JAKARTA (Arrahmah.com) – Meski korban kezaliman Densus 88 hanya menimpa Muslim Indonesia, perilaku pasukan berlogo burung hantu ini bukan hanya menjadi urusan umat Islam Indonesia, melainkan juga menjadi urusan pihak lain selaku sesama umat manusia.
Mengutip Republika, pengamat hukum dan HAM dari Fakultas Hukum UII Yogyakarta Suparman Marzuki, menegaskan, semua pihak harus mencermati tindak tanduk pasukan Densus 88 ketika menjalankan tugasnya memberantas terorisme. Bahkan, harus diingatkan kepada masyarakat bahwa segala urusan yang terkait dengan perilaku pasukan khusus ini bukan hanya menjadi urusan umat Islam Indonesia, melainkan juga menjadi urusan pihak lain selaku sesama umat manusia.
”Tak hanya umat Islam yang harus kritis, berbagai pihak di luar umat Islam juga harus berani bersikap dan bersuara bila melihat kejanggalan pasukan Densus 88. Ingat ini masalah kemanusian, bukan hanya masalah satu kelompok atau satu umat saja. Ini masalah bersama terkait peradaban manusia,” kata Suparman kepada Republika (17/3/2016).
Suparman mengatakan, semua yang dilakukan Densus 88 adalah harus tunduk pada aturan hukum. Apalagi, para anggotanya jelas merupakan anggota polisi atau masyarakat sipil.
”Tindakan yang mereka lakukan bukan operasi perang. Nah, karena bukan operasi perang dan sekaligus juga sebagai organisasi sipil, maka mereka harus siap dikritisi oleh seluruh elemen masyarakat. Sekali lagi, operasi mereka bukan operasi peperangan, tapi penegakan hukum yang itu haris fair, transparan, dan akuntabel. Pasukan Densus 88 bukan pasukan siluman, tapi mereka adalah aparat penegak hukum,” katanya.
Menurutnya, sikap kritis umat Islam dan masyarakat lain harus tetap berjalan karena pada faktanya banyak kasus yang menyatakan operasi penegakan hukum mereka banyak yang bermasalah. ”Sudah banyak kasus salah tangkap, bahkan salah tembak. Maka, wajar —terutama umat Islam— berani memprotesnya,” ujar Suparman yang mantan direktur Pusat Studi HAM (Pusham) UII dan mantan ketua Komisi Yudisial itu.
(azm/arrahmah.com)