SANAA (Arrahmah.com) – Amerika Serikat mendapat pertanyaan baru terkait perannya dalam serangan mematikan pada akhir 2009 lalu ke sebuah kamp yang diduga digunakan oleh Mujahidin AQAP di Yaman, setelah sebuah kelompok HAM menerbitkan apa yang mereka katakan bukti baru keterlibatan AS dalam serangan tersebut.
Foto-foto yang dirilis oleh Amnesti Internasional pada Senin (23/8) menunjukkan bagian-bagian dari rudal AS dan amunisi kluster yang dikumpulkan dari lokasi penyerangan pada Desember lalu di desa Ma’jalah, Yaman selatan.
55 orang termasuk 14 perempuan dan 21 anak, gugur dalam serangan 14 orang mujahid juga dikabarkan syahid (Insha Allah).
Setelah serangan, pemerintah Yaman mengumumkan bahwa serangan tersebut dilakukan sendiri tanpa dukungan negara manapun, namun laporan mulai muncul bahwa AS memainkan peranan dalam serangan atas perintah Gedung Putih.
Pada saat itu, seorang pejabat AS yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan kepada media bahwa Pentagon memberikan senjata dan agen intelijennya kepada pemerintah Yaman, namun keterlibatan AS dalam serangan ini tidak pernah secara resmi dikonfirmasikan.
Foto-foto Amnesti Internasional menunjukkan bagian-bagian rudal jenis BGM-109D Tomahawk yang digunakan untuk memberikan sub-amunisi kluster mematikan.
“Amnesti Internasional prihatin dengan bukti bahwa amunisi kluster tampaknya telah digunakan di Yaman,” ujar Mike Lewis, peneliti kelompok pengontrol senjata.
“Amunisi kluster memiliki efek tidak pandang bulu dan meledakkan bom yang mengancam kehidupan selama bertahun-tahun setelahnya,” lanjutnya.
Pelanggaran hukum
Philip Luther, wakil direktur kelompok Program Timur Tengah dan Afrika Utara mengatakan bahwa jika terbukti, keterlibatan Washington menjadi pelanggaran hukum internasional.
“Serangan militer semacam ini terhadap orang-orang yang diduga ‘militan’ tanpa adanya upaya untuk menahan mereka adalah hal yang paling melanggar hukum,” ujar Philip.
“Kenyataan bahwa sebenarnya begitu banyak korban perempuan dan anak-anak mengindikasikan bahwa serangan itu sebenarnya tidak bertanggungjawab, terutama mengingat kemungkinan penggunaan amunisi kluster.”
Pentagon menolak memberikan komentar atas tuduhan tersebut ketika dihubungi AlJazeera. (haninmazaya/arrahmah.com)