JAKARTA (Arrahmah.com) – The Community Of Ideoligical Islamic Analyst (CIIA), melaporkan bahwa sebulan sudah Burhanudin alias Faruq alias Fatih diculik oleh Densus 88. Dia mulai diketahui hilang diculik oleh Densus 88 pada 8 Juni 2013.
Kronologis hilangnya Faruq hingga diketahui diculik Densus 88 adalah saat pengurus masjid Al Musabbihin Sudiang Makassar mengadakan peringatan Isra Mi’raj pada malam Ahad, 8 Juni 2013. Pada malam itu Faruq masih sempat memimpin shalat Isya berjamaah di masjid. Setelah shalat Isya turun hujan kemudian Faruq membersihkan masjid sebelah kanan teras yang basah, sebelum jamaah berdatangan di masjid untuk ikut peringatan Isra’ Mi’raj. Setelah itu Faruq pulang kerumahnya untuk makan malam. Ternyata tidak sampai ke rumahnya Faruq diciduk Densus 88. Atas peristiwa itu tidak ada seorang pun mengetahuinya.
Setelah selesai acara Isro’ Mi’roj, sekitar pukul 21.00 wita istri Faruq mencari suaminya “Mengapa Faruq belum pulang dari masjid?” Beberapa warga seperti Nasir membantu mencari Faruq, ternyata tidak menemukan. Beberapa teman Faruq ditelepon, namun tidak ada yang mengetahui keberadaan Faruq. Nasir beserta warga mendapati songkok dan sandal Faruq di depan rumah Azis yang juga berhadapan dengan masjid, serta motornya terkunci di samping masjid. Akhirnya warga dan jamaah masjid bersikap menunggu sampai subuh, jika pada shalat subuh Faruq tidak kunjung datang maka baru mencarinya lagi.
Saat sholat Subuh Ahad pagi Faruq tidak terlihat juga, jamaah beramai-ramai mendatangi rumah ketua takmir masjid untuk menyampaikan perihal hilangnya Faruq. Semua berspekulasi tentang hilangnya Faruq, sampai kemudian sekitar sekitar jam 09.00 wita warga menyaksikan tiba-tiba datang polisi dan Densus 88 di Permata Sudiang Raya menggerebek rumah Drs. H. Badaruddin yang ditempati Faruq dan menyisir masjid al Musabbihin. Dan berdatanganlah para wartawan, dalam penggerebekan Densus 88 menggeledah rumah yang ditempati Faruq mengambil Laptop dan solder milik Faruq sebagai barang bukti.
Pengakuan Fitri istri Faruq, Densus 88 mengambil dompet suaminya beserta isinya. Menurut kesaksian warga pada saat pengerebekan Densus 88 mengancam anak-anak karena mereka memotret personel Densus lewat HP mereka. Densus meminta HP dan menghapus hasil foto itu dan tidak ada warga yang boleh lewat sepanjang jalan.
Setelah penggerebekan, Densus 88 datang menemui Fitri memberikan uang Rp. 300.000, dan Fitri tidak mau menerimanya. Akhirnya uang tetap diletakkan Densus 88 di meja dan Fitri tidak mau mengambilnya dan hanya disimpan sebagai barang bukti. Setelah itu datang lagi Densus 88 memberikan uang Fitri Rp .500.000,- tapi Fitri tidak mau menerimanya akhirnya Densus 88 menitipkan uang tersebut kepada ketua RT Blok H Junedi. Selanjutnya ketua RT memberikannya ke Fitri melalui Nasir, namun Fitri tetap tidak mau menerimanya.
Selanjutnya pengurus masjid berinisiatif untuk beraudiensi dengan Kapolda Sulselbar, dengan cara mengirim surat. Tapi tidak ada respon yang baik dari pihak Kapolda.
Kenapa Faruq harus di culik?
Sejauh ini tidak ada penjelasan pasti dari pihak Densus 88 (Polri) maupun BNPT, kenapa Faruq ikut diculik dan ditangkap. Sejauh kajian CIIA, Faruq menjadi korban kesekian kalinya dari asumsi dan kata “terkait” dalam kasus terorisme. Hanya dengan bukti yang sangat prematur sekalipun karena ada asumsi “terkait” maka seorang Faruq bisa diperlakukan seperti saat ini. Toh faktanya, hingga terungkap nama pelaku bom Mapolres Poso (Zainul Arifin) pihak Densus 88 juga belum mampu mengungkap siapa jaringan dibalik peristiwa bom Mapolres tersebut.
Faruq bisa jadi pernah komunikasi dengan orang Poso via HP tapi tidak otomatis bisa disimpulkan bahwa ia terkait dan terlibat. Atau isu bahwa Faruq adalah calon “pengantin” berikutnya yang disiapkan adalah gosip dan cenderung fitnah. Dari penulusuran CIIA, benar bahwa Faruq pernah berkomunikasi melalui telepon dengan seseorang di Poso. Orang tersebut berasal dari Bima, satu kampung dengan Faruq. Dia berkomunikasi dengan Faruq untuk meminta tolong agar diuruskan niat pernikahan (menjadi pengantin) dengan seorang muslimah yang berasal dari Bima juga. Artinya Faruq diminta menjadi perantara rencana pernikahan tersebut. Jadi bukan rencana “pengantin” untuk melakukan aksi pengeboman.
Asumsi yang arogan, hanya karena Faruq dan teman komunikasinya sama-sama berasal dari Bima, dia diculik Densus 88. Atau apakah hanya karena seorang Faruq mengaji bersama kawan-kawannya dengan mendengar dan melihat video dari orang-orang tertentu yang menjadi terpidana “terorisme” kemudian demikian mudah dituduh di duga bahwa Faruq cs adalah juga pelaku atau berpotensi menjadi teroris?
Jikapun nanti Faruq di hadapkan di pengadilan, sangat niscaya pengadilan tersebut layaknya drama. Masyarakat harus benar-benar sadar, bahwa dalam isu terorisme orang muslim (aktifis) rentan menjadi korban hanya karena dituduh terkait atau terduga. Tangkap dulu dan pembuktian urusan berikutnya. Inilah “prestasi” Densus 88 dan BNPT yang menjadikan kekerasan demi kekerasan tiada ujungnya.
Sampai kini Faruq tidak jelas rimbanya. Ditengah gegap gempita peristiwa-peristiwa politik lokal dan global, masihkah ada muslim yang peduli dengan nasib seorang imam masjid al Musabbihin Sudiang Makassar yang bernama Faruq alias Fatih yang bernama asli Burhanudin ini? Kedzaliman demi kedzaliman atas nama perang melawan terorisme telah melahirkan keprihatinan yang mendalam bagi mereka yang masih punya rasa ukhuwah Islamiyah.
(azmuttaqin/arrahmah.com)