Memuat...

Benarkah Al Jazeera Menjadi Celah Pelacakan Lokasi Abu Ubaidah?

Zarah Amala
Selasa, 30 Desember 2025 / 10 Rajab 1447 12:04
Benarkah Al Jazeera Menjadi Celah Pelacakan Lokasi Abu Ubaidah?
Mendiang Abu Ubaida, juru bicara Brigade Al-Qassam (via X)

GAZA (Arrahmah.id) - Pengumuman syahidnya orator legendaris Brigade Al-Qassam, Abu Ubaidah, pada Senin (29/12/2025) memicu gelombang spekulasi di kalangan analis militer dan intelijen. Salah satu teori yang paling banyak diperdebatkan adalah kemungkinan bahwa jaringan media internasional, khususnya Al Jazeera, secara tidak sengaja "dimanfaatkan" oleh intelijen 'Israel' (IDF) untuk mengunci lokasi sang juru bicara. Hal ini sempat dibahas oleh akun @EasternVoices di X pada September 2025.

Selama bertahun-tahun, Abu Ubaidah adalah sosok yang paling dicari. Ia sangat menjaga protokol keamanan digital, jarang muncul dalam siaran langsung, dan selalu menggunakan video rekaman. Namun, setiap video yang sampai ke layar kaca Al Jazeera harus melewati proses transmisi data.

Analis intelijen mensinyalir bahwa Unit 8200 (unit siber elit 'Israel') memanfaatkan SIGINT (Signal Intelligence) untuk memantau trafik data keluar dari Gaza. Teorinya adalah ketika tim media Al-Qassam mengunggah file video berukuran besar atau melakukan transmisi satelit ke biro media, IDF mendeteksi "lonjakan aktivitas data" dari koordinat tertentu secara real-time.

Hubungan Kurir dan Metadata

Selain jalur transmisi digital, ada teori mengenai pelacakan fisik. Al Jazeera sering menjadi kanal pertama yang menerima materi eksklusif. Hal ini menciptakan dua pola, pertama: Pergerakan Kurir, jika materi dikirim secara fisik menggunakan drive eksternal ke kantor berita, pengintaian udara (drone) dapat melacak siapa saja yang masuk dan keluar dari titik distribusi tersebut. Kedua: Kegagalan Metadata, meski file video biasanya dibersihkan dari informasi lokasi (GPS), teknik forensik digital canggih dapat mendeteksi sisa-sisa data latar belakang atau pantulan frekuensi radio saat proses perekaman yang mungkin tertangkap oleh alat komunikasi di sekitar lokasi.

Beberapa pakar keamanan siber berpendapat bahwa 'Israel' mungkin tidak memblokir jalur komunikasi antara faksi perlawanan dan Al Jazeera justru agar jalur tersebut tetap terbuka sebagai "umpan". Dengan membiarkan komunikasi mengalir, intelijen dapat memetakan simpul-simpul komunikasi, siapa yang mengirim, siapa yang menerima, dan di mana posisi mereka saat koneksi terjadi.

Dalam serangan di lingkungan Rimal pada 30 Agustus 2025 yang akhirnya melukai Abu Ubaidah, serangan tersebut dilaporkan terjadi hanya beberapa saat setelah ada aktivitas komunikasi yang intens terkait koordinasi publikasi pesan terbaru.

Dampak Psikologis dan Narasi Internal

Teori keterlibatan Al Jazeera ini juga memiliki dimensi Perang Psikologis (PsyOps). 'Israel' berkepentingan menyebarkan narasi bahwa "bahkan media yang mendukungmu bisa menjadi jalan kematianmu". Hal ini bertujuan untuk menciptakan kecurigaan di internal sayap militer terhadap rekan media mereka dan memaksa para pemimpin perlawanan untuk semakin mengisolasi diri, yang justru akan memutus rantai komando mereka.

Hingga saat ini, tidak ada bukti bahwa Al Jazeera secara sadar bekerja sama dengan intelijen. Sebaliknya, kemungkinan besar yang terjadi adalah eksploitasi celah teknologi oleh IDF terhadap infrastruktur komunikasi yang digunakan media di zona perang. Abu Ubaidah mungkin tidak dikhianati oleh manusia, melainkan oleh jejak digital yang mustahil untuk dihapus sepenuhnya di era pengintaian total. (zarahamala/arrahmah.id)

HeadlineIsraelPalestinaal-jazeeraGazaintelijenabu ubaida