GAZA (Arrahmah.id) – Kelompok perlawanan Palestina mengecam keras seruan sadis anggota Kongres AS dari Partai Republik, Randy Fine, yang menyarankan agar Gaza dijatuhi bom nuklir. Dalam wawancara di Fox News, Fine secara terang-terangan membandingkan rakyat Palestina dengan Nazi Jerman dan Jepang kekaisaran, lalu menyatakan bahwa Gaza seharusnya diperlakukan seperti Hiroshima dan Nagasaki.
“Dalam Perang Dunia II, kita menjatuhkan bom nuklir ke Jepang demi mendapatkan penyerahan tanpa syarat. Hal yang sama perlu dilakukan di sini,” kata Fine.
Pernyataan itu langsung memicu reaksi keras dari berbagai faksi perlawanan Palestina. Hamas dan Jihad Islam menyebut bahwa Fine menghasut genosida dan mendorong terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan.
Hamas menyebut pidato itu sebagai “hasutan genosida yang dipenuhi kebencian dan aroma fasisme,” dan mendesak pemerintah serta Kongres AS untuk segera mengecamnya. “Ini bukan sekadar opini berbahaya. Ini adalah seruan untuk pembantaian massal dan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional,” tegas Hamas dalam siaran persnya.
Gerakan itu menambahkan bahwa ucapan Fine membuktikan betapa dalamnya racun rasisme telah merasuki sebagian lingkaran politik AS, khususnya mereka yang membela kebijakan ‘Israel’. “Kongres telah berubah menjadi panggung pembenaran kejahatan perang, terutama setelah menyambut penjahat perang Netanyahu,” lanjut Hamas.
Sementara itu, Jihad Islam Palestina menyebut pernyataan Fine sebagai “aib bagi Kongres AS” dan “gema mengerikan dari ideologi fasis.” Kelompok ini memperingatkan bahwa diam terhadap ucapan semacam itu sama dengan ikut bersalah. “Ucapan seperti ini tidak boleh dibiarkan. Ia menormalisasi gagasan genosida,” tegas mereka.
Randy Fine sendiri dikenal sebagai sekutu kuat mantan Presiden AS Donald Trump, dan memiliki rekam jejak panjang dalam pernyataan anti-Palestina. Pada Februari lalu, ia bersumpah akan mengakui kedaulatan ‘Israel’ atas Gaza dan Tepi Barat jika terpilih. Ia juga berjanji akan mengusir rakyat Palestina dari apa yang ia sebut sebagai “Negara Israel.”
Dalam salah satu pernyataannya, Fine menyebut warga Palestina sebagai “monster” dan “iblis” yang “tidak pantas memiliki negara, hanya layak mati.” Pada 2021, ia menanggapi foto seorang anak Palestina yang tewas di media sosial dengan berkata: “Bagus sekali! Terima kasih untuk fotonya!”
Baik Hamas maupun Jihad Islam memperingatkan bahwa kata-kata Fine mengancam jutaan warga sipil di Gaza, termasuk lebih dari satu juta anak-anak. Mereka menekankan bahwa rakyat Palestina bukanlah musuh militer, melainkan sebuah bangsa yang telah hidup di bawah penjajahan dan blokade selama puluhan tahun.
“Seruan Fine tak akan menggoyahkan keyakinan kami pada keadilan, atau mematahkan semangat rakyat kami,” ujar Hamas.
Jihad Islam menyampaikan pesan serupa: “Serangan ini menyingkap wajah asli para pendukung penjajahan, mereka menganggap keberadaan kami sebagai ancaman. Tapi perlawanan dan perjuangan kami takkan pernah padam.”
Pernyataan Fine bisa membuatnya menghadapi masalah hukum serius. Dalam hukum internasional, menghasut genosida adalah kejahatan yang dapat dihukum, meski tindakan itu belum dilakukan. Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional secara jelas menyatakan bahwa “hasutan langsung dan terbuka untuk melakukan genosida” adalah tindak pidana. Jika dibawa ke pengadilan internasional, retorika semacam ini bisa berujung pada penuntutan dan hukuman penjara. Para pembela hak asasi manusia kini menyerukan agar Departemen Kehakiman AS dan badan hukum internasional segera menyelidiki Fine atas tuduhan hasutan terhadap kekerasan massal. (zarahamala/arrahmah.id)