Memuat...

Bencana 2025, Antara Musibah dan Kebijakan Zalim Kapitalisme

Oleh Ummu Kholda Pegiat Literasi
Selasa, 30 Desember 2025 / 10 Rajab 1447 08:32
Bencana 2025, Antara Musibah dan Kebijakan Zalim Kapitalisme
Hujan dengan intensitas yang tinggi menyebabkan meluapnya sungai di Kabupaten Madiun, Provinsi Jawa Timur, Minggu (11/5) pukul 20.00 WIB. (Foto: BNPB)

Sepanjang 2025, bumi pertiwi tak luput dari berbagai musibah. Bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi, erupsi gunung berapi hingga kebakaran hutan mewarnai perjalanan Indonesia di sepanjang tahun ini. Hampir semua daerah terdampak, termasuk Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi hingga Maluku.

Berbagai peristiwa tersebut di antaranya; di awal tahun 2025 banjir dan tanah longsor melanda Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan. Sedikitnya 17 korban tewas dan belasan lainnya dinyatakan hilang akibat tanah longsor karena hujan deras. Berikutnya, banjir di Demak, Jawa Tengah pada Februari 2025, yang menggenangi sembilan desa di dua kecamatan dan menyebabkan aktivitas warga lumpuh. Di bulan Maret, banjir juga melanda Jabodetabek, akibatnya sejumlah daerah di Jakarta dan sekitarnya terdampak banjir dan harus mengungsi ke tempat lain. Banjir ini juga sempat merusak infrastruktur dan berbagai fasilitas umum.

Berikutnya adalah gempa bumi di Bengkulu pada Mei 2025 yang begitu dahsyat hingga memporak-porandakan harta benda warga bahkan meninggalkan trauma di sebagian masyarakat. Sementara kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) juga terjadi di beberapa wilayah seperti Sumatra Utara, Sumatra Barat hingga Riau. Lalu di Banjarnegara, Jawa Tengah, bencana tanah longsor mengakibatkan 934 jiwa dari ratusan kepala keluarga terpaksa harus mengungsi, tiga orang tewas, dan puluhan warga dinyatakan hilang.

Belum lagi bencana lainnya, seperti erupsi Gunung Semeru, hingga di penghujung tahun yang dampaknya masih terasa yakni banjir dan tanah longsor di Sumatra hingga Aceh. Semua bencana ini begitu jelas meninggalkan kesedihan, luka bahkan trauma yang sulit dilupakan. (Kompas.com, 15/12/2025)

 

Kebijakan Kapitalisme, Abaikan Keselamatan Rakyat

Beragam bencana di atas kerap terjadi setiap tahunnya, dan ini menunjukkan betapa lemahnya tata kelola mitigasi dan penanganan bencana yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagai negara yang secara geografis rawan gempa, banjir, tanah longsor, dan erupsi gunung api seharusnya Indonesia memiliki sistem pencegahan yang kuat dan terencana. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya, upaya mitigasi kerap diabaikan sehingga ketika terjadi bencana pemerintah terkesan gagap dan minim solusi. Akibatnya banyak nyawa melayang, harta benda hancur dan lenyap tanpa upaya komprehensif dari pemerintah.

Selain itu, respon pemerintah terhadap bencana seringkali berjalan lamban. Seperti proses evakuasi, distribusi bantuan hingga proses pemulihan pasca bencana. Hal demikian biasanya terjadi karena terbentur dengan rumitnya birokrasi serta koordinasi yang buruk. Kondisi ini jelas akan memperparah penderitaan masyarakat terdampak yang seharusnya segera mendapatkan pertolongan dan perlindungan maksimal dari negara.

Lebih dari itu, rusaknya alam yang menyebabkan banjir dan longsor adalah kongkalikong antara penguasa dan pengusaha. Eksploitasi alam dilakukan secara berlebihan, alih fungsi lahan dan pembiaran pelanggaran lingkungan turut serta menjadi faktor penyebab bencana  mematikan bagi rakyat.

Semua itu tak lepas dari paradigma kepemimpinan sistem kapitalisme demokrasi yang menempatkan materi dan keuntungan di atas keselamatan manusia. Karena dalam kapitalisme penguasa tidak bertindak sebagai pengurus dan pelindung rakyat akan tetapi bekerja untuk para korporat yang dapat memberikan cuan dan kekuasaan.  Alhasil, kepentingan rakyat semakin terpinggirkan, di samping kepentingan para elit politik.

Inilah kegagalan sistem kapitalisme demokrasi yang berlandaskan sekularisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya dijadikan sebatas ibadah ritual, sementara aturan yang lainnya diserahkan kepada manusia, termasuk urusan alam, maka wajar Indonesia berduka di sepanjang tahun ini. Untuk itu, mau tak mau saat ini diperlukan solusi yang sistemik ke arah yang lebih baik.

 

Sistem Islam, Jaminan Perlindungan Rakyat

Maraknya bencana di sepanjang tahun 2025 ini, tentu sebagai umat muslim kita harus bermuhasabah diri. Karena musibah yang terjadi selain karena faktor alam juga karena ulah tangan manusia terutama penguasa dengan kebijakannya yang zalim, karena tidak diambil dari nash syariat.

Sebagai agama yang sempurna diturunkan Allah Swt., Islam memiliki solusi yang komprehensif dalam pengurusan rakyatnya, termasuk dalam menangani dan mencegah bencana. Karena sistem pemerintahan Islam menjadikan kepala negara sebagai raa'in (pengurus rakyat) serta pelindung (junnah).

Dalam sistem ini, negara akan hadir dan bertanggung jawab penuh terhadap rakyatnya. Baik ketika negara dalam kondisi krisis seperti ketika terjadi bencana alam, wabah, paceklik, dan sebagainya maupun dalam keadaan damai dan sejahtera. Bahkan negara wajib proaktif dalam melakukan upaya pencegahan agar rakyat selamat dari segala ancaman termasuk bencana alam. Rasulullah saw. bersabda: "Imam (pemimpin) adalah raa'in dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya. (HR Bukhari Muslim)

Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa kepemimpinan dalam islam adalah amanah bukan kekuasaan yang bersifat pribadi atau kelompok. Ketika terjadi bencana, negara akan melakukan tindakan pencegahan dengan mengatur lingkungan sesuai syariat dan sistem tata ruang berbasis keselamatan jiwa bukan keuntungan. Negara akan menjaga keseimbangan alam, dengan melarang eksploitasi lahan yang berlebihan dan memastikan pembangunan berjalan tanpa merusak ekosistem.

Selain itu negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang mengatur secara tegas terkait kepemilikan. Harta yang terkategori kepemilikan umum tidak boleh diliberalisasi atau dikuasai oleh individu maupun swasta. Negara hanya diberi wewenang untuk mengelola, bukan memilikinya sehingga tidak boleh membuat aturan yang berakibat menyengsarakan rakyat. Apalagi sampai menjualnya semata-mata demi keuntungan.

Sebaliknya, setiap kebijakan yang menyangkut pengelolaan sumber daya alam harus berorientasi pada pemenuhan kebutuhan publik dan perlindungan kehidupan, bukan orientasi manfaat dan keuntungan.

Jika tetap terjadi bencana alam, negara akan bergerak cepat melakukan penanganan darurat yang menyeluruh. Negara akan mengerahkan segala kemampuan mulai dari teknologi, tenaga ahli, dan pendanaan yang diambil dari baitulmal. Penanganan juga dilakukan secara terkoordinasi, cepat, dan profesional dengan tujuan utama menyelamatkan jiwa dan memulihkan kehidupan rakyat secepat mungkin.

Dengan sistem seperti ini, penanganan bencana tidak akan dikelola secara reaktif dan tambal sulam, akan tetapi dilakukan secara terencana, adil, dan menyeluruh,  serta berorientasi pada perlindungan hak rakyat. Inilah yang dilakukan oleh negara yang menerapkan aturan Islam secara kafah (menyeluruh), solusi hakiki yang tidak dimiliki oleh sistem lain. Oleh karenanya kewajiban bagi kita semua selaku umat Islam untuk memperjuangkan sistem Allah ini agar terwujud kehidupan yang sejahtera.

Wallahu a'lam bis shawwab

 

Editor: Hanin Mazaya

bencana alam