GAZA (Arrahmah.id) – Hamas memperingatkan bahwa rencana ‘Israel’ untuk memperluas serangan darat ke Gaza adalah “keputusan eksplisit untuk mengorbankan para sandera ‘Israel’ yang masih berada di wilayah tersebut”.
“Persetujuan kabinet pendudukan [‘Israel’] terhadap rencana perluasan serangan darat di Gaza merupakan keputusan yang secara terang-terangan mengorbankan para sandera ‘Israel’ di sana,” bunyi pernyataan Hamas pada Selasa (6/5/2025).
Hamas juga menyebut keputusan tersebut sebagai “pengulangan siklus kegagalan” selama 20 bulan terakhir yang tidak berhasil mencapai tujuan yang dinyatakan ‘Israel’.
Pernyataan itu juga mengkritik Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu, yang menurut Hamas menunjukkan “niat untuk terus melakukan kejahatan terhadap warga sipil dengan dukungan penuh dari pemerintah AS”.
Hamas menyerukan kepada negara-negara Arab dan Islam, serta PBB dan komunitas internasional, untuk “segera bertindak menghentikan pemerintahan pendudukan fasis dan membawa para pemimpinnya ke pengadilan internasional.”
Diperkirakan masih ada 59 sandera di Gaza, dengan 24 di antaranya diyakini masih hidup menurut estimasi ‘Israel’. Sebagai perbandingan, lebih dari 9.500 warga Palestina saat ini ditahan di penjara-penjara ‘Israel’, dan menurut organisasi HAM Palestina maupun ‘Israel’, banyak dari mereka mengalami penyiksaan, kelaparan, dan pengabaian medis.
Pada Ahad (4/5), Netanyahu dan kabinet perangnya menyetujui rencana untuk memperluas serangan di Gaza, termasuk kemungkinan “penaklukan” penuh Jalur Gaza dan pendudukan militer secara menyeluruh.
Media ‘Israel’ melaporkan bahwa rencana invasi darat besar-besaran telah disetujui, tetapi pelaksanaannya kemungkinan ditunda hingga setelah kunjungan Presiden AS Donald Trump ke Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab pada 13–16 Mei.
Sebagai bagian dari persiapan, militer ‘Israel’ disebut telah memobilisasi puluhan ribu pasukan cadangan untuk dikerahkan ke Gaza. Rencana ini juga mencakup penempatan militer ‘Israel’ sebagai pengelola distribusi makanan dan pasokan penting lainnya bagi 2,3 juta penduduk Gaza yang berada di bawah blokade. ‘Israel’ dikabarkan akan melibatkan kontraktor keamanan asal AS untuk mengontrol aliran bantuan ke wilayah tersebut.
Forum Tim Kemanusiaan (HCT), yang terdiri dari badan-badan PBB dan organisasi kemanusiaan, menyatakan bahwa pejabat ‘Israel’ telah meminta persetujuan mereka untuk mendistribusikan bantuan melalui “pusat distribusi Israel” di bawah kendali militer, setelah pemerintah membuka kembali jalur penyeberangan.
HCT menyebut rencana itu berbahaya dan “bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dasar serta tampak dirancang untuk memperkuat kendali atas kebutuhan pokok sebagai alat tekanan, bagian dari strategi militer.”
Seorang pejabat ‘Israel’ menyatakan bahwa rencana baru tersebut mencakup “pendudukan wilayah dan menetap di sana.” Militer ‘Israel’ akan menggusur warga Palestina ke Gaza selatan sambil melakukan “serangan besar” terhadap Hamas.
Dalam pesan video berbahasa Ibrani di platform X, Netanyahu mengklaim bahwa penduduk Gaza “akan dipindahkan demi keselamatan mereka”. Ia juga menegaskan bahwa pasukan ‘Israel’ tidak akan lagi hanya masuk dan keluar Gaza dalam operasi terbatas: “Yang kami maksud justru kebalikannya.”
Sumber dari ‘Israel’ mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa Netanyahu terus mendukung rencana Presiden AS Donald Trump untuk pemindahan paksa penduduk Palestina dari Gaza.
‘Israel’secara sepihak melanggar gencatan senjata pada Maret setelah menolak melanjutkan ke fase kedua yang seharusnya mencakup pembebasan seluruh sandera yang tersisa. Netanyahu secara konsisten menolak tawaran dari Hamas terkait pembebasan mereka.
Sejak 2 Maret, ‘Israel’ menutup jalur penyeberangan utama Gaza, menghentikan aliran makanan, bantuan medis, dan pasokan kemanusiaan lainnya. Blokade ini telah menyebabkan kondisi kehidupan yang sangat buruk, dengan organisasi HAM menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata perang terhadap warga Palestina.
Serangan ‘Israel’ yang kembali dimulai pada 18 Maret telah menewaskan lebih dari 2.400 warga Palestina dan melukai lebih dari 6.500 lainnya, sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan, menurut Kementerian Kesehatan Palestina. (zarahamala/arrahmah.id)