebagai dalih untuk membenarkan intervensinya di Suriah.
Analisis yang diterbitkan pada Sabtu kemarin ini didasarkan pada sekitar 20 ribu unggahan. Hasilnya menunjukkan bahwa kampanye ini menyebarkan sejumlah besar informasi menyesatkan guna memicu ketegangan internal, dengan memperbesar klaim tentang konflik sektarian serta menggiring opini bahwa “minoritas di Suriah membutuhkan perlindungan dari Israel”.
Investigasi juga menemukan bahwa beberapa akun berusaha membangun narasi yang membenarkan campur tangan asing atau mendukung proyek separatis. Sebagian unggahan bahkan menyebarkan klaim bahwa situasi di Suriah lebih baik saat Assad masih berkuasa.
Tiga Jenis Akun dalam Kampanye
Menurut investigasi yang dilakukan oleh jurnalis Arabi Post, Murad Al-Qutaili, akun-akun yang terlibat dalam kampanye ini terbagi menjadi tiga kategori utama:
- Akun “Israel”, baik yang sudah dikenal maupun anonim, yang dibantu oleh jaringan bot dan akun berbahasa Arab untuk memperluas jangkauan.
- Akun pro-rezim Assad, yang sebagian besar telah lama ada tetapi menjadi aktif kembali setelah kejatuhan Assad pada Desember lalu. Selain itu, ratusan akun baru muncul sejak awal tahun hingga 4 Maret, yang berfokus menyebarkan berita palsu dan provokatif.
- Akun anonim, yang mendukung klaim “Israel” tentang “penindasan terhadap minoritas” di Suriah dan kebutuhan mereka akan perlindungan. Beberapa akun bahkan mengaku beridentitas Irak atau Kurdi.
Akun-akun anonim ini memainkan peran penting sebagai penghubung, dengan memperkuat unggahan dari akun “Israel” dan pro-Assad. Dengan cara ini, mereka berhasil meningkatkan jangkauan narasi tertentu dan membuat tagar terkait semakin viral di platform X.
Manipulasi dan Penyebaran Konten Secara Sistematis
Investigasi juga mengungkap bahwa beberapa akun memainkan peran utama dalam mendistribusikan konten secara luas. Unggahan mereka mendapatkan interaksi tinggi dalam waktu singkat, yang mengindikasikan keterlibatan akun bot atau akun palsu untuk menyebarluaskan pesan tertentu.
Pola penyebaran ini tidak terjadi secara acak, melainkan mengikuti strategi yang dirancang untuk memanipulasi diskusi publik dan menciptakan kesan seolah-olah ada dukungan luas terhadap narasi yang mereka promosikan. Beberapa akun bahkan baru dibuat beberapa minggu lalu, tetapi telah mengunggah lebih dari 200 cuitan per hari—sebuah aktivitas yang mencurigakan dan kemungkinan besar dikendalikan oleh sistem otomatis.
Ancaman terhadap Stabilitas Sosial
Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera Net, Murad Al-Qutaili menegaskan bahwa Suriah kini menghadapi “perang digital besar” yang bisa berdampak serius terhadap kohesi sosial dan stabilitas nasional. Menurutnya, kampanye semacam ini merupakan ancaman nyata bagi keamanan Suriah karena secara sistematis memicu perpecahan sektarian di tengah situasi yang sudah rentan.
Ia memperingatkan bahwa masyarakat harus lebih kritis dalam menyikapi informasi di media sosial dan menghindari menyebarkan unggahan yang mengandung misinformasi. “Mereka yang tanpa sadar berinteraksi dengan unggahan semacam ini justru ikut memperluas penyebaran berita palsu yang bisa membahayakan banyak orang,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menekankan perlunya investigasi mendalam untuk mengungkap siapa aktor di balik kampanye ini, siapa yang mendanainya, serta mengapa kampanye ini muncul dalam periode krisis tertentu.
Intervensi “Israel” di Suriah
Sejak kejatuhan rezim Assad, militer “Israel” semakin aktif melakukan operasi di wilayah selatan Suriah, termasuk serangan udara yang menargetkan fasilitas militer dengan dalih mencegah pengiriman senjata ke pemerintahan baru.
Baru-baru ini, Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu bahkan mengancam akan melakukan intervensi militer dengan alasan “melindungi komunitas Druze” di Suriah. Menteri Luar Negeri “Israel”, Gideon Sa’ar, juga menegaskan bahwa gagasan tentang Suriah sebagai negara kesatuan dengan pemerintahan yang efektif dan berdaulat atas seluruh wilayahnya adalah sesuatu yang “tidak realistis”. Menurutnya, skenario yang lebih masuk akal adalah mendorong sistem pemerintahan otonom bagi minoritas di Suriah atau bahkan membentuk pemerintahan federal.
Sementara itu, Wall Street Journal melaporkan bahwa “Israel” berencana menggelontorkan dana hingga satu miliar dolar untuk mempengaruhi komunitas Druze agar berseberangan dengan pemerintahan baru di Suriah.
Investigasi ini semakin menguatkan dugaan bahwa “Israel” tidak hanya terlibat secara militer, tetapi juga secara digital, dalam membentuk opini publik demi kepentingannya sendiri di Suriah.
(Samirmusa/arrahmah.id)