JAKARTA (Arrahmah.id) – Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf merespons kritik Amerika Serikat (AS) terhadap aturan industri halal di Indonesia sebagai aturan yang ketat dengan mekanisme.
Gus Yahya menegaskan bahwa sertifikat halal perlu dilihat sebagai aturan yang berlaku di negara dan masyarakat.
“Protes (AS) boleh saja, tapi kita punya kedaulatan untuk membuat pengaturan tentang semua hal di dalam masyarakat kita untuk melindungi,” katanya di Lantai 8 Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, pada Selasa (22/4/2025).
Gus Yahya menganggap aspirasi masyarakat Indonesia yang menginginkan adanya produk halal karena mayoritas Indonesia adalah pemeluk agama Islam.
“Menurut saya normal saja kalau masyarakat punya aspirasi untuk mendapat perlindungan dalam produk halal dalam hal ini aturan halal, saya kira hal itu normal dan patut,” katanya.
Gus Yahya tak mempersoalkan kritik AS yang keberatan dengan peraturan soal sertifikasi halal di Indonesia. Namun ia mengingatkan, semua barang masuk ke Indonesia harus mengikuti aturan yang berlaku.
“Kalau Amerika keberatan ya itu urusan mereka. Kalau mereka memasukkan barang ke sini harus ikut aturan kita. Sekarang saja mereka soal tarif juga membuat masalah seperti itu. Ini juga kan bukan cuma Indonesia, ada juga negara lain yang membuat aturan lain yang sama, apalagi negara-negara Islam yang jelas-jelas menyatakan sebagai negara Islam jelas aturannya mungkin lebih ketat daripada aturan produk halal kita,” jelasnya.
Tak hanya itu, Gus Yahya menganggap bahwa permasalahan yang mendasar adalah soal kepentingan dalam perdagangan yang mungkin menguat bukan datang dari pemerintah AS.
“Kita punya kepentingan melindungi masyarakat kita, toh mereka tidak dilarang untuk jual barang disini juga toh? Cuma nggak pakai produk halal gitu walaupun mereka tidak butuh produk halal, tapi mereka boleh saja menjual produk halal di sini kan nggak apa-apa cuma nggak pakai label halal,” pungkasnya.
Sebelumnya, melalui laporan tahunan United State Trade Representative (USTR) atau Kantor Perwakilan Dagang AS dalam National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers (NTE) 2025, Pemerintah AS menilai Indonesia masih menerapkan berbagai hambatan perdagangan yang mengganggu akses pasar bagi produk dan layanannya.
AS mengkritik implementasi sertifikasi halal wajib di Indonesia yang tidak transparan dan memberatkan eksportir asing. Beberapa peraturan ditetapkan tanpa pemberitahuan kepada WTO.
(ameera/arrahmah.id)