PARIS (Arrahmah.id) – Media internasional ramai memberitakan dampak agresi brutal yang terus dilancarkan oleh “Israel” di Jalur Gaza. Salah satu sorotan utama datang dari Josep Borrell, mantan Kepala Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Uni Eropa, yang menuduh “Israel” sedang mempersiapkan operasi pembersihan etnis terbesar sejak berakhirnya Perang Dunia II.
Dalam artikelnya yang dimuat oleh harian Le Monde Prancis, Borrell juga menyampaikan kekecewaannya karena gagal meyakinkan para pemimpin Uni Eropa untuk menjatuhkan sanksi terhadap “Israel” sebagaimana yang mereka terapkan terhadap Rusia.
“Dukungan Eropa yang tidak bersyarat terhadap ‘Israel’ mengancam menjadikan kita turut serta dalam kejahatan terhadap kemanusiaan,” tulis Borrell.
Sementara itu, mantan kepala dinas intelijen dalam negeri “Israel” (Shin Bet), Amichai Ayalon, menyerukan kepada para “sahabat sejati ‘Israel’” dari kalangan pemerintahan dan komunitas Yahudi di luar negeri untuk menggalang upaya mengakhiri perang di Gaza.
Dalam tulisannya yang terbit di harian The Guardian, Ayalon mengkritik pemerintahan ekstremis yang, menurutnya, telah mengorbankan nasib para sandera demi ambisi politik.
“Para sandera kami di Gaza telah ditinggalkan demi ideologi pemerintahan ekstremis, yang dipimpin oleh seorang perdana menteri yang mati-matian mempertahankan kekuasaan demi kepentingan pribadinya,” tulis Ayalon.
Ia mengungkap bahwa sekitar 70 persen warga ‘Israel’ mendukung penghentian total perang, pembebasan sandera, dan pelaksanaan pemilu secepatnya untuk mengganti pemerintahan saat ini.
Di medan pertempuran, harian “Israel” Yedioth Ahronoth menggambarkan pertempuran pekan lalu di kawasan Syujaiyah, utara Jalur Gaza, yang menewaskan dua tentara “Israel”, sebagai pertempuran paling sengit sejak dimulainya kembali agresi.
Surat kabar itu mengutip saksi mata yang mengatakan bahwa pejuang Hamas menghadapi para tentara penjajah satu per satu di jantung Syujaiyah dalam pertempuran selama dua jam. Disebutkan pula bahwa Hamas telah mempersiapkan perlawanan secara matang dan rapi, menunjukkan tingkat kendali dan kepemimpinan tinggi meski tentara “Israel” berulang kali mengklaim telah membunuh komandan Batalion Syujaiyah.
Sementara itu dari Yaman, The New York Times mengutip pejabat pertahanan AS yang menyebut bahwa pesawat tempur yang jatuh dari kapal induk USS Truman kemungkinan besar terjatuh saat kapal melakukan manuver tajam guna memosisikan diri menghadapi ancaman rudal dan drone dari pasukan Ansarullah (Houthi). Meskipun manuver itu diyakini turut berkontribusi dalam insiden tersebut, belum dipastikan sebagai penyebab tunggal.
Sebelumnya, juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, menyatakan bahwa serangan terhadap kapal induk Truman dan kapal perangnya di Laut Merah merupakan balasan atas pembantaian yang dilakukan Amerika Serikat di wilayah Yaman.
(Samirmusa/arrahmah.id)