MOSKOW (Arrahmah.id) – Presiden Cina Xi Jinping, dalam kunjungannya ke Moskow, menekankan kepada mitranya dari Rusia, Vladimir Putin, bahwa kedua negara menginginkan Afghanistan yang stabil, bebas dari terorisme, dan sebuah negara yang berdamai dengan negara-negara tetangganya.
Presiden Rusia menggambarkan peran pertemuan dan kerjasama regional dalam menyelesaikan masalah Afghanistan sebagai sesuatu yang vital dan mengklarifikasi bahwa Moskow dan Beijing memiliki posisi yang sama dalam hal ini, lansir Tolo News (10/5/2025).
Pernyataan bersama oleh presiden Cina dan Rusia mengatakan: “Kedua belah pihak bersedia untuk memperkuat kerja sama dalam urusan Afghanistan di tingkat bilateral dan di bawah mekanisme multilateral, mendorong Afghanistan untuk menjadi negara yang independen, netral, bersatu, dan damai, bebas dari bahaya terorisme dan obat-obatan terlarang, serta hidup harmonis dengan semua negara tetangga. Kedua belah pihak sangat mementingkan dan mendukung peran positif dan konstruktif yang dimainkan oleh platform regional seperti Pertemuan Menteri Luar Negeri Negara-Negara Tetangga Afghanistan, konsultasi ‘Format Moskow’ tentang Afghanistan, mekanisme empat negara Cina-Rusia-Pakistan-Iran, dan Organisasi Kerja Sama Shanghai dalam penyelesaian politik masalah Afghanistan.”
Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan: “Ketika membahas isu-isu internasional dan regional yang krusial, kami menegaskan kembali bahwa Rusia dan Cina mempertahankan posisi yang identik atau sangat selaras. Kedua negara mengejar kebijakan luar negeri yang independen dan tertarik untuk menciptakan tatanan dunia multipolar yang lebih adil dan demokratis. Negara-negara kami secara aktif bekerja sama dalam BRICS dan Organisasi Kerja Sama Shanghai, di mana Cina sekarang memimpin.”
Penentangan Rusia terhadap pendekatan Barat dalam menyelesaikan masalah Afghanistan bukanlah hal yang baru. Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov mengkritik apa yang ia sebut sebagai campur tangan Barat dalam masalah Afghanistan dengan menggunakan proses Doha.
Beberapa analis politik mengatakan bahwa Imarah Islam Afghanistan harus memperhatikan persaingan yang sedang berlangsung antara Timur dan Barat mengenai isu-isu Afghanistan.
“Afghanistan sekarang membutuhkan kehati-hatian yang besar untuk mengadopsi sebuah kebijakan yang menguntungkan Rusia dan Cina dalam membangun kembali negara ini dan tidak berkonflik dengan Amerika Serikat,” kata Gul Mohammaduddin Mohammadi, seorang analis politik.
“Ada beberapa negara yang memiliki hak veto di Dewan Keamanan PBB yang terus berusaha menjaga hubungan dekat dengan Afghanistan. Namun, mereka tidak dapat dengan berani bergerak untuk mengakui Afghanistan secara resmi, karena mereka takut merusak hubungan mereka dengan Amerika Serikat,” kata Janat Faheem Chakari, seorang analis politik.
Sikap bersama Moskow dan Beijing dalam menyelesaikan masalah Afghanistan muncul ketika Cina telah menerima seorang diplomat dari pemerintah sementara setingkat duta besar, dan pembicaraan mengenai pengiriman diplomat setingkat duta besar ke Moskow sedang berlangsung. (haninmazaya/arrahmah.id)