NANTES (Arrahmah.com) – Pengadilan Perancis pada Senin (13/12/2010) menggagalkan denda yang diberikan untuk seorang muslimah pengendara mobil yang mengenakan niqab, beberapa bulan sebelum sebuah pelarangan mengenakan penutup wajah tersebut mulai berlaku.
Kepolisian lalu lintas di bagian barat kota Nantes mendenda wanita 31 tahun, Sandrine Mouleres sebesar 22 euro ($29,92) pada bulan April lalu, mengatakan bahwa wanita tersebut tidak memiliki sebuah penglihatan bidang yang jelas, namun pengadilan tersebut membatalkan denda tersebut pada Senin (13/12) waktu setempat.
Jean-Michel Pollono, pengacara Mouleres, mengatakan bahwa pengadilan di Nantes telah memutuskan bahwa “kita berada di negara bebas, dan sebagai akibatnya, segala sesuatu yang tidak dilarang diperbolehkan.”
“Sekarang kita bisa menyetir dengan mengenakan sebuah niqab.”
Pengadilan tersebut memutuskan bahwa pakaian tersebut “bergerak bersamaan dengan gerakan kepala dan tidak menghalangi kemampuan melihat,” dan oleh karenanya tidak berjalan menentang kode-kode menyetir yang disebutkan oleh polisi, pengacara tersebut menambahkan.
Otoritas Perancis telah lama bergulat dengan praktik-praktik Muslim yang mereka nyatakan tidak sesuai dengan nilai-nilai negara tersebut, yang pada khususnya negara tersebut menganut tradisi sekuler.
Perancis adalah rumah bagi populasi Muslim terbanyak di eropa bagian barat, dengan sebuah perkiraan jumlah 5 juta.
Kasus Mouleres, yang tidak hadir di pengadilan, menarik perhatian media karena kasus tersebut datang di tengah-tengah sebuah perdebatan yang memanas di Perancis atas apakah kerudung yang menutup wajah seharusnya dilarang. Namun juga kasus tersebut datang karena Menteri Dalam Negeri Brice Hortefeux menuduh mitranya berpoligami dan menipu sistem sosial dengan mendapatkan tunjangan untuk anak yang mencapai 15 orang yang tinggal di atap yang terpisah.
Pada bulan September, parlemen Perancis menyetujui sebuah undang-undang yang melarang penutup wajah di tempat-tempat publik termasuk di jalan-jalan. Undang-undang tersebut akan mulai berlaku pada musim semi.
Banyak Muslim yang memandang legislasi tersebut sebagai ledakan lain untuk Islam – agama nomor dua di Perancis – dan rasa takut bahwa undang-undang tersebut dapat membangkitkan tingkatan Islamophobia di sebuah negara di mana Masjid-masjid menjadi target-target sporadis dari banyak serangan yang dipenuhi dengan kebencian agama.
Para pendukung undang-undang baru tersebut, bagaimanapun juga, telah mengatakan bahwa undang-undang tersebut akan melestarikan nilai-nilai Perancis, termasuk fondasi sekuler dan hak-hak perempuan.
Undang-undang tersebut menyebutkan denda sebesar 150 euro ($199) – atau kelas-kelas pengajaran kewarganegaraan, atau keduanya – bagi perempuan manapun, termasuk para turis, yang tertangkap menutupi wajah mereka. (althaf/sm/arrahmah.com)