JAKARTA (Arrahmah.id) – Kebijakan Gubernur Jawa Barat yang berniat mengatur jam masuk sekolah dimulai pukul 06.30 WIB menimbulkan polemik luas di kalangan pendidik, orang tua, hingga para pemerhati pendidikan.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, menilai pengguliran wacana itu tak lebih dari sekadar upaya menarik perhatian atau mencari sensi agar viral.
“Sulit membedakan apakah ini kebijakan strategis yang matang atau sekadar upaya menarik perhatian dan menjadi viral. Sayangnya, indikasi kuat lebih ke arah yang terakhir,” kata Ubaid, dikutip Inilah.com, Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Menurut Ubaid, kebijakan publik, terutama di sektor pendidikan, harus dibuat melalui proses yang jelas dan terukur, bukan sekadar demi konten media sosial.
“Kebijakan yang baik butuh kajian ilmiah dan data sebagai dasar, bukan narasi dangkal. Perlu juga partisipasi publik dari guru, orang tua, dan pakar, bukan keputusan top-down yang tiba-tiba muncul,” katanya.
Lebih lanjut, Ubaid berpandangan, strategi pendidikan juga memerlukan visi jangka panjang yang jelas, bukan respons sesaat.
Jika tujuannya optimalisasi belajar, lantas bagaimana korelasinya dengan kuakitas guru, kurikulum dan asesmen? Semuanya, kata Ubaid, harus terintegrasi dengan baik.
“Terakhir, butuh transparansi dan akuntabilitas agar masyarakat tahu alasan dan dampaknya,” ucapnya.
Ubaid menilai, ketika sebuah kebijakan dirumuskan secara tergesa-gesa dengan narasi yang terkesan seperti gimmick, maka esensi dari pemerintahan yang baik dan proses pengambilan keputusan yang matang menjadi hilang. Padahal, pendidikan adalah investasi jangka panjang, bukan panggung untuk mencari popularitas sesaat.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti meminta semua pemerintah daerah mematuhi peraturan kementerian dalam menyelenggarakan pendidikan, termasuk soal pelaksanaan jam belajar.
Mu’ti menegaskan hal itu sebagai respons atas kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ihwal siswa masuk pukul 06.30 pagi.
“Jadi sebaiknya semua pihak bisa memahami apapun kebijakannya dan senantiasa mengacu kepada apa yang sudah menjadi kebijakan di kementerian,” kata Mu’ti beberapa waktu lalu.
Adapun aturan soal pelaksanaan jam belajar sudah tercantum dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah. Pada pasal 2, disebutkan, hari sekolah dilaksanakan 8 jam dalam 1 hari atau 40 jam selama 5 hari dalam seminggu.
Lama belajar dalam sehari tersebut sudah termasuk jam istirahat selama 2,5 jam dari 5 hari dalam 1 minggu. Hanya saja, aturan yang tercantum dalam Permen tidak secara eksplisit menyebut pukul berapa paling dini atau paling siang sebuah kegiatan pembelajaran boleh dimulai.
(ameera/arrahmah.id)