WASHINGTON (Arrahmah.id) – Puluhan demonstran pro-Palestina ditangkap pada Rabu (7/5/2025) di Universitas Columbia dalam salah satu aksi terbesar yang pernah terjadi di kampus itu, sebagai bentuk protes terhadap hubungan universitas dengan ‘Israel’ serta mengecam genosida yang masih berlangsung di Gaza.
Video dan foto yang beredar di media sosial menunjukkan para demonstran membawa spanduk bertuliskan “Strike For Gaza” dan “Liberated Zone” di bawah lampu gantung mewah di Ruang Baca Lawrence A. Wein di Perpustakaan Butler.
Mereka berdiri di atas meja, menyanyikan yel-yel, menabuh genderang, dan mengibarkan bendera serta spanduk pro-Palestina di dalam perpustakaan utama universitas.
Kelompok mahasiswa pro-Palestina Columbia University Apartheid Divest menyatakan bahwa mereka menduduki perpustakaan sebagai bentuk protes terhadap investasi dan hubungan universitas dengan ‘Israel’.
Dalam unggahan di Substack, kelompok itu mengatakan, “Lebih dari 100 orang baru saja menduduki Perpustakaan Butler dan menamainya kembali sebagai Universitas Rakyat Basel Al-Araj,” merujuk pada aktivis dan penulis Palestina yang dibunuh oleh pasukan ‘Israel’ pada 2017.
“Pendudukan ini menunjukkan bahwa selama Columbia masih mendanai dan mengambil untung dari kekerasan imperialistik, rakyat akan terus mengganggu keuntungan dan legitimasi universitas. Represi hanya akan melahirkan perlawanan, jika Columbia meningkatkan penindasan, rakyat akan meningkatkan perlawanan mereka di kampus ini.”
Kelompok tersebut juga mengulangi tuntutan lama agar Columbia mengakhiri investasi dana abadi sebesar $14,8 miliar ke perusahaan senjata dan korporasi lain yang mendukung pendudukan militer ‘Israel’ di wilayah Palestina.
Presiden AS Donald Trump sebelumnya menyebut aksi mahasiswa pro-Palestina yang terjadi di berbagai kampus tahun lalu sebagai tindakan antisemit dan anti-Amerika.
Namun, para demonstran, termasuk mahasiswa Yahudi, menyatakan bahwa pemerintah secara tidak adil menyamakan dukungan terhadap Palestina dengan antisemitisme.
Trump bahkan dilaporkan tengah berusaha mendeportasi sejumlah mahasiswa internasional pro-Palestina dari universitas-universitas AS dengan alasan bahwa keberadaan mereka bisa membahayakan kepentingan kebijakan luar negeri AS.
Para pengunjuk rasa juga menuntut pembebasan Mahmoud Khalil, seorang aktivis Palestina sekaligus mahasiswa pascasarjana Columbia, yang hingga kini masih ditahan di pusat imigrasi di Louisiana. Khalil merupakan salah satu dari orang pertama yang ditangkap karena aktivitas pro-Palestinanya.
Aksi ini terjadi di tengah negosiasi yang masih berlangsung antara dewan pengawas Universitas Columbia dan pemerintahan Trump, setelah pemerintah mengumumkan pada bulan Maret bahwa mereka membatalkan dana hibah ratusan juta dolar untuk riset ilmiah universitas.
Presiden sementara Columbia, Claire Shipman, menyebut aksi demonstrasi tersebut sebagai “tidak bisa diterima”.
Pihak universitas memanggil polisi setelah para demonstran menolak memberikan identitas dan enggan meninggalkan gedung, menurut pernyataan Shipman.
Departemen Kepolisian New York mengatakan bahwa beberapa orang yang tidak mematuhi peringatan untuk membubarkan diri telah ditangkap.
Stasiun radio 1010 WINS di New York melaporkan bahwa sekitar 80 orang demonstran ditahan.
Universitas Columbia, salah satu kampus bergengsi di AS, juga menjadi pusat demonstrasi besar tahun lalu saat gelombang protes mahasiswa terhadap perang ‘Israel’l di Gaza menyebar di lebih dari 100 kampus di seluruh Amerika Serikat. (zarahamala/arrahmah.id)