GAZA (Arrahmah.id) – Sebuah laporan yang ditujukan kepada pejabat senior militer ‘Israel’ telah mengungkap krisis yang mempengaruhi prajurit, baik secara fisik maupun psikologis, di tengah perang genosida yang sedang berlangsung di Gaza, Al-Jazeera melaporkan pada Rabu (21/5/2025), mengutip media ‘Israel’.
Menurut laporan yang diajukan oleh gerakan ‘Mothers on the Front’, tingkat pendaftaran pasukan cadangan telah turun dari 95 persen pada awal perang Gaza menjadi hanya 75 persen saat ini, sementara tingkat ketidakhadiran di beberapa unit telah mencapai 50 persen, dengan turunnya kesiapan dalam unit-unit reguler.
Le Monde melaporkan bahwa gerakan tersebut “beranggotakan 70.000 orang.”
Data tersebut juga menunjukkan bahwa lebih dari 3.500 tentara dinyatakan tidak layak bertugas karena alasan psikologis hingga Mei 2024, selain sekitar 2.000 lainnya dirawat karena “reaksi pertempuran”.
PTSD dan Angka Bunuh Diri
Sementara itu, 12 persen prajurit cadangan menderita gejala gangguan stres pasca-trauma, menurut sebuah penelitian dari Universitas Tel Aviv, tambah laporan itu.
2024 menjadi tahun dengan tingkat bunuh diri tertinggi di kalangan tentara ‘Israel’ dalam satu dekade, dengan 21 kasus terkonfirmasi, setengahnya di cadangan, di tengah indikasi kasus yang tidak terdokumentasi dan kurangnya pemantauan berkala terhadap upaya bunuh diri, kata laporan itu.
Menurut data militer ‘Israel’, laporan itu melanjutkan, sekitar 5.569 tentara telah terluka sejak awal operasi Gaza, ratusan di antaranya terluka parah.
Gerakan tersebut “mengecam keterlibatan terus-menerus tentara yang sakit mental dalam pertempuran, menganggapnya sebagai bahaya bagi nyawa tentara dan rekan-rekan mereka,” catat laporan tersebut.
‘Tanggung Jawab Profesional’
Laporan tersebut, yang ditandatangani oleh ketua gerakan tersebut, Pengacara Ayelet Hashachar Seidov, dan kepala departemen kesehatan mentalnya, Agmit Gelev, diakhiri dengan surat kepada kepala departemen kesehatan mental, kepala departemen ilmu perilaku, dan kepala staf medis:
“Ini adalah ketertiban etika, profesional, dan publik. Ini adalah tanggung jawab profesional dan moral Anda. Jangan tinggal diam,” kata mereka. (zarahamala/arrahmah.id)