TEL AVIV (Arrahmah.id) – Menteri Luar Negeri ‘Israel’, Gideon Sa’ar, pada Ahad (11/5/2025) mengancam bahwa ‘Israel’ akan mengambil “langkah sepihak” jika negara-negara Eropa mengakui negara Palestina.
Pernyataan ini muncul beberapa pekan setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan bahwa Paris mungkin akan mengakui Palestina pada Juni mendatang.
“Setiap pengakuan sepihak justru akan merusak masa depan proses dua negara,” klaim Sa’ar dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Jerman, Johann Wadephul, di Yerusalem yang diduduki. “Hal itu akan mendorong kami untuk merespons dengan tindakan sepihak.”
Macron menyampaikan komentarnya pada 9 April, mengisyaratkan bahwa Prancis dan beberapa negara Arab bisa segera mengakui Palestina dan ‘Israel’ sebagai bagian dari solusi kawasan.
Perdana Menteri ‘Israel’, Benjamin Netanyahu, langsung menolak keras ide tersebut. Ia menyebut bahwa negara Palestina di “jantung tanah air kami” adalah ancaman terhadap eksistensi ‘Israel’.
“Itu hanya bertujuan menghancurkan kami,” kata Netanyahu. “Saya tidak akan mempertaruhkan ‘Israel’ demi ilusi yang tidak masuk akal.”
Sa’ar juga menyatakan dukungan kuat terhadap rencana baru distribusi bantuan untuk Gaza yang diumumkan oleh Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, pada Jumat lalu. Rencana ini tidak melibatkan ‘Israel’.
“Israel sepenuhnya mendukung rencana bantuan pemerintahan Trump,” kata Sa’ar.
Pada Sabtu (10/5), Huckabee menegaskan bahwa AS masih mendukung pengusiran paksa warga Palestina dari Gaza, meskipun mendapat penolakan dari kawasan dan komunitas internasional.
Dalam wawancara dengan Channel 12 Israel, Huckabee mengatakan bahwa AS akan “senang” jika warga Gaza “yang ingin pergi” diberikan kesempatan untuk melakukannya. Ia menambahkan bahwa negara-negara Teluk kemungkinan akan berperan dalam upaya rekonstruksi.
Menteri Luar Negeri Jerman, Johann Wadephul, juga menyampaikan pandangannya, bahwa perang di Gaza tidak dapat diselesaikan secara militer.
“Solusi politik harus menjadi prioritas utama,” katanya. Wadephul menegaskan komitmen Jerman terhadap ‘keamanan’ Israel, namun menekankan bahwa hal tersebut tidak berarti Berlin tidak boleh mengkritik kebijakan Israel.
“Kritik tidak boleh disamakan dengan antisemitisme,” tambahnya.
Wadephul menekankan bahwa prioritas utama bagi Jerman saat ini adalah pemulangan para tawanan ‘Israel’. Ia mempertanyakan apakah aksi militer di Gaza benar-benar meningkatkan keamanan ‘Israel’, dan menegaskan bahwa Gaza adalah bagian dari tanah Palestina.
Sejak 7 Oktober 2023, ‘Israel’ telah melancarkan kampanye genosida di Gaza, mencakup pembantaian massal, penghancuran rumah-rumah, kelaparan, dan pengusiran paksa.
Meski mendapat kecaman global dan perintah berulang dari Mahkamah Internasional, ‘Israel’ tetap melanjutkan serangannya. (zarahamala/arrahmah.id)