TEL AVIV (Arrahmah.id) — Ketegangan memuncak di kalangan para pemimpin “Israel” setelah insiden penembakan di Museum Yahudi Washington yang menewaskan dua staf kedutaan “Israel” pada Rabu malam waktu setempat.
Tiga menteri kabinet menuding Ketua Partai Demokrat “Israel”, Yair Golan, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas insiden tersebut. Sebaliknya, Golan balik menuding pemerintah pimpinan Benjamin Netanyahu sebagai dalang utama yang memicu kebencian terhadap “Israel”.
Menteri Luar Negeri “Israel” Gideon Sa’ar mengklaim bahwa terdapat “hubungan langsung antara propaganda anti-Semit dengan serangan mematikan di Washington.” Ia menyebut para perwakilan “Israel” di seluruh dunia sebagai target terorisme, dan mendesak para pemimpin dunia untuk berhenti memicu kebencian terhadap “Israel”.
“Terorisme memburu kita di mana pun dan kita tidak akan tunduk kepadanya. Kita harus memperkuat persatuan internal untuk meraih kemenangan,” ujar Sa’ar.
Sementara itu, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir menyatakan bahwa para anti-Semit “mengambil kekuatan dari politisi jahat di dalam negeri”, mengacu pada kritik Yair Golan dan mantan Menteri Pertahanan Moshe Ya’alon terhadap pembantaian yang terus dilakukan “Israel” di Gaza.
Menteri Kebudayaan Mickey Zohar pun menyalahkan Golan dan Ya’alon, menyebut serangan itu sebagai akibat dari “fitnah para politisi hina yang menuduh kami melakukan genosida dan kejahatan perang”.
Pernyataan paling tegas datang dari Menteri Warisan, Amichai Eliyahu, yang mengatakan bahwa “darah staf kedutaan ‘Israel’ di Washington ada di tangan Yair Golan dan rekan-rekannya”.
Pekan lalu, Yair Golan menyatakan bahwa “negara yang waras tidak melancarkan perang terhadap warga sipil Palestina, tidak membunuh anak-anak sebagai hobi, dan tidak mengusir rakyat dari tanah mereka”. Moshe Ya’alon juga menuding pemerintahan Netanyahu melakukan pembunuhan berdasarkan “ideologi mesianik, nasionalistik, dan fasis”.
Menanggapi tudingan-tudingan itu, Golan balik menyalahkan Netanyahu dengan mengatakan bahwa pemerintahannya “menyulut kebencian terhadap ‘Israel’ dan anti-Semitisme di dunia, yang kini menjadi ancaman nyata bagi setiap Yahudi”.
Di tengah saling tuding ini, Presiden “Israel” Isaac Herzog menyerukan kepada para pemimpin untuk menghentikan konflik internal. “Saat kita menghadapi berbagai ancaman dari luar, kita harus bersatu melawan kebencian dan anti-Semitisme, bukan berperang sesama sendiri,” ujarnya.
Netanyahu sendiri mengaku terkejut atas insiden tersebut dan mengatakan bahwa “fitnah berdarah terhadap ‘Israel’ menyebabkan pertumpahan darah dan harus diperangi hingga tuntas”. Ia juga berjanji akan memperketat keamanan di seluruh kedutaan “Israel” di dunia.
Pemimpin oposisi dari Partai “Blok Negara”, Benny Gantz, menyatakan, “Kami akan terus berdiri bersama melawan kejahatan dan kami akan menang”.
Sementara itu, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mengaitkan serangan itu dengan “kebencian anti-Semit yang sama” yang menurutnya juga menjadi penyebab serangan 7 Oktober 2023 dalam Operasi Thufan Al-Aqsha, ketika pejuang Palestina menyerang permukiman di sekitar Gaza, termasuk Nirim dan Nahal Oz.
Yair Lapid, tokoh oposisi lainnya, mengatakan bahwa serangan ini adalah “bukti nyata dari globalisasi intifadhah”, dan menyebutnya sebagai “aksi teror anti-Semit yang dipicu oleh hasutan global”.
Duta besar “Israel” untuk PBB, Dany Danon, juga menyebut serangan terhadap diplomat dan komunitas Yahudi sebagai “pelanggaran garis merah”. Ia menegaskan bahwa “Israel” akan terus “melindungi warga dan para diplomatnya di seluruh dunia” dan menyatakan keyakinannya bahwa pelaku akan “dihukum berat”.
(Samirmusa/arrahmah.id)